Jumat, 30 Desember 2011 0 komentar

Kalah untuk Menang


Kalah untuk Menang
(dibuat pukul 22.50, 10 Desember 2011, Rekreasi Malam)

Kututup lembar hidupku hari ini
S’gala memori telah tertulis

Walau mereka tidak akan pernah tahu
Dan kalian semua tak akan pernah pahami

Aku adalah aku
Aku ikut karena kemauanku
Bukan karena hadiah

Aku telah berusaha
Mungkin Allah belum berkenan

Aku terima kekalahan ini
Bukan untuk putus asa

Aku buktikan!
Aku berkembang
Aku bisa meraihnya

Bukan seperti kalian yang banyak sesumbar
Sang pemenang pun mendorongku tuk tabah
Tunggu aku nanti. . .

0 komentar

Manusia Setengah Iblis


Manusia Setengah Iblis


Inilah realita dunia zaman ini
Dimana- mana ada kesenjangan
Dunia semakin menawarkan sorganya
Semua semakin bengis
Semua semakin keji
Martabat manusaii sudah lenyap
Lenyap termakan godaan
Manusia merasa tidak membutuhkan Tuhan

Harta yang dimiiki pun
Tak dianggap anugerah Allah
Iblis pun senang
Iblis melancarkan perangnya
Merendahkan martabat ciptaan- Nya
Serendah- rendahnya. . .

Manusia digoda janji setianya
Janji dnegan pasangan sehidup- semati pun diingkari
Mencari kenikmatan seksual
Hanya untuk memenuhi hasratnya
Seksualitas seabagi rahmat- Nya
Sudah dibelokkan
Itu smeua karena Iblis

Keluarga itu pun retak
Tidak ada cinta lagi
Yang ada panasnya tamparan
Dan beracunnya mulut

Anak pun menjadi korban
Anak yang butuh pelukan hangat
Anak yangbutuh cinta
Harus kehilangan itu semua
Dunia malam disambanginya
Iblis pun melihat celah itu
Disodorkannya obat terlarang itu
Anak pun menikamti kenikmatan itu
Kenikmatanyang khayal
Kenikmatan yang absurd
Saat menikmatinya nyawanya di dunia semakin berkurang
Dan ia pun terbang
Dan akhirnya mati sia- sia

Manusia pun menjadi haus
Haus akan kekuasaan
Iblis mendorong manusia untuk berdosa
Manusia memakai kekuasaan
‘Tuk mempergemuk diri
Dirinya menjadi budak uang dna uang
Membuat segala sesuatu menjadi mudah
Menyuap semua orang degan uang haram
Merampas hak orang- orang kecil

Fenomena tikus pun masuk ke ranah politik
Para wakil rakyat yang agung
Tidak ada bedanya dengan tikus
Tikus di got
Kerja tak mau, pundi emas dikumpulkan
Berusaha menjaga nama palsu
Hanya mau pergi ke negeri nun jauh di sana
Menghabiskan uang rakyat
Saat rapat hanya bisa tidur
Tidur seperti babi kekenyangan
Tidak hanya tidur mereka juga bengis
Menonton film porno padahal melarang keras pornografi
Memeras darah rakyat
Sungguh miris
Jiwa kepemimpinan bangsa kita kirsis

Inikah manusia?
Ciptaan yang secitra dengan- Nya
Inikah manusai?
Ciptaan yang punya akal budi
Tapi tak ada bedanya dengan binatang
Inikah manusia?
Bersuara hati
Tapi begitu tumpul

Itu semua kar’na Iblis
Iblis si penggoda
Iblis si terbuang
Manusia rapuh tanpa Allah
Begitu mudah tergoda

Sadar. . . manusia . . . sadar. . .
Kau ada karena Allah
Ini semua ada karena Allah
Bertobatlah manusia!
Jangan kau salibkan Dia lagi
Jangan kau buat darah- Nya bercucuran lagi
Memang Ia rela menderita ‘tuk kita
Tapi sadarlah bahwa kita secitra dengan- Nya
Biarlah kau tinggalkan segala masa lalumu
Kar’na Ia telah rela datang ke dunia lagi
‘Tuk menebus kita
Jangan kau kucewakan dia

Sore hari pukul 17.00.
14 Desember 2011,
Gua Maria Rumah Retret Canossa, Tangerang
0 komentar

Belenggu


Belenggu

Kuratapi hidupku di tempat ini
Merasa sendiri dan gelap
Terkekang oleh tembok- tembok
Terbelenggu jeruji besi

Aku pun tak tahu bagaimana
Berbuat sesuatu ku tak bisa
Mencoba keluar dari kegelapan
Membuka mata dari kebutaanku

Jangan salahkan aku bila ku tak bisa
Aku kesepian. . . kedinginan
Taku dan kertak gigi menghampiriku

Di pojok itu aku termenung
Melihat diriku hampa. . . kosong

Jeruji- jeruji besi itu membatasiku
Memenjaran kemerdekaanku
Kebebasanku terkekang sudah
Janji- janji dan erintah
Dari yang memomongku kudengarkan
Tak putus aku lakukan
Tapi apa yang terjadi
Mereka membatasiku

Aku adalah aku. . .
Aku bukan dirimu
Aku punya kebebasan
Aku puny akemerdekaan

Tapi apa. . .
Itu semua omong kosong!
Sampah. . . tak berguna

Mereka yang menganggap saudara
Terbentuk kar’na solidaritas
Tak lain adalah serigala berbulu domba

Mereka merasa lebih hebat dan tinggi
Dengan segala kata dan perbuatan
Telah merendahkanku jauh lebih rendah
Kemerdekaanku diinjak
Segala sesuatu dalamku dirombak dan dihancurkan
Padahal aku adalah aku. . .

