Sabtu, 30 April 2011 0 komentar

Sakramen Baptis, Ekaristi dan Krisma

A.Sakramen Baptis
1.)Sejarah Sakramen Baptis
a.Menurut Perjanjian Lama
Berabad-abad sebelum Kristus, umat dalam Perjanjian Lama percaya bahwa segala bentuk kontak dengan dunia luar mencemarkan mereka. Sebelum mereka boleh makan atau berdoa, terlebih dahulu mereka harus membersihkan diri. Hal ini tampak nyata ketika mereka berdoa pada hari Sabat.Orang-orang Yahudi wajib membersihkan diri mereka dalam suatu kolam ritual yang disebut mikveh. Kolam tersebut harus diisi dengan air yang mengalir (kadang-kadang disebut “air hidup”) dan mereka harus menenggelamkan diri sepenuhnya ke dalam air. Mereka juga memerlukan seseorang untuk menjadi saksi dalam upacara ini. Kaum pria wajib melakukannya setiap hari Jumat malam, sementara kaum wanita melakukannya hanya sebulan sekali. Banyak orang Yahudi yang saleh masih melakukan praktek ini.
b.Pembapisan Yesus
Yohanes Pembaptis - sepupu Yesus - mengajarkan bahwa orang tidak perlu melakukan ritual pembasuhan diri setiap minggu. Ia mengatakan bahwa satu kali upacara pembersihan diri saja sudah cukup untuk mempersiapkan diri bagi kedatangan sang Juruselamat, asalkan mereka mengubah cara hidup mereka yang lama.Baptisan Yohanes hanya merupakan simbol perubahan; baptisan itu sendiri tidak mempunyai kuasa untuk melakukan perubahan-perubahan tersebut. Yesus menambahkan kuasa ini ketika Yohanes membaptis-Nya di Sungai Yordan.
“Ia membaptis Kristus, yang berkuasa atas pembaptisan, dalam air yang dijadikan kudus oleh Dia yang dibaptis.” ~ Prefasi pada Pesta St. Yohanes Pembaptis
Yesus berkata kepada para murid-Nya:
“Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus, dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Matius 28:18-20
c.Pembaptisan masa Gereja Perdana
Gereja Perdana melaksanakan pembaptisan dalam beberapa cara. Karena sebagian besar yang dibaptis adalah orang dewasa, pembaptisan yang umum adalah dengan membenamkan orang yang dibaptis ke dalam air. Peristiwa itu akan mengakibatkan perasaan tenggelam sesaat. Jadi, ketika mereka yang dibaptis muncul kembali dari air, mereka akan mengalami rasa bangkit dari mati. Hal ini melambangkan keikutsertaan dalam kebangkitan Yesus sendiri.Di kemudian hari, ketika pembaptisan dilakukan atas bayi-bayi juga, terjadi perubahan dalam cara pembaptisan yaitu dengan menuangkan air. Gereja-gereja lain menolak gagasan pembaptisan bayi. Gereja Katolik mempraktekkannya seturut sabda Yesus, “Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka…” Dikisahkan juga dalam Kitab Suci mengenai pembaptisan seluruh anggota keluarga.
“Seketika itu juga ia [kepala penjara di Troas] dan keluarganya memberi diri dibaptis.”
Kisah Para Rasul 16:33
“Aku akan mencurahkan kepadamu air jernih, yang akan mentahirkan kamu; dari segala kenajisanmu dan dari semua berhala-berhalamu Aku akan mentahirkan kamu.”
Yehezkiel 36:25
2.)Rahmat Sakramen Baptis
1. Mendapat pengampunan dari segala dosa, baik dosa asal maupun dosa serta siksa – siksa dosa.
2. Menjadi “ciptaan baru” (2 Kor 5: 17 ),dan dilantik menjadi Anak Allah( Gal 4: 5 – 7 ) dan “mengambil bagian dalam kodrat Ilahi” (2 Ptr 1: 4 )
3. Memperoleh rahmat pembenaran/ pengudusan, yaitu :
• Membuat dia sanggup semakin percaya kepada Allah, berharap kepada- Nya dan mencintai-Nya.
• Membuat dia hidup di bawahbimbingan dan dorongan Roh Kudus.
• Membuat dia sanggup bertumbuh dalam kebaikan.

