Henrikus Prasojo: Dari
Ecce Ancilla Domini
Sampai
Fiat Mihi Secundum Verbum Tuum
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo
Awal perkenalanku cukup baik saat di seminari karena saat
tes kami sempat mengobrol bersama. Lalu, saat KPP meja studi kami saling
berdekatan bersama Rama dan Michael. Hal ini terus terjadi sampai kelas 1.
Berteman dengan Pras sejak awal itu sangat asyik karena kami kompak saat
menghadapi salahsatu teman kami yang menjengkelkan. Sejak KPP bahkan sampai di
kelas 3 kami juga kompak dalam satu kegiatan paling menyenangkan yaitu masak mie
instan memakai water heater bahkan
mengendap-endap ke unit 1 untuk mengambil air panas di dispenser saat Ujian
Sekolah. Memang kalau masalah mie instan tiada duanya kalau tidak masak bersama
Pras.
Mengapa aku memberi judul “Dari Ecce Ancilla Domini...” karena Pras telah menunjukkan kerendahan
hatinya sebagai hamba walau terkadang juga merasa letih. Hal ini ditandai
dengan dipilihnya Pra sebagai conductor,
Ketua Redaksi Eureka!!! (saat komunitas masih diajak terlibat dalam
pembuatannya dan kini menjadi output Jurnalistik),
dan Bidel Umum (pemimpin seminaris atau Ketua OSIS-nya seminari). Begitu hebat
karya Tuhan dalam dirinya! Baru kali ini ada seorang yang memangku tiga jabatan
sekaligus, namun bukan berarti Pras haus kekuasaan. Kami mempercayai Pras agar
ia pun juga dapat semakin berkembang.
Hanya saja salah satu kekurangan di mataku yaitu Pras
terkadang merasa segala beban ditanggung olehnya saja. Seperti Bunda Maria, Bunda
umat beriman, Maria menyimpan segala perkara dalam hatinya dan hal ini diikuti
juga oleh Pras. Hal ini tidak buruk, namun Pras: Ingat kamu memiliki banyak
saudara di sekitar yang siap menolong dan menanggung bersama beban itu! Entah
aku ini adalah sosok yang dapat dipercaya atau tidak namun aku bersyukur dapat
bekerja sama dengan Pras dalam hal membantu membuat desain. Aku ini bukan sosok
yang baik bagi Pras tapi aku terus
berusaha untuk menjadi saudaranya. Sebenarnya aku bersyukur kamar kami saat
kelas 3 itu berdekatan, sehingga kami dapat bertukar pikiran, curhat (Pras sering curhat, gak deh aku yang lebih sering...), dan saling meneguhkan panggilan kami karena jalan pikiran
kami tidak terlalu jauh berbeda. Ia memberikan penghiburan yang berarti dan ia
adalah orang kedua di seminari yang aku anggap seperti sahabat bahkan saudara
setelah Seto.
Akhirnya, setelah berefleksi dan galau memilih ordo atau
dioses mana yang hendak ia pilih, akhirnya ia menjatuhan pilihan pada Oblat
Maria Immaculata (OMI). Dari cerita Pras, aku mengetahui alasannya ia memilih
OMI yaitu bagai dalam memilih pasangan hidup, sang mempelai harus mengenal dan
meyakini bahwa calonnya adalah yang
terbaik baginya dan Pras memilih OMI
karena sejak kcil ia dekat dengan OMI di Paroki Kalvari, Lubang Buaya dan
nyatanya semangat St. Eugenius de Mazenod yang menginspirasi jalan hidupnya
menuju Allah. Pras pun menjadi pasrah dan “... Sampai Fiat Mihi Secundum Verbum Tuum”, semoga teladan Bunda Maria ini
mengantarkannya pada niat sucinya menjadi OMI. Semoga Pras semakin disemangati oleh spritulaitas Bapa Pendiri. Aku
yakin Pras dapat mengubah cintanya kepada seseorang sehingga Pras menjadi semakin mencintai Allah yang telah memanggil.
Selamat jalan Pras dan pantang mundur dalam menapaki
jalan panggilan. Semoga Pras memanfaatkan talenta dalam bermusik untuk
mewartakan Allah bagi orang terpencil dan kekurangan. Saling mendoakan agar
kita berenam dapat dihimpun kembali dan dapat memimpin misa bersama.
“ Evangelizare Pauperibus Misit Me, Pauper Evangelizantur”
- OMI
Tangerang, 9 Juli 2014,
Carolus Budhi Prasetyo,
Saudara dalam Panggilan
0 komentar:
Posting Komentar