Aku mundur. . .
Bukan berarti takut
Aku kembali termenung
Namun bukan berarti aku cengeng

Aku bangkit lagi. . .
Aku maju ke depan
Aku yakin dan aku sungguh yakin
Mereka semua setara denganku
Lihat saja akan kuhadapi mereka

Bukan dnegan fisik
Melainkan karya
Sastra yang ada
Sastra yang hidup
Sastra yang bangkit
Seperti diriku sendiri
Dan bukan dirimu

Malam Minggu,
Rekreasi malam,
8 Oktober 2011


0 komentar

Si Pesimis


Si Pesimis

(pukul 23.30,10 Desember 2011)

Aku anggap dia saudara
Aku anggap dia pendengar yang baik
Aku anggap dia pribadi yang kritis
Aku anggap dia sebagai teman perutusan

Anggapan itu salah
Salah karena kelemahanku
Di balik itu semua ada selubung

Dia awalnya pribadi yang unik
Dia terlihat mendukungku
Dia mencoba menolong

Tapi apa. . .ia tidak terima dikritisi
Merasa temannya selalu mengkhianati
Membuat isu- isu dan sesumbar tentangku

Saat aku balas
Ia pandai bersilat lidah

Sekarang. . .entahlah
0 komentar

Selubung Dengki



Selubung Dengki

(pukul 23.10, 10 Desember 2011)


Apalah arti kalian mendukungku
            Namun di belakang, kalian mencelaku

Apalah arti keluarga
            Namun kalian membenciku

Apalah arti persahabatan
            Saat senang kaian ada, saat sedih kalian menghilang

Apalah arti kalian mendekatiku
            Padahal kalian mencari celah untuk menjatuhkanku

Orang buta pun dapat melihat
Orang bisu dapat berbahasa
Orang tuli dapat mendengar

Kalian bilang ini keluarga
Kalian bilang ini suatu kebanggaan
Bahwa itu smeua sleubung
Buat apa kau tersenyum manis
Padahal kau sekaligus memberiku racun. . .


Cukup sudah. . .
Rabu, 28 Desember 2011 0 komentar

Temu Seminaris Jakarta 2011


Temu Seminaris Jakarta Bersama Uskup Agung Jakarta
Sebanyak 40- an seminaris yang berasal dari Keuskupan Agung Jakarta hadir dalam Acara Temu Seminaris Jakarta 2011 yang diadakan Frater Diosesan Keuskupan Agung Jakarta di Aula SD Santa Ursula, Jalan Pos, Jakarta Pusat, 28/12.

Acara Temu Seminaris yang diadakan untuk ketiga kali ini mengambil tema “ Imam Diosesan dan Semangat Misioner”. Frater Bernardus Dimas Indragraha dan Frater Joseph Biondi Mattovano memandu acara yang dimulai pukul 09.00 dan diakhiri pukul 14.00. Para peserta merupakan seminaris dari Seminari Wacana Bhakti, Jakarta sebagai tuan rumah, selain itu juga seminaris dari Seminari Petrus Canisius, Mertoyudan dan Seminari Stella Maris, Bogor.

Setelah ice-breaking, para seminaris dibagi menjadi 5 kelompok untuk sharing pengalaman. Hal yang dibahas adalah makna misi bagi setiap pribadi, keprihatinan yang dirasakan di Jakarta sebagai kota metropolitan, dan angan- angan yang ingin dicapai untuk menghadapi keprihatinan Keuskupan Agung Jakarta kelak menjadi imam diosesan nanti. Setelah presentasi dari setiap perwakilan kelompok, Pastor Johan Ferdinand, Pr dan Frater Anton Baur membagikan pengalamannya menjalani misi domestik KAJ di Keuskupan Timika, Papua dan Keuskupan Agung Medan.

Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, menjelaskan kepada para seminaris dan frater mengenai makna misi dan menjelaskan misi domestik Keuskupan Agung Jakarta. Frater Vano pun memandu acara ramah tamah bagi parasemianris yang ingin mengajukan pertanyaan kepada Mgr. Ignatius Suharyo, Pastor Johan Ferdinand, Pr, maupun Frater Anton Baur. Para seminaris antusias memanfaatkan waktu dengan banyak bertanya kepada narasumber tentang makna misi, misi domestik KAJ, pengalaman iman dan tantangan di daerah misi.

Acara Temu Seminaris Jakarta diakhiri dengan makan siang dan misa konselebrasi dengan selebran utama Mgr. Ignatius Suharyo didampingi dua selebran Pastor Johan Ferdinand, Pr dan Pastor Petrus Kanisius Tunjung Kesuma,Pr.

