Kamis, 25 Desember 2014 0 komentar

Pendampingan Retret/Rekoleksi 2014

Para frater TOR (Tahun Orientasi Rohani) Seminari Tinggi St. Yohanes Paulus II – KAJ mengikuti Pelatihan Retret/Rekoleksi di Civita Youth Camp, dari hari Senin, 10/11 s.d. Jumat, 21/11. Pelatihan diberikan oleh RP. Odemus Bei Witono, SJ, Direktur Civita, bersama tim pendamping Civita. Setelah mendapatkan pelatihan, para frater terjun dalam pendampingan retret SD dengan Tema “Aku yang Dikasihi”. Pendampingan terbagi dalam tiga gelombang peserta yaitu SD Desa Putera, SD Budi Mulia, dan SD Bina Kusuma. Peserta retret diajak untuk menyadari bahwa dirinya dikasihi oleh Tuhan, orang tua, dan sesama. Pendampingan dan lingkungan yang asri memberikan kesan bagi orang muda yang menimba air kehidupan di Civita .










Ket:
Foto 1-4 adalah foto latihan drama SD Bina Kusuma dan drama tutup retret.
Foto 5 adalah RP. Odemus Bei Witono, SJ, Direktur CIVITA YOUTH CAMP.
Foto 6-7 adalah rekreasi setelah pelatihan dengan mendayung di air kehidupan.

Ayo Timba Air Kehidupan di Civita Youth Camp!
Selasa, 15 Juli 2014 0 komentar

Bernard, Carol, dan Pedro: Trio Musketri - dari, oleh, dan untuk Keuskupan Agung Jakarta

Bernard, Carol, dan Pedro:
 Trio Musketri - dari, oleh, dan untuk Keuskupan Agung Jakarta
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo

            Setelah boleh menuliskan sedikit pengalaman bersama Barry, Romy, dan Pras, pada akhirnya aku menulis untuk diriku bersama teman seperjalanan abadi sebagai calon imam Keuskupan Agung Jakarta yaitu Bernard Rahadian dan Paulus Pedro Sambikakki.

Bernard Rahadian
           

Awal perkenalanku dengan Bernard itu kurang baik. Mengapa? Karena aku melihat sosoknya sebagai sosok yang sombong, dan terkesan menggurui. Hal ini yang mengganjal hatiku untuk mau mengenal Bernard lebih dekat. Dan sampai sekarang pun, aku masih berusaha mengenal Bernard lebih dalam dan bertukar pikiran dengannya. Entah mengapa di antara angkatan kami, aku melihat Bernard itu sangat pasti akan menjadi imam tanpa cela sedikit pun. Dalam hal akademis dan wawasan Gereja, Bernard sangat up to date bagai ensiklopedia Gereja terlengkap abad ini.
            Seelah empat tahun bersama nyatanya aku boleh belajar dan kagum terhadap beberapa sikapnya. Pertama, ketekunan dalam hal refleksi dan membaca buku. Aku sangat kagum kepada Bernard karena mampu terus berefleksi di seminari dan mungkin tak pernah lupa utnuk menulis refleksi. Kedua, inisiatif dan tanggap. Bernard sangat tanggap saat kami membutuhkan bantuan dalam beberapa hal. Ia sangat sayang kepada kami dan berusaha mengembalikan kami ke jalan yang benar saat kami menikmati jalan kebandelan kami sebagai remaja.
Paulus Pedro Sambikakki
Pedro ini sejak awal perkenalan telah menampilkan wajah yang ceria dan bersemangat apalagi kalau diajak bermain sepak bola. Sebenarnya aku baru dapat mengenal Pedro di saat kelas 3 semester II karena kami sekamar. Kehebatan Pedro adalah kepekaan dalam menebak nada saat bermain musik. Kata Pedro hanya coba-coba dan ia mampu menebak nada dan bermain keyboard, piano, dan organ dengan sangat keren. Bahkan saat ia tidur pun ia dapat menebak ketepatan nada. Hal ini saya alami saat menemani Pedro yang sakit di vallet bersama Barry pada tahun 2012. Saat itu Pedro mengigau “ Mi...! Itu nadanya Mi! Kurang Tinggi!.
            Kehebatan Pedro adalah ia mampu mengatur kondisi tubuhnya, seketika dapat sakit dan demam saat badannya dipegang namun sorenya sudah berlari-lari untuk bermain bola di lapangan. Ia juga memiliki syndrome yaitu Thursday & Sosiology Syndrome. Pada saat kelas 1, Pedro seringkali tidak masuk pada hari Kamis karena ada pelajaran sosiologi Pak Dewa dan seperti biasa sorenya langsung sembuh dan dapat bermain bola.
            Walaupun Pedro sangat muda di angaktan kami namun ia tidak manja dan dapat berpikir dewasa. Pedro itu sangat santai sekali dalam menjalani hidupnya di semianri. Aku belajar untuk melihat positif dari segala hal di sekitar kita.
Carolus Budhi Prasetyo
            Aku adalah aku, sebagai pemilik blog ini dan kini menapaki jalan panggilan bersama kedua teman seperjalananku. Silakan mengenali dan menilai diriku....