4. Digabungkan menjadi anggota Gereja, sebagai bagian dari ubuh Kristus.
5. Dimateraikan secara kekal dengan satu materai rohani yang tak dapat dihapuskan; ia termasuk bilangan Kristus, sehingga boleh berharap untuk mati danbangkit bersama Kristus dan layak mendapat kehidupan kekal di surga.
3.)Materia Sacramenti Sakramen Baptis
Penuangan air pada dahi memiliki makna yang menunjukan kita dibersihkan. Air sendiri sebagai sumber kehidupan .Air suci yang diberkati dengan doa epiklese pada malam Paskah. Gereja beroa kepada Allah supaya kekuatan Roh Kudus turun ke atas air ini melalui Putera – Nya, sehingga semua orang yang menerima Pembaptisan di dalamnya, “dilahirkan dari air dan Roh”(Yoh 3: 5) Katekismus Gereja Katolik nomor 1238.Juga pada KGK nomor 1239 menjelaskan bahwa bahwa Ia menandakan kematian dosa serta menghantar masuk ke dalam kehidupan Tritunggal Mahakudus, karena orang yang dibaptis diikutsertakan dalam misteri Paska Kristus.
4.)Forma Sacramenti Sakramen Baptis
Saat imam memberikan pembaptisan ia berkata, “I, aku membaptis engkau atas nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus”, hal ini menyatakan bahwa penerima baptis bersatu dalam kesatuanTritunggal Mahakudus (KGK 1240).
B.Sakramen Ekaristi
1.)Bukti kehadiran Yesus dalam Ekaristi menurut kesaksian BapaGerja
1) St. Ignatius dari Antiokhia (110), adalah murid dari rasul Yohanes. Ia menjadi uskup ketiga di Antiokhia. Sebelum wafatnya sebagai martir di Roma, ia menulis tujuh surat kepada gereja-gereja, berikut ini beberapa kutipannya:
a. Dalam suratnya kepada jemaat di Roma, dia mengatakan, “…Di dalamku membara keinginan bukan untuk benda-benda materi. Aku tidak menyukai makanan dunia… Yang kuinginkan adalah roti dari Tuhan, yaitu Tubuh Kristus… dan minuman yang kuinginkan adalah Darah-Nya: sebuah makanan perjamuan abadi.”[2]
b. Dalam suratnya kepada jemaat di Symrna, ia menyebutkan bahwa mereka yang tidak percaya akan doktrin Kehadiran Yesus yang nyata dalam Ekaristi sebagai ‘heretik’/ sesat: “Perhatikanlah pada mereka yang mempunyai pandangan beragam tentang rahmat Tuhan yang datang pada kita, dan lihatlah betapa bertentangannya pandangan mereka dengan pandangan Tuhan …. Mereka pantang menghadiri perjamuan Ekaristi dan tidak berdoa, sebab mereka tidak mengakui bahwa Ekaristi adalah Tubuh dari Juru Selamat kita Yesus Kristus, Tubuh yang telah menderita demi dosa-dosa kita, dan yang telah dibangkitkan oleh Allah Bapa…”[3]
c. Dalam suratnya kepada jemaat di Filadelfia, ia mengatakan pentingnya merayakan Ekaristi dalam kesatuan dengan Uskup, “Karena itu, berhati-hatilah… untuk merayakan satu Ekaristi. Sebab hanya ada satu Tubuh Kristus, dan satu cawan darah-Nya yang membuat kita satu, satu altar, seperti halnya satu Uskup bersama dengan para presbiter [imam] dan diakon.”[4]
2) St. Yustinus Martir (sekitar tahun 150-160). Ia menjadi Kristen sekitar tahun 130, oleh pengajaran dari para murid rasul Yohanes. Pada tahun 150 ia menulis Apology, kepada kaisar di Roma untuk menjelaskan iman Kristen, dan tentang Ekaristi ia mengatakan: “Kami menyebut makanan ini Ekaristi, dan tak satu orangpun diperbolehkan untuk mengambil bagian di dalamnya kecuali jika ia percaya kepada pengajaran kami… Sebab kami menerima ini tidak sebagai roti biasa atau minuman biasa; tetapi karena oleh kuasa Sabda Allah, Yesus Kristus Penyelamat kita telah menjelma menjadi menjadi manusia yang terdiri atas daging dan darah demi keselamatan kita, maka, kami diajar bahwa makanan itu yang telah diubah menjadi Ekaristi oleh doa Ekaristi yang ditentukan oleh-Nya, adalah Tubuh dan Darah dari Kristus yang menjelma dan dengan perubahan yang terjadi tersebut, maka tubuh dan darah kami dikuatkan.”[5]
3) St. Irenaeus (140-202). Ia adalah uskup Lyons, dan ia belajar dari St. Polycarpus, yang adalah murid Rasul Yohanes. Dalam karyanya yang terkenal, Against Heresies, ia menghapuskan pandangan yang menentang ajaran para rasul. Tentang Ekaristi ia menulis, “Dia [Yesus] menyatakan bahwa piala itu, … adalah Darah-Nya yang darinya Ia menyebabkan darah kita mengalir; dan roti itu…, Ia tentukan sebagai Tubuh-Nya sendiri, yang darinya Ia menguatkan tubuh kita.”[6]
4) St. Cyril dari Yerusalem (315-386), Uskup Yerusalem, pada tahun 350 ia mengajarkan, “Karena itu, jangan menganggap roti dan anggur hanya dari penampilan luarnya saja, sebab roti dan anggur itu, sesuai dengan yang dikatakan oleh Tuhan kita, adalah Tubuh dan Darah Kristus. Meskipun panca indera kita mengatakan hal yang berbeda; biarlah imanmu meneguhkan engkau. Jangan menilai hal ini dari perasaan, tetapi dengan keyakinan iman, jangan ragu bahwa engkau telah dianggap layak untuk menerima Tubuh dan Darah Kristus.”[7]
5) St. Augustinus (354-430), Uskup Hippo, mengajarkan, “Roti yang ada di altar yang dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan, adalah Tubuh Kristus. Dan cawan itu, atau tepatnya isi dari cawan itu, yang dikonsekrasikan dengan Sabda Tuhan, adalah Darah Kristus….Roti itu satu; kita walaupun banyak, tetapi satu Tubuh. . ..