Carolus Budhi Prasetyo


Selasa, 27 Desember 2011 0 komentar

Sahabat. . .


Sahabat. . .


Sahabat. . .
Masihkah kau paham arti
Sahabat. . .
Masihkah kau sadar
Bahwa kaulah
Sahabat. . .
Masihkah kau ingat
Masa yang lampau
Masa yang ‘kuhabiskan bersamamu
Karena kaulah
Sahabatku. . .

Tapi. . .
Sekarang
Itu berbeda dengan dahulu
Dirimu yang dulu ‘kukenal bukan dirimu
Rautan wajahmu kala tersenyum
Hilang dibawa angin
Kau melupakanku
Kau hilang walau aku tetap menunggu

Kau memang pergi
Namun kau tetap di hati
Mungkin kau sudah membuang memori itu
Mungkin kau sudah lupa denganku
Tapi. . .
Aku tetap setia untukmu
Walau kau tak ingat diriku
Namaku, ulang tahunku, impianku
Aku tetap menyimpan ruang di hatiku
Hanya untukmu. . .

Mungkin kau t’lah bahagia
Kau jalani hidup bersama pasanganmu
Mungkin hangatnya cintaku
Tak terasa bila disandingkan dengan. . .
Pelukan, kecupan, rangkulan, sapaan
dari pasanganmu

Walau kau jauh aku tetap percaya
Sang Maha Kasih s’lalu mendengar
Doaku ‘tuk dirimu
Biarlah untaian doa ini mampu menaungi hidupmu

Cukup tahu saja
Bahwa kau sedang berbisik padamu
Bahwa aku butuh doamu
Bahwa aku butuh perhatianmu
Perhatian yang tak ‘kan kudapat dari wanita mana pun
Entah kapan kita akan bersua lagi
Mungkin di Gereja
Yakinlah bahwa aku masih menunggu


0 komentar

Biografi Karol Wojtyla


Karol Wojtyla, Paus Yohanes Paulus II:
     Seorang dari Slavia,
Pembuka Batas- Batas Kehidupan Demi Kedamaian Dunia