Dan kini kami akan memulai menapaki jalan panggilan kami sebagai calon imam KAJ bersama 4 teman lain dari Semianri Menengah Petrus Kanisius, Mertoyudan. Kami mohon doanya agar kami dimantapkan dalam menjalani panggilan di tanah yang penuh tantangan ini. Secara umum, kami memilih Projo atau Diosesan KAJ karena kesadarn kami sebagai putera-putera KAJ yang peduli terhadap nasib KAJ yang membutuhkan tenaga imam yang mampu membaktikan diri pada Uskup dan umatnya.
Kami ini dari, oleh dan untuk KAJ...

Tangerang, 15 Juli 2014
Mulai TOR di Wisma Puruhita


            








Rabu, 09 Juli 2014 0 komentar

Henrikus Prasojo: Dari Ecce Ancilla Domini Sampai Fiat Mihi Secundum Verbum Tuum

Henrikus Prasojo: Dari Ecce Ancilla Domini 
Sampai 
Fiat Mihi Secundum Verbum Tuum
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo

Dari enam seminaris angkatanku (SWB XXIV), telah dua orang yang pergi ke rumah formasi masing-masing yaitu Barry dan Romy. Kini, aku pun akan berpisah dengan teman seperjalananku yaitu Henrikus Prasojo. Malam ini, Pras akan pergi ke Yogyakarta dan mulai 10 Juli 2014, ia akan mulai menajlani formasi menjadi frater novis Misionaris Oblat Maria Immaculata (OMI) di Condongcatur, DIY. Kami pun telah sampai persimpangan jalan melalui jalan kami masing-masing untuk menuju kegemilangan Allah.
Awal perkenalanku cukup baik saat di seminari karena saat tes kami sempat mengobrol bersama. Lalu, saat KPP meja studi kami saling berdekatan bersama Rama dan Michael. Hal ini terus terjadi sampai kelas 1. Berteman dengan Pras sejak awal itu sangat asyik karena kami kompak saat menghadapi salahsatu teman kami yang menjengkelkan. Sejak KPP bahkan sampai di kelas 3 kami juga kompak dalam satu kegiatan paling menyenangkan yaitu masak mie instan memakai water heater bahkan mengendap-endap ke unit 1 untuk mengambil air panas di dispenser saat Ujian Sekolah. Memang kalau masalah mie instan tiada duanya kalau tidak masak bersama Pras.
Sejak KPP, aku selalu memanfaatkan letak meja studiku yang dekat dengannya untuk bertanya pelajaran Cantus (Teori Musik) dan juga meminta mengajarkan membaca not balok atau tempo karena aku itu nol besar dalam hal musik. Dari sanalah aku melihat potensi musik Pras yang sangat hebat, sejak KPP terintimidasi oleh kakak kelas saat ingin mengasah talentanya dan itu tidak menyurutkan niatnya utnuk semakin berkembang dalam hal musik yang juga menunjang panggilannya. Uniknya, mungkin ia adalah satu-satunya pianis WBSO yang berasal dari jurusan IPS. Ia mahir sekali bermain piano dan memimpin kami dalam orkestra. Pras menjadi salah satu pioni dalam  COBRA (Ladosco Chamber Orchestra) lalu LADOSTRA (Ladosco Orchestra) dan pada akhirnya ia dipercaya (alm.) Robertus Tony Suwandi untuk memimpin Wacana Bhakti Symphony Orchestra (WBSO) untuk tahun ajaran 2012/2013 sebagai conductor. Tidak sampai di situ bersama Barry dan Pedro, Pras mengajukan ide diadakannya Konser Panggilan di Sport Hall, Seminari Wacana Bhakti, 20 April 2013 dalam rangka promosi panggilan karena pada waktu itu konsep promosi panggilan berbentuk ekspo panggilan keliling paroki-paroki diubah. Ide ini pun didukung oleh RD. Yohanes Radiya Wisnu, Pamong Musik Seminari sekaligus Ketua Komisi Panggilan KAJ. Acara ini dikemas dalam kerangka Temu Misdinar dekenat Timur dan Selatan.