Gereja percaya dan mengimani bahwa roti dan anggur setelah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan menjadi Tubuh dan Darah Yesus. Ekaristi yang merupaka n suatupersatuanyang ditandai dengan kesatuan kita dengan dengan para pemimpin Gereja, yaitu uskup, imam dan diakon. Iman sedemikian sudah berakar sejak jemaat awal, dan ini dibuktikan, terutama oleh kesaksian St. Ignatius dari Antiokhia yang mendapat pengajaran langsung dari Rasul Yohanes. Rasul Yohanes adalah yang paling jelas mengajarkan tentang Roti Hidup pada Injilnya (lihat Yoh 6). Jadi walaupun doktrin Transubtantion baru dimaklumkan pada abad 13 yaitu melalui Konsili Lateran ke 4 (1215), Konsili Lyons (1274) dan disempurnakan di Konsili Trente (1546), namun akarnya diperoleh dari pengajaran Bapa Gereja sejak abad awal. Bahwa roti dan anggur setelah dikonsekrasikan oleh Sabda Tuhan, berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus. Karena itu hakekatnya sudah berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
2.)Bukti sejarah
Sejak awal reformasi Kristen beberapa gereja yang memisahkan diri dengan Gereja Katolik sebelum masa itu, sebagai contohnya, Nestorianism, Armenianism, gereja Coptic (abad ke -5), gereja-gereja Orthodox (abad ke-11), tetap mempercayai doktrin kehadiran Kristus dalam Ekaristi tersebut.[9]
Berdasarkan Kitab Suci, yaitu bahwa sejak saat Yesus mengajarkan hal Roti Hidup ini, banyak orang tidak percaya dan meninggalkan Dia (lih Yoh 6: 60). Ia tidak mengajarka bahwa roti dan anggur adlaah lambang.Namun dengan jelas berkata, “Inilah Tubuh-Ku” (Mat 26:26; Mrk 14:22; Luk 22:19). Maka, Tradisi Gereja Katolik mengartikan ayat ini secara literal bahwa maksud Yesus adalah: “Ini, substansi ini, yang tadinya roti, sekarang menjadi Tubuh-Ku.”
3.)Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik
Konsili Vatikan II dan Katekismus Gereja Katolik yang disusun untuk menjabarkan doktrin dengan semangat Konsili tersebut mengajarkan pentingnya Ekaristi dalam kehidupan umat beriman, karena di dalamnya terkandung seluruh ‘harta’ spiritual Gereja, yaitu Kristus sendiri. Oleh karena itu, Ekaristi dikatakan sebagai “sumber dan puncak kehidupan Kristiani”.[17]
• KGK 1324 Ekaristi adalah “sumber dan puncak seluruh hidup kristiani” (LG 11).
• KGK 1375 Kristus hadir di dalam Sakramen ini oleh perubahan roti dan anggur menjadi tubuh dan darah-Nya. Bapa-bapa Gereja menekankan dengan tegas iman Gereja, bahwa Sabda Kristus dan kuasa Roh Kudus bekerja begitu kuat, sehingga mereka dapat melaksanakan perubahan ini. Santo Yohanes Krisostomus menjelaskan:
“Bukan manusia yang menyebabkan bahwa bahan persembahan menjadi tubuh dan darah Kristus, melainkan Kristus sendiri yang telah disalibkan untuk kita. Imam yang mewakili Kristus, mengucapkan kata-kata ini, tetapi daya kerjanya dan rahmat datang dari Allah. Inilah tubuh-Ku, demikian ia berkata. Kata-kata ini mengubah bahan persembahan itu” (prod. Jud. 1,6).
Dan santo Ambrosius mengatakan tentang perubahan ini:
“Di sini terdapat sesuatu yang tidak dibentuk alam, tetapi yang dikonsekrir dengan berkat, dan daya guna berkat itu melampaui kodrat, malahan kodrat itu sendiri diubah melalui berkat… Bukankah Kristus, yang dapat menciptakan yang belum ada dari ketidakadaan, dapat mengubah yang ada ke dalam sesuatu, yang sebelumnya tidak ada? Menciptakan hal baru, tidak lebih gampang daripada mengubah kodrat” (myst. 9,50,52).
• KGK 1376 Konsili Trente menyimpulkan iman Katolik, dengan menjelaskan: “Karena Kristus Penebus kita mengatakan bahwa apa yang Ia persembahkan dalam rupa roti adalah benar-benar tubuh-Nya, maka di dalam Gereja Allah selalu dipegang teguh keyakinan ini, dan konsili suci ini menjelaskannya kembali: oleh konsekrasi roti dan anggur terjadilah perubahan seluruh substansi roti ke dalam substansi tubuh Kristus, Tuhan kita, dan seluruh substansi anggur ke dalam substansi darah-Nya.
• KGK 1377 Kehadiran Kristus dalam Ekaristi mulai dari saat konsekrasi dan berlangsung selama rupa Ekaristi ada. Di dalam setiap rupa dan di dalam setiap bagiannya tercakup seluruh Kristus, sehingga pemecahan roti tidak membagi Kristus Bdk. Konsili Trente: DS 1641.
• KGK 1396 Kesatuan Tubuh Mistik: Ekaristi membangun Gereja. Siapa yang menerima Ekaristi, disatukan lebih erat dengan Kristus. Olehnya Kristus menyatukan dia dengan semua umat beriman yang lain menjadi satu tubuh: Gereja.
4.) Materia sacramenti Sakramen Ekaristi
Oleh karena alasan ini, Kitab Hukum Kanonik (Kanon 924) memandatkan, “Kurban Ekaristi Mahakudus harus dipersembahkan dengan roti dan air anggur yang dicampur sedikit air. Roti haruslah dibuat dari gandum murni dan masih baru, sehingga tidak ada bahaya telah membusuk. Air anggur haruslah alamiah dari buah anggur serta belum membusuk”.Kanon 926 memaklumkan, “Dalam perayaan Ekaristi, sesuai tradisi Gereja latin yang kuno, imam hendaknya hanya menggunakan roti tak-beragi di mana pun ia merayakannya.”Ketentuan-ketentuan ini juga dipertegas dalam “Pedoman Umum Misale Romawi” (No 320) dan yang paling akhir dalam “Redemptionis Sacramentum” (“Bahan Ekaristi Mahakudus,” No 48).
