Kamis, 13 Desember 2012 0 komentar

Promosi Panggilan


Saya sebagai seminaris dari Seminari Wacana Bhakti milik Keuskupan Agung Jakarta boleh lah share tentang seminari tempat gue hidup sekarang.
Pertimbangkan nilai- nilai unggul seminari ini:
a. Pilar hidup 4S dan satu- satunya di Jawa yaitu sanctitas (kesucian), scientia (pengethauan), sanitas (kesehatan), dan societas (komunitas). Societas hanya ada di WB dan menandakan bahwa di seminari ini diajarkan untuk menjadi komunitas yang baik dan akrab sehingga terasa kekeluargaan.

b. Berada di Jakarta dengan kemajemukannya. Menurut gue dan banyak orang, menjalani panggilan di Jakarta lebih menantang dan memurnikan daripada di seminari lain yang nota bene di kota kecil atau desa. Kami dapat melihat realitas umat secara nyata. Hidup sederhana kami disadari kesad
aran tulus bukan dari paksaan situasi dan kondisi.


c. Sekolah bersama siswa- siswi umum di Kolese Gonzaga secara 100%. Sehingga terbiasa berelasi dengan kaum awam terutama dengan wanita sehingga tidak canggung dalam pergaulan. Faktanya, anak WB lebih mudah bergaul daripada seminari lain.



d. Kemajemukan suku dalam komunitas kami yang menempa kemampuan kami untuk slaing beradaptasi, menghargai dan menjalin persahabatan.



e. Dalam mengolah panggilan dibutuhkan keekaan maka di sini kami juga belajar musik dalam orkestra. Untuk menselaraskan hati dan pikiran kami sehingga menjadi alunan yang harmonis.



Kalau tertarik dapat menghubungi WB, Pastor Paroki, atau bertanya melalui gue.
Sebagai salah satu anggota PATAR (Ang. 2005) dan seminaris dari Seminari Wacana Bhakti milik Keuskupan Agung Jakarta boleh lah share tentang seminari tempat gue hidup sekarang.
Pertimbangkan nilai- nilai unggul seminari ini:
a. Pilar hidup 4S dan satu- satunya di Jawa yaitu sanctitas (kesucian), scientia (pengethauan), sanitas  (kesehatan), dan societas (komunitas). Societas hanya ada di WB dan menandakan bahwa di seminari ini diajarkan untuk menjadi komunitas yang baik dan akrab sehingga terasa kekeluargaan.

b. Berada di Jakarta dengan kemajemukannya. Menurut gue dan banyak orang, menjalani panggilan di Jakarta lebih menantang dan memurnikan daripada di seminari lain yang nota bene di kota kecil atau desa. Kami dapat melihat realitas umat secara nyata. Hidup sederhana kami disadari kesadaran tulus bukan dari paksaan situasi dan kondisi.

c. Sekolah bersama siswa- siswi umum di Kolese Gonzaga secara 100%. Sehingga terbiasa berelasi dengan kaum awam terutama dengan wanita sehingga tidak canggung dalam pergaulan. Faktanya, anak WB lebih mudah bergaul daripada seminari lain.

d. Kemajemukan suku dalam komunitas kami yang menempa kemampuan kami untuk slaing beradaptasi, menghargai dan menjalin persahabatan.

e. Dalam mengolah panggilan dibutuhkan keekaan maka di sini kami juga belajar musik dalam orkestra. Untuk menselaraskan hati dan pikiran kami sehingga menjadi alunan yang harmonis.

Kalau tertarik dapat menghubungi WB, Pastor Paroki, atau bertanya melalui gue.
Minggu, 16 September 2012 0 komentar

Remaja dan Globalisasi


Remaja dan Globalisasi: Mampukah Bersinergi Positif?
( Menyikapi secara Dewasa menurut Ajaran dan Nilai Agama Katolik)
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo

Remaja dalam Era Globalisasi
Lebih dari satu dasawarsa, isu- isu era globalisasi kerap kali terdengar dalam pembicaraan dan dialog secara global. Kita yang masih hidup di dunia yang telah memasuki abad ke- 21, telah memiliki identitas baru yaitu manusia dalam era globalisasi. Dengan mudahnya masyarakat berpendapat bahwa globalisasi menyangkut hal- hal yang global, luas, dan mendunia. Globalisasi dianggap tidak mengenal batas- batas seperti agama, ras, suku dan etnis.
Apakah kita berpendapat bahwa globalisasi itu selalu memberikan hal yang baik bagi diri kita? Jawabannya sangatlah relatif karena menurut pandangan setiap insan manusia. Namun kita harus dapat merefleksikan kembali pertanyaan tersebut. Apakah globalisasi juga memiliki kelemahan dan cenderung memberi hal- hal yang buruk?
Ada baiknya kita merefleksikan pertanyaan tersebut dan melihatnya sesuai dengan kenyataan dan fakta yang ada. Kita juga harus melihat kenyataan yang ada, bahwa globalisasi tidak mengenal batasan umur. Kita harus sadar bahwa generasi remajalah yang sangat rentan terhadap ‘pedang- pedang yang tersembunyi’ di balik globalisasi.
Tidak dapat dipungkiri walau dapat memberikan nilai- nilai yang positif, globalisasi memberikan kemunduran di berbagai aspek kehidupan. Mudahnya informasi keluar- masuk dan diterima masyarakat berkat teknologi. Semakin pesatnya teknologi dan segala sesuatu dapat dibuktikan dengan ilmu atau science  mengakibatkan manusia perlahan tapi pasti meninggalkan Tuhan.
Internet yang dapat merambah seluruh penjuru dunia pun dapat berdampak buruk karena dapat menyebarkan materi- materi pornografi. Bagi sebagian orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak memahami nilai- nilai moral, materi pornografi yang mereka produksi maupun terima hanyalah dokumentasi, karya seni, bahkan yang lebih parah lagi menganggap itu sebagai ekspresi rasa cinta terhadap pasangannya. Padahal materi- materi pornografi tersebut mendorong remaja, yang cenderung ingin tahu hal baru dan tertantang untuk melakukan hal baru, untuk jatuh ke jurang kenikmatan sesaat- sesat, pergaulan bebas, dan dosa berat.
Remaja yang paling dikhawatirkan karena nasib dan masa depan dunia dipegang oleh remaja sebagai genereasi penerus. Kenyataannya banyak remaja yang mengalami disorientasi jati- diri. Dapatkah agama dengan segala ajaran- ajarannya menjadi benteng pertahanan dan filter bagi globalisai? Dapatkah nilai- nilai moral dan etika manusia berlaku lagi di era globalisasi ini? Seluruh problematika dan pertentangan dalam menyikapi remaja yang mengahadapi era globalisasiinilah yang menunjukkan secara jelas kemana tulisan ini ingin berangkat.
Menelusuri Makna Remaja dan Globalisasi
          Remaja bila dilihat dari kata teenager, yang dalam bahasa Inggris kb. berarti manusia berusia belasan tahun yang merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Namun apabila kita merujuk akar bahasa dari remaja yaitu adolescensatau adulescens, yang dalam bahasa Latin kb. (- entis) pemuda- pemudi, -kkt adolesco, olevi, ultum, berarti tumbuh, menjadi dewasa, menjelang pertengahan. Menurut psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.Maka dapat dipahami bahwa remaja adalah manusia ( baik laki- laki dan perempuan) yang dalam tahap tumbuh- kembang menuju tahap kedewasaan dalam rentang usia 10 tahun s.d. 18 tahun atau 12 tahun s.d.22 tahun.
            Apabila kita berbicara mengenai globalisasi, maka kita akan sadar bahwa globalisasi berasal dari kata global. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, global berarti secara umum dan keseluruhan; secara bulat; secara garis besar: memberikan penjelasan secara -- saja; 2 bersangkut paut, mengenai, meliputi seluruh dunia. Globalisasi pun berarti proses masuknya informasi secara menyeluruh atau mendunia.
            Dengan memahami akar bahasa dan makna dari remaja dan globalisasi maka kita dapat menganalisis dan berpendapat secara baik- benar dan tepat.Tanpa memahami terlebih dahulu maka akan terjadi pergeseran makna dalam menganalisis remaja dan globalisasi.
Kemajuan Teknologi Sekaligus Kemunduran Moral Remaja