Mengapa aku memberi judul “Dari Ecce Ancilla Domini...” karena Pras telah menunjukkan kerendahan hatinya sebagai hamba walau terkadang juga merasa letih. Hal ini ditandai dengan dipilihnya Pra sebagai conductor, Ketua Redaksi Eureka!!! (saat komunitas masih diajak terlibat dalam pembuatannya dan kini menjadi output Jurnalistik), dan Bidel Umum (pemimpin seminaris atau Ketua OSIS-nya seminari). Begitu hebat karya Tuhan dalam dirinya! Baru kali ini ada seorang yang memangku tiga jabatan sekaligus, namun bukan berarti Pras haus kekuasaan. Kami mempercayai Pras agar ia pun juga dapat semakin berkembang. 
Hanya saja salah satu kekurangan di mataku yaitu Pras terkadang merasa segala beban ditanggung olehnya saja. Seperti Bunda Maria, Bunda umat beriman, Maria menyimpan segala perkara dalam hatinya dan hal ini diikuti juga oleh Pras. Hal ini tidak buruk, namun Pras: Ingat kamu memiliki banyak saudara di sekitar yang siap menolong dan menanggung bersama beban itu! Entah aku ini adalah sosok yang dapat dipercaya atau tidak namun aku bersyukur dapat bekerja sama dengan Pras dalam hal membantu membuat desain. Aku ini bukan sosok  yang baik bagi Pras tapi aku terus berusaha untuk menjadi saudaranya. Sebenarnya aku bersyukur kamar kami saat kelas 3 itu berdekatan, sehingga kami dapat bertukar pikiran, curhat (Pras sering curhat, gak deh aku yang lebih sering...), dan saling meneguhkan panggilan kami karena jalan pikiran kami tidak terlalu jauh berbeda. Ia memberikan penghiburan yang berarti dan ia adalah orang kedua di seminari yang aku anggap seperti sahabat bahkan saudara setelah Seto.
Akhirnya, setelah berefleksi dan galau memilih ordo atau dioses mana yang hendak ia pilih, akhirnya ia menjatuhan pilihan pada Oblat Maria Immaculata (OMI). Dari cerita Pras, aku mengetahui alasannya ia memilih OMI yaitu bagai dalam memilih pasangan hidup, sang mempelai harus mengenal dan meyakini bahwa  calonnya adalah yang terbaik baginya dan Pras memilih OMI karena sejak kcil ia dekat dengan OMI di Paroki Kalvari, Lubang Buaya dan nyatanya semangat St. Eugenius de Mazenod yang menginspirasi jalan hidupnya menuju Allah. Pras pun menjadi pasrah dan “... Sampai Fiat Mihi Secundum Verbum Tuum”, semoga teladan Bunda Maria ini mengantarkannya pada niat sucinya menjadi OMI. Semoga Pras semakin disemangati oleh spritulaitas Bapa Pendiri. Aku yakin Pras dapat mengubah cintanya kepada seseorang sehingga Pras menjadi  semakin mencintai Allah yang telah memanggil.
Selamat jalan Pras dan pantang mundur dalam menapaki jalan panggilan. Semoga Pras memanfaatkan talenta dalam bermusik untuk mewartakan Allah bagi orang terpencil dan kekurangan. Saling mendoakan agar kita berenam dapat dihimpun kembali dan dapat memimpin misa bersama.
“ Evangelizare Pauperibus Misit Me, Pauper Evangelizantur” - OMI

 Tangerang, 9 Juli 2014,
 

Carolus Budhi Prasetyo,
Saudara dalam Panggilan




Rabu, 02 Juli 2014 0 komentar

Romy Boy Rante Allo: Si Perantau Tana Toraja Dipanggil Menjadi “Mulut” Tuhan

Romy Boy Rante Allo: Si Perantau Tana Toraja Dipanggil
Menjadi  “Mulut” Tuhan
oleh: Carolus Budhi Prasetyo