Berdasarkan ajaran di atas mengenai bagaimana Kristus menetapkan sakramen dan bagaimana Gereja telah memeliharanya sejak masa apostolik, maka agar dapat merayakan Ekaristi Kudus secara sah, imam wajib mempergunakan roti gandum tak beragi dan air anggur yang bersama-sama merupakan materia sacramenti.
5.)Forma Sacramenti
Doa Syukur Agung merupakan forma sacramenti dari sakramen Ekaristikarena ini merupakan rumusan Gereja lama yang telah mencakup doa – doa dan berbagai makna liturgis.DSA harus didoakan oleh pelayan yang sah .Pengaturan yang jelas dan tegas, untuk menjamin agar Perayaan Ekaristi sungguh suatu perayaan yang menghadirkan misteri penebusan Kristus. PUMR [Pedoman Umum Misale Romawi] menerangkan DSA sebagai berikut: “Pusat dan puncak seluruh Perayaan Ekaristi sekarang dimulai, yakni Doa Syukur Agung, suatu doa syukur dan pengudusan. Imam mengajak jemaat untuk mengarahkan hati kepada Tuhan dengan berdoa dan bersyukur. Dengan demikian, seluruh umat yang hadir diikutsertakan dalam doa ini. Ini disampaikan imam atas nama umat Allah kepada Allah Bapa, dalam Roh Kudus, dengan pengantaraan Yesus Kristus. Maksud doa ini ialah agar seluruh umat beriman menggabungkan diri dengan Kristus dalam memuji karya Allah yang agung dan dalam mempersembahkan kurban” [PUMR 78].
6.) Makna Sakramen Ekaristi:
• Bagi Gereja sekarang, Ekaristi merupakan Ucpan Syukur dan Pujian Kepada Bapa. Kita bersukur kepada Allah atas segala kebaikan yang Ia berikan kepada kita. Maka sepatutunya Gereja mengagungkan pujian kepada – Nya.
• Ekaristi adalah sebagai kenangan akan kurban Yesus Kristus. Peristiwa penyelamatan dihadirkan kembali sehingga dapat dirasakan oleh segenap Gereja dan anggotanya yang hadir dan merayakannya.
• Ekaristi adalahsebagai kehadiran Kristus melalui kekuatan sabda – Nya dan Roh Kududs.
Ia hadir melalui sabda – sabda – Nya yang kita dengar dan lewat ikatan antar anggota – Nya yang dipersatukan oleh Roh Kudus.
C.Sakramen Krisma
1.)Sejarah
Penguatan yang pertama pada PerjanjianBaru saat Pentakosta menggunakan tiga bahasa isyarat yang berbeda: angin, lidah api dan berkata-kata dalam bahasa asing. Peristiwa tersebut terjadi dalam suatu perayaan Yahudi kurang lebih 2000 tahun yang lalu. Ketika tiba hari Pentakosta, semua orang percaya berkumpul di satu tempat. Tiba-tiba turunlah dari langit suatu bunyi seperti tiupan angin keras yang memenuhi seluruh rumah, di mana mereka duduk; dan tampaklah kepada mereka lidah-lidah seperti nyala api yang bertebaran dan hinggap pada mereka masing-masing. Maka penuhlah mereka dengan Roh Kudus, lalu mereka mulai berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya. (Kis 2: 1-4)Ada juga kisah-kisah dalam Kitab Suci di mana orang secara tiba-tiba berubah. Perubahan tersebut selalu disertai dengan kobaran semangat, iman dan kesediaan untuk menjadi bagian dari suatu komunitas iman, yaitu Gereja.Masing-masing peristiwa tersebut dikenangkan melalui bahasa isyarat yang berbeda-beda sepanjang sejarah Gereja. Pada akhirnya, Gereja menetapkan bahasa isyarat yang sekarang dipergunakan dalam Sakramen Penguatan. Makna dan kuasa bahasa isyarat tersebutlah yang terpenting, yaitu kehadiran Roh Kudus Allah dalam diri kita.
2.) Materia sarcramenti
Penumpangan tangan dan pengurapan minyak krisma pada dahi
Dengan penumpangan tangan Roh Kudus ingin dihadirkan dalam diri penerima krisma . idalam sakramen Krisma, kita menerima "Kepenuhan Roh Kudus" sehingga kita dapat secara penuh dan aktif berkarya dalam Gereja.Hal ini didasarkan seperti para rasul yang menerma Roh Kudus pada Pentakosta. Krisma menghasilkan pertumbuhan dan pendalaman rahmat pembaptisan.
Pengurapan minyak krisma pada dahi
Berarti kita yang sudah menerima Krisma dikuduskan, dikhususkan, dan menerima Kuasa untuk melakukan tugas perutusan kita sebagai umat beriman (bdk 1 Samuel 10:1;1Samuel 16:13; 1 Raj 1:39). Dengan menerima Sakramen Krisma, kita menerima Roh Kudus yang merupakan meterai, Tanda bahwa kita ini milik Allah.’ “Semoga dimaterai oleh karunia Allah, Roh Kudus” (KGK,Art. 1299- 1310).
3.)Forma Sacramenti Sakramen Krisma
Ucapan liturgis yang didoakan Uskup “terimalah tanda karunia Roh Kudus”,memilikimakna bahwa penerima menerima Roh Kudus yang akan mengubah dan mengembangkan iman kita yang telah diterima saat pembaptisan.Forma sacramenti juga menandakan kehadiran Allah dalam perayaan itu. Dalam rumusan KGK Roh Kudus akan mencurahkan roh yang akan memenuhi mereka dengan roh takhwa.
4.)Hasil dari Krisma dalam pertumbuhan rahmat pembaptisan:
1. Ia menjadikan kita sungguh anak – anak Allah dan membuat kita berkata, “ Abba , ya Bapa” (Rm 8: 15)
2. Ia menyatukan kita lebih teguh dengan Kristus
3. Ia menabahkan di dalam kita karunia Roh Kudus
4. Ia mengikat kita lebih sempurna kepada Gereja
5. Ia menganugerahkan kepada kita kekuatan khusus Roh Kudus supaya sebagai saksi – saksi Kristus yng andal kita menyebarluaskan dan membela iman dengan perkataan dan perbuatan, lebihberani mengakui nama Kristus dan idak pernah malu karenasalib (KGK, Art 1302- 1303).