Jejak Awal Kehidupan
Wadowice, sebuah kota kecil di Polandia bagian selatan, di kaki Pegunungan Karpatia, Prvinsi Galacia. Empat perlima dari 6.000 penduduk beragama Katolik, dan 700- an orang beragama Yahudi. Di lantai dua flat kelas menengah di Jln. Rynek di tengah Kota Wadwice, pasangan Karol Wojtyla (senior) veteran tentara dengan Emilia Kaczorowska tinggal. Flat itu disewa dari orang Yahudi bernama Balamuth Chaim. Memang dari awal hidup Yohanes Paulus II, ia telah dekat dengan kaum Yahudi, kaum pada zaman Perang Dunia II adalah kaum yang ingin dimusnahkan Adolf Hitler.
Edmund (selanjutnya disebut Mundek), kakak tertua Yohanes Paulus II, lahir pada 1906. Olga yang lahir setelah delapan tahun lahirnya Mundek harus meninggalkan keluarganya untuk selamanya karena kesulitan nutrisi akibat situasi perang.
Tepat pada 18 Mei 1920, Yohanes Paulus II lahir dengan nama Karol Jozef Wojtyla. Saat kecil ia dipanggil Lolek, varian dari Lolus kependekan dari Carolus. Pastor Franciszek Zak yang membaptisnya pada 20 juni 1920 dengan mengenakan nama baptis Jozef. Jozef juga disandangkan untuk menghormati Marsekal Jozef Pilsudski,tokoh militer yang memimpin perlawanan terhadap Tentara Merah Republik Sovyet hingga kemerdekaan Polandia.  
Kelahirannya memberikan semangat baru bagi Emilia yang telah kehilangan Olga. Dengan bangga, Emilia memamerkan Karol kecil ke para tetangga. Emilia ingin ia menjadi pastor. Pancaran yang dimiliki Lolek membuat terkagum-kagum orang lain, banyak yang mengatakan bahwa ia akan menjadi orang besar. Ia dianugerahi kepintaran dan mendapatkan predikat summa cum laude. Sejak tahun kedua di SD, ibunya sakit keras dan mengidap myocarditis nephiritis. Sayang, Karol kecil tidak dapat melihat ibunya yang sakit itu meninggalkannya,Emilia meninggal13 April 1929 saat ia di sekolah. Selama hidupnya Karol menggambarkan ibunya dengan penuh perasaan bahagia. Setelah kehilangan ibunya ia mencoba untuk ceria lagi, apalagi Mundek yang berbeda 14 tahun dengannyamau diajak bermain bersama. Ia pun bangga saat Mundek lulus menjadi dokter dengan yudisium magna cum laude. Namun, geledek menyambar dengan dahsyat disebabkan kematian Edmund Wojtyla pada 5 Desember 1932 karena penyakit jengkering.
Kesedihan tak menyurutkan bakat yang dimiliki oleh Karol. Bahkan dengan bakatnya, ia dapat menghibur dirinya. Sebelum kematian Mundek, ia dikenalkan dnegan Mieczyslaw Kotlarczyk yang berkecimpung dalam teater. Ayah Mieczyslaw yang membawanya ke dunia teater dengan ketampanan dan mata birunya, ia didaulat menjadi tokoh pria utama dalam setiap pementasan. Banyak nama- nama gadis yang dihubungkan dengan Karol, Halina Krolikiewicz, Regina, dan Kasia Zak. Regina yang biasa dipanggil Ginka, tetangganya yang merupakan orang Yahudi disukai Karol. Hal ini ditunjukkan dengan muka merahnya pertanda suka saat Wojtyla harus berpisah dengan keluarga Ginka akibat politik yang memanas. Ginka pun terkesan dengan keluarga Wojtyla yang menerima keluarganya walau Yahudi. Pada 1980- an mereka kembali bertemu di Lapangan Santo Petrus, saat Karol menjadi paus. Walau ia dekat dengan banayak gadis, hidup rohaninya tetap terjaga bahkan dalam menjalankan tugas kelompok, iamenyempatkan diri berdoa.
Mulai Menyerahkan Diri untuk Kerajaan Allah
            Begitu terpukul hatinya saat ia harus kehilangan semua orang yang dicintai dan menjadi sebatang kara. Karol Wojtyla (senior) meniggal karena serangan jantung pada 18 Februari 1941. Ia sedih karena tak dapat menemaninya saat terakhir hidup Wojtyla. Ia merasa Tuhan telah mempunyai rencana bagi hidupnya yaitu menjadi imam.
 Ia masuk seminari “bawah tanah” karena tak direstui pemerintahan komunis dengan tinggal menumpang di bawah Uskup Agung Sapieha. Menjelang lulus, Karol berminat masuk Ordo Karmelit karena mengagumi Pastor Leonard Kowalowska. Namun ia diberi pertimbangan oleh Mgr. Sapieha agar menjadi pastor paroki untuk mendukung karya pastoral. Tahbisan imamatnya pada 1 November 1946 oleh Kardinal Sapieha.