Setelah Barry memulai proses formasinya menjadi jesuit di Girisonta, kini aku akan menceritakan temanku (Angkatan SWB #24), Romy Boy Rante Allo. Romy pada hari ini Selasa, 1 Juli 14, memulai proses pembinaannya menjadi aspiran Ordo Praedicatorum (bhs. Indonesia - Ordo Pengkhotbah) (OP) atau Ordo Dominikan di Rumah Fromasi Santo Thomas Aquinas,  Surabaya. Telah empat tahun boleh mengenal lebih dekat Romy walau tampaknya aku bukanlah teman terbaik di seminari. Berjuang bersama mendaki gunung dan pada satu titik kami berpisah satu sama lain dan percaya akan kembali di satukan di puncak kemuliaan Allah.
            Pada awal perkenalanku dengan Romy, aku memandangnya sebagai anak perantau asli yang datang ke Jakarta dan belum dapat berinteraksi dengan angkatan yang kebanyakan anak Jakarta! Menurutku Barry yang dengan cepat mendapat tempat di hati Romy. Aku pun pada awalnya bingung bagaimana untuk memulai karena Romy adalah tipe pendiam dan baru mau mudah diajak mengobrol apabila kita sudah mendapat kepercayaannya. Sebenarnya agak kasihan juga melihat Romy sempat menjadi bahan bercandaan Donmas karena  intonasi Romy yang khas.
            Tetapi di balik itu semua, sosok Romy telah menginspirasi dan memotivasi diriku selama di seminari. Romy adalah pribadi yang pendiam namun di balik diamnya itu ia memperhatikan sekitarnya dengan hatinya. Cukup reflektif dan mengejutkan saat membaca refleksinya. Cukup dalam! Ia tidak menggunakan bahasa yang sulit ditangkap pikiran awam dan jauh dari istilah-istilah yang tingi-tinggi. Sederhana tapi menggugah hati. Semangatnya untuk setia dan bertahan walau Romy sempat diragukan oleh beberapa pribadi karena nilai akademisnya di kelas KPP. Namun, ia telah membuktikan dan memberikan yang terbaik bahwa ia mampu bertahan sampai tuntas di seminari. Boleh jadi banyak di antara teman-teman angkatan menjadi teman belajar dari Romy, namun bagiku pribadi akulah yang banyak belajar dari Romy. Tidak banyak bicara namun banyak aksi, itulah yang aku suka dari Romy. Ia handal menulis cerpen dan telah dibuktikan cerpennya dapat menembus suatu majalah remaja, penerbit buku, dan mengkoordinir tulisan angkatan di KOMPAS MUDA. Oh begitu hebatnya Romy si Rantau Toraja. Dulu, aku sempat merencanakan mengajak angkatan menulis di KOMPAS MUDA, namun ide itu pun tersapu angin karena kesibukan akademisku.
            Predikat sebagai perantau itu, aku manfaatkan untuk banyak belajar dari Romy. Bayangkan terpisah dengan keluarga yang berbeda pulau, dan pulang hanya dua tahun sekali. Memang banyak juga perantau muda yang hijrah ke negeri orang nun jauh di sana untuk pendidikan dan masa depan mereka yang indah, namun itu semua berbeda dengan Romy karena Romy akan terus merantau demi mewartakan Kerajaan Allah dan keluarga akan ia tinggalkan. Dari Romy, aku mensyukuri keluargaku yang berada di Tangerang sehingga lebih mudah untuk melepas rindu dan kangen. Menurutku Romy memang tidak bertemu dengan fisik, namun segala kerinduannya itu ia bawa dalam doa. Mukanya yang lucu dan terkesan innocent terkadang membuat kami gemas dan cepat turun emosi kami saat memarahi Romy.
            Aku tidak mengetahui secara pasti mengapa Romy memilih OP. Aku menduga bahwa ada suatu ketertarikan terhadap spiritualitas St. Dominikus. Aku yakin Romy dapat bertahan dalam perantauannya demi dikenalnya Allah oleh dunia. Walau Romy itu pendiam tapi ia cepat beradaptasi dengan sekitarnya tanpa harus kehilangan jati dirinya. Sehingga aku yakin ia dapat menjadi “Mulut” atau pewarta Tuhan yang handal dan memiliki kedalaman rohani. Andai ia tidak dapat banyak berbicara melalui mulut, aku yakin Romy akan banyak berbicara melalui tulisannya.
            Selamat jalan Romy dan semoga semakin dimantapkan dan dipilih Tuhan menjadi pengkhotbah! Saling mendoakan agar kita berenama dapat dihimpun kembali dan memimpin misa bersama-sama. "Tetaplah teguh dalam cinta kasih dan kerendahan hati, dan jangan tinggalkan kemiskinan!"- St. Dominius
            Laudare, Bendicere, Praedicare!
Tangerang, 1 Juli 2014
 