Daftar Pustaka
Berbagai sumber media internet yang saya kutip
• http://yesaya.indocell.net
• http://katolisitas.org
Berbagai buku yang saya ambil
• Katekismus Gereja Katolik
• Iman Katolik
• Hukum Kanonik
• Persekutuan Murid- Murid Yesus, Buku Pendidikan Agama Katolik untuk SMP 2B
1 komentar

Mgr. Ignatius Suharyo, Sang Uskup Agung KAJ

Mgr I Suharyo: Jawaban Nyata atas Tantangan Iman
http://www.hidupkatolik.com/foto/bank/images/mgr-ign-suharyo-sj-hidup-katolik.jpg

Mgr. Ignatius Suharyo lahir di Sedayu, Yogyakarta, 9 Juli 1950. Semboyannya "Serviens Domino Cum Omni Humilitate" (Act 20:19) yang artinya "Aku Melayani Tuhan Dengan Segala Rendah Hati" (Kisah Para Rasul 20:19).

VISI
Gereja Katolik di Keuskupan Agung Jakarta yang dibangun dan dikembangkan menjadi Umat Allah
• yang semakin setia sebagai murid-murid Yesus dalam menanggapi Kabar Gembira keselamatan-Nya dan
• yang semakin setia sebagai saksi dan utusan-Nya di mana pun mereka hidup dan bekerja.

MISI
Memberdayakan lingkungan teritorial paroki dan kelompok kategorial agar menjadi umat basis yang semakin berkualitas dalam hal:
• Iman: berpusat dalam perayaan Ekaristi, diperdalam dengan pendalaman sabda Tuhan dan ajaran Gereja, dihayati dalam penerimaan sakramen-sakramen;
• Persaudaraan: makin dibangun ke dalam (antar sesama orang beriman) dan makin inklusif (dengan tetangga se-RT/RW) dengan kesadaran bahwa kita adalah saudara sesama ciptaan Tuhan dan sesama sebangsa-setanah air;
• Pelayanan: dengan tulus peduli pada mereka yang miskin dan terpinggirkan di Jakarta, Tangerang, dan Bekasi sehingga kehadiran Gereja Katolik memberi makna bagi sesama, terutama yang menderita.

Strategi yang dipilih adalah pastoral gembala baik, dengan meneladan Yesus Kristus,
Pemberdayaan umat basis juga menggulirkan gerakan habitus baru dalam hal lingkungan hidup (sampah) dan pekerja (terutama pekerja rumah tangga dan buruh).

Keuskupan Agung Jakarta yang sekarang dipimpin oleh Mgr. Ignatius Suharyo semakin lama semakin kokoh dan harus teguh dalam menghadapai segala arus zaman. Dengan strategi gembala yang baik, Bapak Uskup bersama Keuskupan berupaya untuk menggembalakan umat dengan cara kreatif terlebih untuk melayani mereka yang kurang diperhatikan. Relevansi ini dapat terlihat dengan progam- progam KAJ yang membantu mereka yang kurang diperhatikan, baik mereka yang beragama Katolik atau bukan. PSE Keuskupan yang mengkoordinir Sie. PSE paroki memiliki progam kerja yang baik.

Di paroki saya, Sie. PSE secara aktif membantu perkembangan sosial dan ekonomi warga. Adanya pembagian sembako maupun bantuan dana atau beasiswa bagi anak yang kurang mampu.Pengembangan sosial dan ekonomi warga juga dibantu dengan adanya berbagai kursus keahlian. Dengan adanya kursus ini diharapkan warga tidak tergantung dengan Keuskupan Agung Jakarta. Mgr. Suharyo yang belum memasuki usia senja pun menurut saya dapat secara aktif untuk memantau segala perkembangan pastoral yang ada. Lembaga Daya Dharma dapat menjadi wadaha bagi pengembangan kehidupan warga. Keuskupan yang mempunyai rumah penitipan dan panti asuhan secara terbuka. Adanya fasilitas yang dikelolah oleh keuskupan maupun kerja sama WKRI KAJ secara relevan melakukan misi KAJ yaitu pelayanan. Anak- anak yang terlantar maupun anak pemulung yang kemudian diasuh dapat memperbaiki kondisi sosial keluarga yang kurang baik. Pendidikan pun dapat dirasakan bagi mereka.