Kardinal memiliki rencana lain yaitu mengirimnya untuk ke Roma pada 15 November 1946  untuk studi.  Karol masuk ke Universitas Angelicum dan lulus dengan gelar master dengan yuridisium summa cum laude pada 3 Juli 1947. Ia menyandang gelar doctor dalam Teologi Suci dan Etika. Pada masa- masa itulah produktivitasnya sebagai penulis mencapai puncaknya. Ia menulis puluhan naskah drama, ratusan puisi, artikel di jurnal maupun media umum Tygodnik Powszechny dengan nama samara Andrej Jawein.
Ia masih berumur 38 tahun saat diangkat Paus Pius XII menjadi uskup pembantu di Krakow pada tanggal 8 Juli 1958. Pada kepemimpinan Paus Yohanes XXIII, pengganti Pius XII yang terpilih 28 Oktober 1958, Karol ikut ambil bagian dalam Konsili Vatikan II yang diadakan pada 11 Oktober 1962. Saat itu ia menjabat uskup pembantu dan posisi tempat duduknya dalam konsili terletak di bangku paling belakang. Selama berlangsungnya Konsili, ia terus berbagi dengan seluruh keuskupan tentang dokumen dan pokok- pokok maslaahyang dibahas. Baginya, Konsili merupakan kesempatan untuk salingberbagi pengalaman pastoral dan sosial secara terus- menerus, untuk mengenal trend- trend baru dalam ilmu teologi. Setelah sesi pertama selesai dan ia kembali ke Krakow, iamendapatkan kabar pada tanggal 3 Oktober 1963: Paus Yohanes XXIII wafat.
Penggantinyaadalah Kardinal Montini, yang pernah menjadi diplomat Vatikan di Polandia. Setelah dipilih 21 Juni 1963, ia menyandangnama Paus Paulus VI. Oleh Paus Paulus VI pada tahun 1965 Karol ditahbiskan  menjadi  Uskup Agung Metropolitan Krakow. Ia (Paus Paulus VI) terkesan dengan gagasan Karol dalam pidato di Basilika pada 21 Oktober 1963. Fase perubahan ini membawa titik balik bagi Karol. Ia dapat berpartisipasi aktif dan berbicara tentang gagasannya karena statusnya sebagai uskup agung merubah posisinya tempat duduknya yang semakin mendekati altar. Inilah dua pokok perubahan yang dibawa ke dalam Konsili oleh Mgr. Wojtyla: penegasankembali sentralitas pribadi manusia dalam visi Kristosentris yang kuat; dan melibatkan diri – dengan Injil – pada dunia, melibatkan diri dalam pembelaan hak- hak asasi manusia, khususnya hak akan kebebasan hati nurani dna kebebasan beragama. Ia tidak hanya gencar dalam perkembangan Gereja tapi ia juga peduli denganpemuda- pemuda serta prihatin dnegan pemerintahan komunis Polandia. Ia mengkritisi menuntut keadilan dan membuktikan bahwa Marxisme tidak sesuai dnegan Polandia dan dunia.
“. . . Seorang Slav Akan Menjadi Paus”
            Setelah kematian Paus Paulus VI, yang bagi Karol seperti ayahnya sendiri, ia mengikuti konklaf. Ia bertemu dengan Uskup Venezia, Albino Luciani, yang kelak akan menjadi Paus Yohanes Paulus I. Mereka berteman dan saling akrab. Tiga puluh hari setelah pelantikan Paus Yohanes Paulus I, 29 September 1978, Wojtyla yang sedang menikmati teh, terkejut oleh pesan sopirnya, Mucha. Bahwa sahabatnya, Paus Yohanes Paulus I, telah wafat. Wojtyla berdoa sejenak dan mungkin berbicara dengan Tuhanm ia tidak mempercayai ini semua. Ia tak pernah berbicara siapa calon pengganti Luciani.
            Malam hari sebelum konklaf dia member salam kepada semua iam di Kolese Polandia. Ia merasa gelisah karena namanya sering disebut- sebut dalam pertemuan para kardinal oleh orang yang berpengaruh, Franz Konig, uskup agung Viena. Konklaf dimulai pada tanggal 14 Oktober 1978, pada moment ini persaingan terjadi antara Uskup Agung Genova, Giuseppe Siri, dengan Uskup Agung Florence, Giovani Benelli. Pada putaran kedua, 16 Oktober, terjadi titik balik bahwa Wojtyla semakin unggul. Atas prakarsa Konig, Wysznski, primat Wojtyla semakin mendukung Wojtyla. Pada sore harinya yaitu pemungutan suara putaran yang kedelapan, Wojtyla terpilih dengan – tampaknya – 94 suara. Ia memilih nama yang sama dengan pendahulunya, Papa Luciani. Hal ini diminta oleh Kardinal Wyszynski, primatnya, untuk menghormati umat Italia yang telah terlanjur mencintai almarhum Sri Paus. Asap putih keluar dari corong Kapel Sistina. Pada pukul 18.44, Kardinal Felici muncul di jendela balkon Loggia di hadapan 200.000 orang. “Saya umumkan kabar suka cita ini. . . Kita telah memiliki Paus baru!