Carolus Budhi Prasetyo
Saudara dalam Panggilan


          
Minggu, 22 Juni 2014 0 komentar

Alexander Barry Ekaputra: Anak Tunggal Tetapi Saudaranya Banyak

Alexander Barry Ekaputra:
Anak Tunggal Tetapi Saudaranya Banyak
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo

            Barry adalah teman angkatanku (XXIV) di Seminari Menengah Wacana Bhakti. Empat tahun terakhir ini aku boleh mengenal, hidup, dan berjuang bersama dalam menanggapi panggilan Tuhan. Dan hari ini, Minggu, 22/6, dia akan memulai menapaki jalan panggilannya sebagai frater novisiat Serikat Jesus (SJ) di Girisonta, Jawa Tengah. Aku pun merefleksikan hidup bersama dengannya dan semakin tersadar atas kebenaran syair Kahlil Gibran bahwa kebaikan seorang teman bagai keindahan gunung yang semakian terpancar apabila kita lihat dari kejauhan.
             Pada masa awal perkenalan, aku pun tersadar bahwa Barry adalah seorang yang ceria dan bersemangat. Namun, tak jarang setelah bersama-sama hidup di seminari aku melihat Barry sangat bersemangat sekali untuk mengejek dan menyindir teman-temannya termasuk aku. Aku melihatnya sebagai dinamika persahabatan. Bercanda dengan dia terkadang membuat aku kesel tetapi aku tidak dapat membalas ejekannya karena ejekan itu benar adanya. Aku mengambil nilai baik dari setiap ejekan tersebut bahwa Barry sangat perhatian dengan teman-temannya.
            Bagi diriku, Barry adalah sosok yang paling rela berkorban dan tulus saat membantu temannya. Tidak pernah dia memperhitungkan untung-rugi saat berteman. Saat mendapatkan tugas dan kepercayaan, Barry selalu melaksanakannya dengan baik. Segala kebaikannya tersebut mulai aku sadari saat di kelas 2 seminari. Pada saat kelas 2, aku dan Barry menjadi teman sekamar bersama Donmas. Di dalam kamar tampaknya kami bertiga sangat akur dan akrab (bohong). Kenyataan yang ada bahwa kamar kami ini tidak selamanya harmonis. Hanya Barry yang dapat menjadi teman sharing dan bercanda saat ada waktu bersama di kamar. Tak jarang pula aku dimarahin Barry karena aku malas sekali disuruh mandi terlebih dahulu.
            Barry tidak sepenuhnya anak tunggal karena sejak di seminari aku melihat hubungannya Romy bagai hubungan kakak-adik. Entah siapa yang menjadi kakak atau adik, tetapi aku melihat Barry begitu dekat dengan Rom. Setiap waktu liburan datang, Romy selalu diajak menginap di rumahnya. Maklum, Romy adalah perantau asli Tanah Toraja, Sulawesi Selatan, ia sangat akrab dengan Barry dan keluarganya. Tak hanya Romy tetapi semua adik kelas bahkan kakak kelas dapat cepat akrab dengan Barry. Gaya tertawanya yang khas, ejekannya yang pedas, dan perhatiannya membuat kami tidak pernah bosan berteman dengannya.
            Aku sempat bingung dan kagum saat mengetahui bahwa Barry berniat melanjutkan panggilannya menjadi imam Serikat Jesus (SJ). Aku pun merasa kagum dengan pengorbanan orang tuanya yang merelakan anak semata wayangnya menjadi imam SJ. Barry sangat bersemangat sekaligus deg-degan menjelang hari jadinya menjadi seorang jesuit, itulah ungakapan hatinya yang boleh aku dengar saat menginap di rumahnya, 19/6-20/6. Seorang anak tunggal yang memilih SJ bagiku adalah sebuah tantangan yang berat karena Barry akan berpisah selama 2 tahun untuk memantapkan dan mengenal SJ dan selamanya mengabdikan diri dan menjadikan dirinya milik serikat. Apalagi di dalam angkatanku yang memilih menjadi SJ hanya Barry saja, sehingga nanti ia akan berjuang sendirian. Memang aku tidak pernah bertanya kepada Barry alalsan ia memilih SJ tetapi menurutku Barry memilih SJ karena sejak kecil dia merasakan kasih dan perhatian dari pastorparokinya yang juga pastor SJ. Dan selama di seminari, aku melihat Barry sering membaca buku spitualitas Ignatian atau semangat St. Ignatius Loyola, pendiri SJ, dan merasa cocok dengan spritualitasnya.
            Hari ini, Minggu, 22/6, Barry akan berpisah dengan keluarga dan teman-temannya untuk menjalani pendidikan dan resmi mendapat gelar Frater Novisiat. Dalam kurun waktu 2 tahun, kami semua yang mengenal dan dekat dengan Barry harus berpisah dan membiarkan Barry mengenal spritualitas dan serikatnya. Dua tahun yang akan datang apabila Tuhan mengizinkan, kami akan bertemu kembali di STF Driyarkara untuk menuntut ilmu sebagai frater filosofan. Tetapi aku semakin percaya bahwa dalam kurun waktu tersebut Barry akan menunjukkan bahwa ia adalah anak tunggal tetapi saudaranya banyak karena sikapnya terhadap sesama yang mampu mendekatkan hati setiap orang dan berteman dengannya.
            Selamat jalan Barry dan semoga Barry selalu bersemangat dan diteguhkan dalam menjalani masa novisiat di Girisonta! Kita saling mendoakan agar suatu hari nanti kita dapat berkumpul bersama sebagai imam bagi Tuhan dan sesama dan kelak bersama-sama Bernard, Pedro, Pras dan Romy memimpin misa perdana.
            A.M.D.G, Demi Kemuliaan Allah yang Lebih Besar!