Bertambahnya Paroki Santa Maria Regina, Bintaro juga salah satu hasil kepemimpinan Mgr. Suharyo. Karena dapat dipastikan Keuskupan telah memperhitungkan secara matang berdirinya paroki tersebut. Gagasan kemandirian tersebut yang telah disiapkan merupakan buah usaha umat basis dalam lingkungan kategorial maupun yang lebih luas. Uskup bersama seluruh elemen KAJ ingin mewujudkan KAJ yang memiliki kesatuan. Secara disadari maupun tidak Uskup yang telah memberikan pedoman dan teladan. Uskup Suharyo yang memiliki motto "Serviens Domino Cum Omni Humilitate" menjadikan dirinya harus rendah hati. Ia mau berdialog dengan pemuka agama.

Teladan Uskup ini maka semua elemen KAJ mau terbuka akan dialog dan mendekati para masyarakt non Katolik. Dalam pandangan saya terhadap Paroki Santa Maria Regina, para pemimpin paroki St. Matius dan stasi mau mendekati dan merangkul warga sekitar bersama para pemimpinnya. Izin pun didapatkan karena semua dilakukan secara terbuka dan saling percaya. Pengadaan pelayanan kesehatan bagi warga sekitar merupakan tindakan nyata Keuskupan Agung Jakarta yang dilakukan paroki bahwa adanya gerakan habitus baru. Menciptakan kesehatan yang baik bagi warga. Kepedulian pada lingkungan hidup juga menjadi gerakan habitus baru, Paroki menggerakan umat untuk mencintai lingkungannya secara nyata. Gerakan menanam pohon, memperhijau lingkungan gereja maupun daur ulang membuat pemberdayaan lingkungan yang baik dan memelihara pemberian Allah kepada kita.

Relasi antar agama dan kebebasan umat beragama merupakan keterkaitan yang saling berhubungan. Dalam pesan Natal Mgr. Ignatius Suharyo bahwa tantangan hidup semakin kompleks bersama dengan perkembangan jaman, maka kebebasan beragama tidak hanya dilihat dari kebebasannya saja, tapi harapannya adalah supaya agama sungguh-sungguh memperbaharui kehidupan. Hal penting menurut Mgr. Suharyo, bukan hanya perdamaian saja, sebab tanpa kebebasan beragama martabat manusia sendiri yang menjadi cacat dan direndahkan, karena soal agama dan iman tergantung dari penghormatan martabat manusia kalau itu dilanggar, maka dengan sendirinya martabat manusia itu jatuh.

Uskup Suharyo secara terbuka ikut dalam dialog antar agama. Dalam pengupayaan
gereja keuskupan bersama paroki melakukan pendekatan dengan golongan lain agar mendapatkan izin dan rekomendasi.
Walau ada kendala yang harus dihadapi beberapa paroki di KAJ ini. Penolakan warga maupun upaya warga mengganggu kegiatan ibadah kita. Seperti Paroki Bernadeth dan Paroki Yohanes Maria Vianney. Secara sadar sebagai golongan minoritas bahwa kita memiliki hak yang sama untuk beribadah.

Dalam Gereja sendiri, Keuskupan Agung Jakarta harus menghadapi sikap penghayatan umat yang kurang pada iman maupun Ekaristi sebagai puncak iman. Umat paroki kelas menengah ke atas yang mengikuti arus zaman dan duniawi menjadi serba instan, dan kurang memperhatikan iman. Datang telat pulang dahulu, pakaian yang digunakan maupun sikap di dalam gereja. Secara halus para pastor paroki menjelaskan sikap- sikap liturgy yang baik. Menegur bila umat kurang pantas ikut perayaan Ekaristi. Mereka yang sudah senja yang aktif dalam paroki. Di paroki saya pastor menulis di warta paroki tentang pemahaman iman. Dalam homili pun pastor menyisipkan pelajaran liturgi. Keuskupan dengan komisi liturgi maupun katekis menggerakan seksi paroki. Katekis maupun sie liturgi menghimbau umat agar pantas untuk mengikuti perayaan Ekaristi. Sekaligus menyadarkan bahwa Ekaristi adalah puncak iman.

Uskup Suharyo mengadakan misi domestik di Keuskupan Timika dan Keuskupan Sanggau. Adanya misi domestik di Bomomani maka KAJ membantu pemahaman iman, liturgi umat. Sekaligus membuat warga mandiri dalam ekonomi. Menurut saya misi ini baik.

Kesimpulan :
Argumentasi saya ini menunjukkan bahwa KAJ bersama kepemimpinan Mgr. Suharyo memiliki perkembangan yang baik. Keuskupan terbuka dengan agama lain, tanpa melupakan perkembangan dari dalam. Uskup Suharyo yang belum memasuki usia senja dapat mendampingi keuskupan secara langsung dan dekat. Seperti kunjungan beliau ke Bomomani. Mgr. Suharyo bersama keuskupan memiliki dasar yang kokoh untuk perkembangan Gereja dan umat yang lebih baik,sehingga visi- misi dapat terlaksana secara maksimal. Saya suka dengan semboyannya karena ia melaksanakan secara nyata, ia memimpin secara rendah hati!
Jumat, 22 April 2011 2 komentar

Kenangan Yang Tersimpan Dari Ret-ret Akhir Tahun Di Biara Santa Clara, SIndanglaya