- Habemus Papam!”, lalu ia menerangkan identitas Paus baru tersebut, “Carolum Sanctae Romanae Ecclesiae Cardinalem Wojtyla. . .Ioannem Paulum Secundum!”  Setelah Sri Paus yang baru itu siap, ia keluar dengan jubah barunya dan berkata, “ Terpujilah Yesus Kristus”. Dan orang- orang menjawab, “Sekarang dan selama- lamanya.” Dan ia memulai pidato pertamanya, Urbi et Orbi.
            Wojtyla dalam karya kepausannya melaksanakan semangat apostolik, yaitu semangat merasul.  Ia melakukan perjalanan ke seluruh dunia dan total perjalanan: 1,2 juta km. Ia menyerukan semangat “Jangan takut,” untuk membuka batas- batas kehidupan demi damai Kristus. Tanpa beliau “Tirai Besi Soviet” tidak akan pernah runtuh, kenang Mikhail Gorbachev, pemimpin komunis Soviet.
            Namun penolakan dan kebencian terhadapnya tidak dapatdipungkiri. Saat audiensi Rabu, 13 Mei 1981, baru saja ia mengembalikan seorang anak kecil ke orang tuanya, dua tembakan pistol terlontar mengguncang lapangan Basilika St. Petrus, menembus lambung dan usus Paus. Tapi, apa yang terjadi sesaat setelah ia sembuh, ia mengunjungi penembaknya, Ali Mehmet Agca, pria Turki yang diduga sebagai agen KGB yang disuruh oleh pihak komunis yang terusik oleh sikap Paus. Wojtyla telah memaafkannya dan menyimpan dalam hatinya bahwa seharusnya peluru itu telah menghabisi nyawanya. Mehmet sampai sekarang belum pernah meminta maaf dan hanya tertarik dengan rahasia ketiga Fatima. Pada Februari 2004, Paus Yohanes Paulus II dinominasikan untuk Hadiah Nobel Perdamaian untuk menghargai karya kehidupannya melawan penindasan Komunis dan bantuannya mengubah tatanan dunia.Presiden George W. Bush memberikan Medali Kebebasan Presidensial, sebuah penghargaan tertinggi Amerika kepada Paus Yohanes Paulus II ketika berlangsung upacara di Istana Apostolik Vatikan 4 Juni 2004.Dia menulis 14 ensiklik Paus dan mengajarkan tentang "Teologi Tubuh", dan terpenting Ut Omnes Unum Sint, walau banyak menerima kritikan, ia tetap berjuang untuk mempersatukan Kristen. Ia adalah Paus pertama yang meminta maaf atas kesalahan Kristen terhadap umat Yahudi, mengunjungi sinagoga dan Mesjid di Damaskus yang merupakan makam Yohanes Pembaptis. 
Akhir Hayatnya
Paus yang dicintai dunia itu harus meninggalkan dunia yang dicintainya pada 2 April 2005 pukul 21.37. Orang yang ada di  sekitarnya menyanyikan Te Deum, bukan Requiem karena anugerah yang diberikan Tuhan yaitu anugerah Karol Wojtyla. Sampai akhir hayatnya pun ia member teladan kerendahan hatinya. Peti sederhana tanpa hiasan hanya dilengkapi lambing M yang berarti Bunda Maria. Ia meneladan Bunda Maria sampai akhir hidupnya dan mempercayakan dunia lewat perantara Bunda Allah. Pemakamannya dihadiri lima raja, enam ratu, 3 putra mahkota, 59 kepala Negara, 17 kepala pemerintahan, 8 wakil kepala Negara, 24 duta besar, dan 169 delegasi Negara dan 157 kardinal, 700 uskup dan uskup agung, ribuan biarawati, 3.000 pastor, dan 300 pembagi komuni.
Refleksi
Begitu besar kasih Allah yang Nampak dalam diri Karol Wojtyla, ia miskin dan sebatang kara namun kaya akan iman dan saudaranya se- dunia. Ia berani membuka batas- batas kehidupan untuk perdamaian, menyerukan persatuan, dan penghargaan atas hak asasi manusia  dan kehidupan. Kerendahan hatinya diserahkan pelayanannya dan setia sampai akhir terhadap tugas yang diberikan Allah sampai akhir hidupnya. Ia pun mengatakan :
Totus Tuus, Segalanya Milik-Nya.