Tangerang, 22 Juni 2014,
Hari Raya Tubuh dan Darah †

Carolus Budhi Prasetyo,

Saudara dalam panggilan













Selasa, 04 Maret 2014 0 komentar

Tembaklah Ibumu!

Tembaklah Ibumu
(Karya: Carolus Budhi Prasetyo, III)

Aku dulu, dan aku kini
Inilah aku wanita malang
Merasakan sakit dan cobaan bertubi-tubi
Coba ‘tuk kuat, tabah hati

Begitu tampan parasmu anakku
Bagai ksatria nan wigati
Begitu indah alunan nada yang kau cipta
Wanita pun mabuk kasmaran kar’namu

Sakit, pilu, pedih nan dalam
Lebih sakit daripada melahirkanmu ke dunia
Saat ‘ku kenang dirimu dulu
Kau hunuskan pedang ke jantung ibumu ini

Akulah hamba kehidupan
Terlahir ‘tuk melayani tuannya
Makan pahit dunia ini
Minum darah sendiri

Aku cinta ayahku
Aku cinta suamiku
Namun aku lebih cinta engkau, anakku
Lebih dari apa pun di dunia ini

Namun kau telah mencampakanku
Melukai hatiku sebagai ibu
Telah kuberi jantungku bagimu
Tapi kau bercinta dengan candu jahanam itu

Kau hanyut dalam bayang kelammu
Merasa bebas dari penjara diri
Kau lari dari cintaku
Terbang, melayang dalam bayangan semu



Aku ingin terus melindungimu
Aku ingin membahagiakanmu
Tak ingin kau jadi aku nan malang
Aku ingin kau selamat

Tuhan, dimakah diri-Mu?
Mengapa Kau tetap bisu seribu bahasa?
Dimana keselamatan-Mu?
Apakah Kau tertidur dan menutup mata?

Mau jadi apa aku tanpa-Mu
Berdiriku pun tak sanggup
Kau bungkam, diam dalam derita
Tolong! Selamatkanlah puteraku, kurnia kasih-Mu

Maafkanlah aku puteraku
Aku tak mampu bahagiakanmu
Aku bukan ibu yang baik
Aku tak dapat melindungimu di bawah sayapku

Dan hanya pistol dan tiga selongsong peluru
Padaku dalam kelamku
Jadi saksi moksamu dalam sakaumu
Kau telah terbang ke dunia sana

Tembaklah diriku ini, ibumu!