Rabu, 13 April 2011 3 komentar

Again . . . and again with my imagination




Rabu, 06 April 2011 0 komentar

Relevansi Kebebasan Umat Beragama di Indonesia

Pendahuluan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab . Seluruh warga Negara memiliki hak untuk memeluk agama dan kepercayaan masing – masing ,seperti yang tertulis pada berbagai dasar hukum konstitusi Negara.
Bukti sejarah menunjukan perkembangan cara orang untuk menghormati Sang Pencipta  . Berawal dari menghormati benda- benda keramat ,agama di Nusantara berkembang . Indonesia yang merupakan jalur perdagangan menjadi factor utama masuknya agama ke Indonesia . Pertama agama Hindu , agama Budha , agama Islam , dan terakhir agama Katolik Roma dan Kristen Protestan semua berawal dari transaksi sumber daya alam yang hanya ada di Indonesia .
Namun setelah 65 tahun lebih Indonesia merasakan kemerdekaan .Ternyata Negara demokrasi ini mengalami beberapa gejala yang dapat mengancam falsafah dan pedoman hidup bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 . Salah satu gejala adalah kebebasan beragama yang dirasakan tidak terjamin .Akhir – akhir ini terjadi lagi kasus kekerasan  agama dan pengrusakan tempat ibadah . Sebenarnya apa yang terjadi dengan peristiwa ini dan apa yang menjadi kendala pemerintah untuk tegas . Maka melalui tulisan akan  membahas hal tersebut melalui berbagai data dan opini menurut sudut pandang saya .

Dasar Konstitusi Yang Rapuh

Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

Namun jaminan konstitusi terhadap-hak-hak tersebut belum terimplementasi dengan baik. Jika dicermati lebih jauh, rapuhnya jaminan konstitusi kebebasan beragama tidak saja diakibatkan oleh kurang terimplementasinya undang-undang dimaksud, lebih dari itu kerapuhan tersebut disebabkan pula oleh penafsiran yang kerap kali dipersempit pada undang-undang turunannya. Pada gilirannya kondisi ini melahirkan hukum yang saling tumpang tindih, bahkan kontradiktif antara hukum yang satu dengan hukum yang lainnya.Hukum yang ada menjadi “ macan kertas “ maksudnya hanya menjadi suatu alat hukum yang tidak mempunyai power tersendiri.

Pembatasan agama di Indonesia yaitu 6 agama yang diakui dapat memberikan dampak yang kurang baik ke depannya .Agama luar yang pada nantinya diakui akan sulit diterima oleh masyarakat , bahkan beberapa agama yang sudah ada sejak awal menjadi sulit diakuiLebih dari itu, pembatasan ini sangat jelas bertentangan dengan jaminan konstitusi terhadap kebebasan beragama yang telah diatur dalam sistem perundangan di Indonesia, khususnya yang termaktub pada pasal 28 (e) dan pasal 29 undang-undang 1945.

Kebebasan Beragama dan HAM

Jaminan hukum yang ada di Indonesia berasal dari ratifikasi dari jaminan hokum internasional ,yaitu Universal Declaration of Human Right (UDHR) yang biasa disebut sebagai DUHAM (Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia), khususnya pasal 18 yang menyatakan: Everyone has the right to freedom of tought, conscience and religion; this right includes freedom to change his religion or belief and freedom either alone or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief teaching, practice, worship and observance (Setiap orang berhak atas kemerdekaan berfikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama dan kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemajuan dan ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dimuka umum maupun secara pribadi).               

Jaminan itu mengarah kepada  Undang-undang RI No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia, khususnya pada pasal 22 yang menyangkut jaminan hak atas kebebasan beragama. Pada pasal 22 ini disebutkan: pertama, “setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”; kedua, “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu, jaminan kebebasan beragama dalam skala internasional yang turut diratafikasi Indonesia melalui HAM juga dapat dilihat melalui Undang-undang No 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Convenant on Civil and Political Right (ICCPR) (Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).Dengan meratifikasi konvenan ini maka Indonesia untuk menjamin: hak setiap orang atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama, serta perlindungan atas hak-hak tersebut (pasal 18); hak untuk memiliki pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat (pasal 19); persamaan kedudukan semua orang di depan hukum dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi (pasal 26); dan tindakan untuk melindungi golongan etnis, agama atau bahasa minoritas yang mungkin ada di Negara pihak [Negara yang terlibat menandatangani konvenan internasional dimaksud] (pasal 27).

Akan tetapi yang terjadi di Indonesia bahwa kehidupan kebebasn beragama di Indonesia tidak mencerminkan hukum – hukum yang telah disetujui oleh Indonesia . Realitasnya akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Relevansi Kebebasan Beragama di Indonesia