Daftar Pustaka

Dziwisz, Stanislaw. (2010). Lebih Jauh Bersama Karol Wojtyla  terj. Sr. Paula CP. PENERBIT DIOMA (Anggota IKAPI) : Malang.  

Witdarmono, H, dkk. (2005). Dari Wadowice Sampai Worldwide. PT Intisari Mediatama: Jakarta.
Jumat, 18 November 2011 0 komentar

Naskah Lomba Artikel Politik Kementerian Hukum dan HAM 2011


Bullying: Selubung yang Harus Disingkap
(Antara Pendidikan, Pemerintah dan Hak Asasi Manusia)
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo
Dilema Bullying dalam Pendidikan Indonesia
Akhir- akhir ini, bullying kerap kali terjadi di dunia pendidikan Indonesia. Bullying dalam dunia pendidikan Indonesia tidak hanya dilakukan oleh sesama peserta didik, namun juga meluas sampai ke pemerintah. Kekerasan yang terjadi dilakukan secara langsung maupun tidak langsung dan telah merenggut hak atas pendidikan. Peserta didik ditindas dan diintimidasi  dalam Masa Orientasasi Peserta Didik (MOPD) oleh senior dan kebiasaan turun- temurun yang tidak memiliki maksud memberikan wawasan tentang sekolah. Tawuran antar pelajar sekolah menengah yang akhir- akhir ini kembali hangat telah mencoreng dunia pendidikan.
Keputusan drop out (selanjutnya disingkat DO) maupun tidak naik kelas diputuskan oleh sekolah secara tidak adil. Dasar keputusan sekolah adalah peraturan bersama. Padahal, sekolah terkesan hanya  menjaga gengsi, eksistensi dan melindungi nama baik sekolah tanpa memerhatikan hak atas pendidikan siswa . Pelanggaran asusila yang dilakukan pendidik merusak martabat peserta didik yang telah dilecehkan. Dampak psikis yang ada membuat korban menjadi trauma, tidak mau pergi ke sekolah dan hilang hak atas pendidikannya.
Pemerintah pun ikut ambil peran melakukan bullying secara tidak langsung  dengan melakukan penyetaraan standar pendidikan nasional dengan melaksanakan Ujian Nasional (selanjutnya disingkat UN) dan kurikulum yang membebani peserta didik. Presentase kelulusan menurun karena penetapan UN sebagai syarat kelulusan. Terjadi manipulasi dan kecurangan dari pengambilan naskah soal sampai pemeriksaan. Peserta didik pun terbebani secara psikis dan jiwa karena harus mengejar target UN yang tidak merata. Pengetahuan tidak lagi bernilai penting melainkan mengejar nilai dalam ijazah, dan tak bisa dipungkiri apakah itu berasal dari intelektual atau kecurangan. Generasi penerus bangsa yang memiliki potensi tinggi dan berintelektual  memilih mengakhiri hidupnya karena dinyatakan tidak lulus UN. Kurikulum pun membebani peserta didik karena tidak lagi memanusiakan peserta didik. Bertitik-tolak dari problematika dan fenomena bullying dalam dunia pendidikan Indonesia inilah yang menunjukkan secara jelas kemana tulisan ini ingin berangkat.
Menelusuri Makna Bullying, Pendidikan, dan Hak Asasi Manusia (HAM)
Bullying berasal dari kata bully, yang dalam bahasa Inggris kb. (j.- lies) penggertak, orang yang mengganggu orang lemah, -kkt (bullied) menggertak, mengganggu (Echols dan Hassan, 1992:87). Kata bullying sulit dicari padanan kata yang sesuai dalam bahasa Indonesia. Beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli, bullying dapat diartikan sebagai suatu tindakan untuk menyakiti orang lain yang dilakukan oleh pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah secara berulang- ulang, sehingga korban merasa tertekan.
Apabila kita berbicara mengenai pendidikan, kita  sadar bahwa pendidikan itu ada karena hak asasi manusia (HAM). Lalu, apa yang dimaksud dengan hak asasi manusia? Dengan paham ini dimaksud hak- hak yang dimiliki manusia bukan karena pemberian oleh masyarakat, yang bukan berdasarkan hukum positif yang berlaku, melainkan martabatnya sebagai manusia.
Hak asasi manusia tidak dapat dinyatakan tidak berlaku bahkan dihilangkan oleh negara. Apabila tidak mengakui hak- hak yang dimiliki manusia sebagai manusia, itu menunjukkan bahwa dalam negara tersebut martabat manusia belum diakui sepenuhnya. Maka dari itu, hak asasi manusia bersifat universal dan absolut.         Menurut sifat dan arahnya masing- masing, hak- hak asasi biasasnya dibagi dalam empat kelompok yang dapat dihubungkan dengan salah satu aliran ideologis.Empat kelompok itu ialah hak asasi negatif atau Liberal, hak asasi aktif atau Demokratis, hak asasi positif, dan hak asasi sosial. Hak asasi manusia dalam hubungannya dengan pelayanan negara sangat penting dihubungkan dengan hak asasi positif. Hak asasi positif (hak yang menuntut prestasi dan pelayanan negara) dapat ditampung dalam suatu kerangka yang mengoperasionalisasikan tuntutan- tuntutan martabat manusia dalam dua bentuk: sebagai  hak hukum atau sebagai kewajiban politik. Hak asasi atas pendidikan lantas berarti kewajiban (politik) negara untuk mengusahakan segala daya upaya untuk menjamin sarana yang memadai bagi segenap anggota masyarakat.
Pendidikan, menurut Prof. Dr. N. Driyarkara, SJ dalam buku Karya Lengkap Driyarkara, secara filosofis adalah hidup bersama dalam kesatuan tri- tunggal bapak- ibu- anak, di mana terjadi pemanusiaan anak, dengan mana dia berproses untuk akhirnya memanusia sendiri sebagai purnawan. Pemanusiaan yang dimaksud adalah proses. Selain itu terdapat rumusan bahwa pendidikan berarti pemasukan anak ke dalam alam budaya, dan terjadinya pelaksanaan nilai. Pelaksanaan di sini adalah perjumpaan antara aktivitas pendidik dan aktivitas anak didik.
Hubungan Pendidikan dengan  Hak dan Kewajiban
Pendidikan memiliki model humanisasi dan dehumanisasi. Dehumanisasi adalah bentuk ungkapan nyata dari proses alienasi dan dominasi. Pendidikan ini menjalankan praktik- praktik yag digunakan orang untuk ‘menjinakkan’ kesadaran manusia, mentransformasikannya ke dalam sebuah wadah kosong. Sedangkan, dalam pendidikan yang humanis, ketika kita sudah menindaklanjuti rasa keingintahuan kita sebagai peneliti dan penyelidik, dan ketika sudah berhasil mengakses ilmu pengetahuan, kita otomatis mengetahui dengan pasti kapasitas kita untuk dapat mengenali atau menciptakan ilmu pengetahuan baru.