Catatan:

Penyair dalam puisi ini terinspirasi dari “Tragedi Anne Maria-Siano” yang terjadi di Perancis. Dalam puisi ini, penyair mencoba untuk menampilkan konflik keibuan dan feminisme. Artikel tersebut penyair dapatkan dari harian Kompas sebagai salah satu tugas yang diberikan Ibu Anie P., guru Sastra SMA Gonzaga kelas 12. Penyair membaca-belajar dari karya Ayu Utami, yang banyak menampilkan sisi feminisme
Selasa, 11 Februari 2014 0 komentar

Kesetiaan Angin

Kesetiaan Angin
(Karya: Carolus Budhi Prasetyo)

Kadangkala kau menyanyi dan menari
Larut dalam kegembiraan-suka citamu
Kadangkala kau menangis dan merintih
Menderita dalam kesedihan-duka citamu
            Kau dapat bersuka cita bersamaku
Membangkitkan gairahku ‘tuk bersuka ria
Kau dapat berduka bersamaku
Menghiburku dan meniup segala kedukaanku
Kau adalah pribadi nan rendah hati
Kau berada dalam ketingggian dunia
Mendaki gunung yang tinggi
Menuruni lembah yang curam
            Kau sangat bersahaja
            Menunjukkan kemurahanmu pada yang hina-dina
Kau pun dapat tinggi hati
Menunjukkan kemurahanmu tak dapat, hanya ada keangkuhan
Saat musim hujan kau pun ada
Suaramu nan lirih namun keras
Kau marah, menangis, mengamuk
Namun kau dapat membahagiakan dan memberi harapan
Ku tak tahu kau dimana, menghilang saat kemarau
Mungkin kau lemah, sendiri, dan sepi
Kau tak meninggalkan pesan padaku
Kau hampir menggila kar’na bisumu
Kau adalah sahabatku
Menemaniku dalam galau-gundahku
Kau tak tampak tapi dapat terasa sampai sukmaku
Kau menemani hari-hariku
Kau berbisik padaku tentang dunia
Kau beriku petuah-petuah tentang hidup
Jiwaku berbisik padamu dan kau dengarkan
Kasu sampaikan isi hatiku dalam bisikan padanya
Akankah kau tetap abadi?
Menemaniku dan mendengarku
Menyimpan rasaku dan asaku
Akankah kau tetap setia, walau aku sudah senja . . .


0 komentar

Pertemuan Pengembangan Panggilan SWB

Pertemuan Pengembangan Panggilan SWB
Dalam rangka pengembangan panggilan seminaris, staff  Seminari Menengah Wacana Bhakti mengundang orang tua beserta seminaris dalam pertemuan pengembangan panggilan, Minggu, 9/2, di Aula Seminari Wacana Bhakti, Pejaten Barat.
Pertemuan ini bertujuan untuk menjelaskan kepada orang tua seminaris mengenai pengembangan panggilan seminaris. Pertemuan pengembangan panggilan dipimpin oleh RP. Thomas Salimun Sarjumunarsa, SJ, Rektor Seminari Wacana Bhakti, bersama RD. Charles Agustino C. J., Pamong Umum. RP. Sarju, SJ, menjelaskan bahwa selama di Seminari Menengah Wacana Bhakti, pengembangan panggilan seminaris dibina dalam 4 (empat) pilar pembina yaitu Tuhan, seminaris, orang tua, dan seminari. Para seminaris diharapkan untuk semakin menghidupi 4 pedoman hidup di seminari yaitu sanctitas, scientia, sanitas, dan societas.
Menurut RD. Charles, seminari sebagai tempat pendidikan calon imam diumpamakan sebagai mesin penggiling gabah yang akan menghasilkan beras yang bermutu baik bagi Gereja. RD. Charles menjelaskan bahwa tahun ajaran baru ini memiliki tujuan untuk pengembangan karakter yang khas sebagai calon imam yang bermutu, teguh sebagai harapan masa depan Gereja. RP. Sarju, SJ menambahkan bahwa diharapkan sifat dan karakter imam akan dimiliki oleh para seminaris selama menjalani masa formatio di seminari menengah. Pada pertemuan ini orang tua juga diberikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan sehubungan dengan pengembangan panggilan seminaris yang dibina oleh para staff seminari.

Carolus Budhi Prasetyo
 
;