Dalam prakteknya bagan hukum dan HAM kebebasan beragama mengalami “kemandulan “ karena tidak ditasfirkan secara baik .Pelanggaran terhadap HAM lambat laun akan mengancam kesatuan Indonesia .
Pada pasal 5 bagian kedua Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik misalnya, dengan tegas disebutkan:pertama, tidak satupun ketentuan dalam konvenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak kepada Negara, kelompok atau individu untuk terlibat dalam kegiatan atau melaksanakan suatu tindakan yang ditujukan untuk menghancurkan hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui di sini, atau untuk membatasinya lebih dari pada yang telah ditetapkan dalam konvenan ini; dan kedua, tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan terhadap hak azasi manusia yang mendasar yang diakui atau yang berlaku di Negara peserta konvenan ini, menurut hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan alasan bahwa konvenan ini tidak mengakui hak tersebut atau mengakuinya tetapi dalam tingkatan yang lebih rendah.
Jika dicermati bunyi pasal di atas, maka ditemukan demikian banyak pelanggaran-pelanggaran terhadap pasal-pasal dimaksud.
Keburukan tersebut tidak dapat dtutupi lagi karena pemerintah sendiri yang melanggar dengan ikut campur dalam mengurusi agama masyarakatnya.Salah satu yang mencolok adalah kenyamanan Jemaah Ahmadiyah dalam menjalankan kehidupan beragama yang mengalami pertentangan dengan umat Islam tertentu yang tidak sependapat dengan Ahmadiyah.
Realitas Kebebasan Beragama di Indonesia
Masih hangat diperbincangkan kasus kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik pada 6 Februari 2011 yang menewaskan tiga orang .Menurut penelitian pemerintah yang menjadi salah satu pemeran dalam kasus kekerasan tersebut.Pelanggaran tersbut meliputi ; Pertama ,pembiaran dari pemerintah untuk massa yang akan melakukan tindakan anarki ,Kedua,keterlibatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melarang aktivitas ibadah Jemaat Ahmadiyah .
Para pelaku kekerasan agama menjadi semakin kuat dan berkembang karena dalam persidangan korban kekerasan agama yang dirugikan dengan berbagai tuntutan dari pemerintah.Terjadi gejala keegoisan golongan agama tertentu . Dengan semakin besarnya golongan agama tertentu maka dapat menggeser agama – agama yang lain .Yang menggelitik adalah terjadinya hukum rimba  yang agak disesuaikan “Yang mayoritas yang semakin berkuasa , yang minoritas semakin dikucilkan “. Penanaman moral dan etika masyarakat yang kurang karena menurut jajak pendapat pendidikan agama di sekolah yang mempengaruhi itu semua .Kefanatikan dan kurang menerima pluralisme adalah buah pengajaran para guru .
Kebebasan Beragama di Indonesia dalam Dokumen Konsili Vatikan II
Gereja Katolik Roma memiliki dokumen – dokumen yang berhubungan dengan kebebasan beragama di Indonesia.Terutama ,Gereja sebagai salah satu struktur agama yang penting dalam memberikan pandangannya dalam pluralism ,terutama kehidupan beragama di Indonesia.
Mengakui dan menerima pluralisme agama seperti yang menjadi salah satu sasaran Dignitatis Humanae art. 1, tidak hanya berarti mengakui adanya fakta kemajemukan agama, tetapi sekaligus mengakui kenyataan bahwa simbol-simbol agama manapun mengungkapkan hubungan dengan Allah yang juga terbatas sifatnya. Menerima realitas pluralisme agama seperti yang ada di Indonesia berarti menerima keterbatasan simbol-simbol tersebut dan oleh karena itu diperkaya oleh dan dan memperkaya simbol-simbol agama lain. Inilah sikap pluralis yang berintegritas terbuka seperti yang diharapakan oleh Gereja Katolik.
Oleh karena itu, Dignitatis Humanae art. 1 mengajak semua insan Indonesia agar mempunyai tangung jawab bersama untuk membuka diri, diperkaya, dan memperkaya yang lain. Untuk dapat mejalankan tanggung jawab itu, manusia memerlukan kebebasan dalam menggunakan dan memperkembangkan simbol-simbol yang ada dalam agamanya masing-masing. Keyakinan mengenai agama pilihan saya yang paling dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat menjadi alasan untuk memaksakan agama saya kepada orang lain.. Semua mempunyai sumbangan satu terhadap yang lain justru karena semua agama tidak sama. Tanpa kemampuan untuk menerima sumbangan dari agama lain, orang atau kelompok akan dirugikan dan begitupun secara keseluruhan. Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia. Dialog dan kerja sama antar umat beragama merupakan kewajiban dan tanggung jawab asasi juga.
.ikap yang tepat adalah “mengakui dan menerima kehasan agama masing-masing sekaligus terbuka untuk saling belajar dari yang lain.” Sikap ini berarti memasuki dialog dengan integritas jelas dan keterbukaan yang tulus. Seorang dengan sikap tersebut dapat berkata “saya meyakini agama dan iman saya sekarang ini adalah yang paling benar bagi saya dan karena itu saya anut dengan senang hati. Namun, kekhasan masing-masing agama dan kebebasan beriman dan beragama orang lain saya terima dan akui.” Melalui dialog  dapat menerima kekayaan dari agama dan keyakinan orang lain.
Kesimpulan
Apa yang terjadi di Indonesia menunjukan hukum yang telah dibuat tidak dapat menjamin , mengayomi,melindungi hak – hak yang dimiliki setiap orang untuk bebas dalam beragama . Hukum menjadi sebuah alat hukum yang lemah dengan tidak mempunyai kekuatan .Pemerintah Indonesia melakukan suatu pelanggaran dengan ikut campur dalam urusan agama masyarakat .Membatasi aktivitas , membiarkan terjadinya kekerasan agama dan tidak menjamin HAM manusia adalah masalah utama . Pendidikan agama di sekolah juga menjadi faktor awal karena pada waktu di sekolah segala yang diajarkan akan disimpan dengan baik , entah itu menimbulkan kefanatikan atau radikalisme.
Gereja Katolik juga menilai berbagai hal yang seharusnya dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam menyikapi kebebasan beragama.Tanpa adanya keseriusan pemerintah , pendidikan masyarakat , ketegasan hukum , komunikasi antar agama , semangat bersatu dan pluralism maka masalah kebebasan beragamatidak akan pernah selesai.




DAFTAR PUSTAKA


·         Dikutip  pada tanggal 30 Maret 2011 , pukul 21.30
·         Dikutip pada tanggal 30 Maret 2011 , pukul 21.45

 
;