Seperti penjelasan bab sebelumnya, hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada manusia karena martabat sebagai manusia. Hak atas pendidikan tercantum dan dijamin oleh dunia internasional dan diterima oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa pada tanggal 10 Desember 1948. Dalam Pasal 26 ayat 1 dan 2 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pendidikan, Pendidikan dasar harus bersifat wajib dan menjadi tanggung jawab negara. Pendidikan harus diarahkan kepada pengembangan diri sehingga terjamin kebebasannya sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Pendidikan menjadi sarana manusia untuk berekpresi dan mengungkapkan pendapat. Hak asasi tidak dapat berdiri sendiri maka hak atas pendidikan dapat ditunjang oleh Pasal I dan 2 yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki kebebasan dan kemerdekaan tanpa adanya diskriminasi.
Pendidikan pada sekolah lanjutan ialah membantu manusia muda dalam menyelami dunianya dan dengan demikian membantu dalam menjadi manusia. Dalil X, naskah Capita Selecta Filsafat Pendidikan, oleh Prof. Dr. N. Driyarkara, SJ menjelaskan bahwa manusia muda itu manusia yang masih harus menjadi manusia. Maka pertumbuhan yang berlangsung harus dibimbing agar memenuhi aspek kesusilaan sehingga disebut mendidik. Memang, sudah menjadi hak dan kewajiban bapak- ibu untuk mendidik, namun orang tua berhak mempercayakan pendidikan terhadap negara, dan negara menanggapi dengan pelaksanaan pendidikan dengan struktur yang jelas.
Bullying, Kekerasan yang Nyata dan Terselubung dalam Pendidikan Indonesia
Bullying dalam pelaksanaannya mempunyai motivasi yang kuat. Kekerasan dilakukan untuk mengintimidasi hak yang dimiliki korban bahkan melecehkan martabat korban sebagai manusia. Praktek bullying dalam dunia pendidikan Indonesia mencakup hal yang  luas. Mencakup hal yang luas diartikan bahwa bullying dilakukan dalam berbagai segi, pelaku yang beragam, dan dampak yang luas walau intinya merenggut hak atas pendidikan.
Pemerintah sebagai badan atau lembaga yang mengatur kehidupan masyarakat turut melakukan bullying dengan berbagai kebijakannya. Pelaksanaan UN dimaksudkan pemerintah untuk pemerataan standar pendidikan dalam skala nasional. Pemerataan standar pendidikan yang dimaksud digunakan untuk mencari perbandingan dengan negara lain dari segi ‘nilai eksak’ bukan dari nilai pengetahuan yang dapat diambil. Dalam UN dapat terjadi pemutarbalikan fakta, siswa yang baik secara akademik dapat tidak lulus sedangkan siswa yang kurang dalam akademik dapat lulus dengan mudah. Ketidaklulusan menyebabkan peniadaan hak atas pendidikan siswa. Ketidaklulusan membayang- banyangi masa depan pendidikan siswa,  begitu juga dalam persiapan UN, sekolah menekan siswa- siswi untuk mencapai target materi maupun kelulusan.
Kurikulum yang ditetapkan pemerintah membebani peserta didik dan proses pembangunan pengetahuan tidak berjalan. Inilah yang dimaksud mengintimidasi hak atas pendidikan yaitu, peserta didik tidak dapat mengembangkan pengetahuannya. Pengadaan buku ajar baik di sekolah negeri maupun swasta menjadi salah satu aspek penting dalam pengajaran yang mendukung pendidikan. Harga yang ditetapkan seharusnya murah namun tetap berkualitas tinggi.
Bullying juga dilakukan oleh sekolah, sebagai pihak pengontrol sosial peserta didik. Keputusan drop out maupun tinggal kelas yang dijatuhkan sekolah dapat dilihat kurang adil karena hak seorang siswa dikurangi. Paradigma yang melekat bagi siswa DO maupun tinggal kelas adalah siswa yang bodoh, nakal, dan memalukan. Sanksi negatif inilah yang menjadi beban psikis siswa DO dan membuatnya stress, trauma bahkan tidak mau melanjutkan sekolah. Bila disimak ke belakang banyak terjadi kasus DO karena tawuran antar pelajar.
Tawuran yang terjadi di DKI Jakarta ini dilihat oleh sekolah sebagai aib, merusak gengsi, integritas, dan citra. Memang benar, sebagai siswa harus menjaga nama baik instansi pendidikan tempat dia menuntut ilmu. Namun, sekolah seharusnya lebih bijak dalam memberikan keputusan. Tawuran terjadi karena doktrinisasi senior dan juga berangkat dari solidaritas sebagai sesama siswa. Tawuran dapat terjadi karena pemalakan maupun perampasan siswa sekolah lain yang mungkin bila ditelusuri berasal dari faktor keluarga tidak harmonis, ekonomi,dan lingkungan sosial. Bila sekolah men- drop out siswanya maka konflik tidak akan pernah selesai. Seharusnya sekolah memberikan pendidikan sosial dengan menanamkan moral dan pendidikan kewarganegaraan yang baik dan fungsi bimbingan konseling sekolah dijalankan dengan baik.
Pendidikan yang Memanusiakan Manusia
Pada akhir bab ini, saya ingin memberikan opini bagi pendidikan Indonesia. Pendidikan Indonesia harus melakukan refleksi. Refleksi dilakukan dengan melihat ke masa lalu pendidikan di Indonesia, refleksi tidak hanya melihat ke masa lalu namun refleksi yang baik adalah dapat memberikan buah- buah perubahan yang lebih baik di kemudian hari. Buah refleksi itu diwujudkan dalam perbuatan konkret. Semua aspek pendidikan yaitu, pemerintah sebagai pengatur kehidupan negara, sekolah sebagai instansi yang dipercaya oleh orang tua dalam mendidik anaknya, dan juga peserta didik sebagai generasi penerus bangsa yang dididik untuk berkembang. Bila semua aspek berefleksi maka tidak akan ada bullying dalam sistem pendidikan  Indonesia, dan pendidikan akan berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan pendidikan sendiri yaitu memanusiakan manusia.





Daftar Pustaka

Magnis- Suseno, Franz. (1986). Etika Poltik. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Freire, Paulo. (1999). Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan terj. Agung Prihantoro dan Fuad Arif Fudiyantono. REäD (Research, Education and Dialogue) bekerja sama dengan Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Nickel, James W. (1996). Hak Asasi Manusia: Refleksi Filosofis atas Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia terj. Titis Eddy Arini. PT Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.

Perpustakaan Universitas Pendidikan Indonesia. (2011). Perlakuan Bullying dan Konsep Diri (on- line) http://repository.upi.edu/operator/upload/s_psi_0606087_chapter2.pdf. (diunduh 16 November 2011).

Sudiarjo, A, dkk. (2006). Karya Lengkap Driyarkara: Esai- Esai Filsafat Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya. PT Gramedia Pustaka Utama atas kerja sama: PT Kompas Media Nusantara, Penerbit- Percetakan Kanisius, Ordo Sarikat Jesus Provinsi Indonesia: Jakarta.







      
 
;