            Globalisasi identik dengan kemajuan teknologi infomasi dan komunikasi. Jaringan internet dengan berbagai macam basis data telah masuk ke pelosok nusantara dan dunia. Segala macam informasi dari luar dapat tersaji dihadapan kita dalam hitungan detik. Tidak ada filter atau firewall bagi informasi itu sendiri. Walau ada penyaringan dari pemerintah tetap saja ada informasi yang tidak seharusnya diterima namun kita dapatkan.
            Dewasa ini, remaja pun keranjingan dengan segala informasi yang didapatkan dari internet. Fenomena media jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, Windows Live Messenger, Black Berry Messenger, dan masih banyak lagi. Remaja pun semakin mudah berkomunikasi dengan teman, bahkan orang asing dari penjuru dunia. Remaja semakin sering mengekspresikan diri dengan bersiul atau dalam bahasa pergaulan remaja, nge-tweet, atau mengganti status. Dengan adanya Black Berry Messenger dan semakin mudahnyaBlack Berry  dimiliki maka para remaja tetap dapat berhubungan dan berkomunikasi.
            Tapi apakah ini semua tidak memiliki pengaruh buruk? Jawabannya adalah iya. Segala bentuk media jejaring sosial memang baik bagi komunikasi dengan orang- orang yang tidak berada di sekitar kita. Tapi, itu semua menjauhkan diri remaja dengan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Kalau seperti ini apakah masih ada makna komunikasi yang baik, apabila keluarga dan lingkungan sendiri diabaikan. Bagaimana mungkin keluarga dapat menjadi tempat yang nyaman bagi remaja, apabila remaja sendiri sibuk dengan gadget- gadget- nya. Inilah yang dapat meruntuhkan kehidupan keluarga karena kurangnya komunikasi dua arah antara remaja dan keluarga.
            Secara moral, remaja seperti ini dinilai tidak baik karena mengesampingkan fungsi keluarga dan lingkungan hidup. Remaja pun cenderung kehilangan arah dalam mencari jati dirinya. Remaja lupa dengan jati dirinya karena terpengaruh dengan dunia luar dan kurang bijak dalam memilih yang baik dan benar. Tidak dapat dipungkiri bahwa remaja memiliki sifat yang labil dan mudah bergejolak.
            Perkembangan gadget- gadget mewah maupun fashionyang up to date secara tidak langsung membawa remaja kepada sifat hedonisme dan mengkotak- kotakan diri dengan orang lain berdasarkan gaya hidup, kemewahan, dan pergaulan. Dengan adanya kemewahan dan kekayaan maka remaja akan semakin menjauhkan diri dari Allah. Mungkin remaja akan membentuk sikap malas, tidak peduli, bahkan menyangkal imannya dan menganggap tidak perlu lagi pergi ke Ger­eja (bukan bangunan gereja melainkan persekutuan umat beriman) untuk merayakan perayaan ekaristi, sebagai puncak kehidupan umat kristiani,  karena menganggap lebih enak hidup di dalam daging. Dalam Surat Rasul Paulus ke­pada Jemaat di Roma secara jelas memperingatkan kita sebagai manusia untuk senantiasa hidup dalam roh karena hidup dalam daging tidak berguna (Roma 8: 5- 6). Tidak dapat disangkal banyak remaja yang mengarah kepada sekularisme dan menganggap kehidupannya sehari- hari hanyalah diatur oleh hukum yang berlaku. Remaja mulai menjauhkan Allah dan Kerahiman- Nya dari kehidupannya.
Tidak hanya itu dengan adanya gengsi dalam remaja, remaja membentuk kelompok bermain tersendiri yang mengeksklusifkan dirinya. Hal ini yang tidak baik karena kerap kali kelompok bermain ini yang mengintimidasi remaja lainnya bahkan membangkang terhadap nilai- nilai moral dan norma yang ada. Remaja laki- laki cenderung akan melakukan bullying secara fisik sedangkan remaja perempuan melakukan bullying secara non- fisik.
Saya berpendapat kelompok bermain ini tidak ada bedanya dengan kaum Farisi dan ahli taurat pada zaman Yesus.Saya berpendapat seperti itu karena kehidupan mereka dipenuhi topeng- topeng kemunafikan dan tidak memiliki jati diri sejati.
Globalisasi Pendorong Pelanggaran Melawan Kemurnian
            Kemurnian yang saya maksudkan adalah keadaan murni sebagai ciptaan Allah yang tidak pernah menodai keperawanan dan keperjakaannya sehingga tetap layak di hadapan Allah. Kemurnian, suatu hal yang rasanya tidak diperjuangkan lagi oleh remaja dewasa ini. Globalisasi- lah yang menjadi fakrot pendorong terjadinya pelanggaran dan dosa ini. Melalui jendela informasi dunia dalam era globalisasi, materi- materi yang kurang baik (melanggar moral) dari penjuru dunia dapat masuk dan diterima remaja, seperti materi pornografi.
            Remaja dimudahkan untuk mendapatkan materi tersebut karena jaringan internet yang dapat dinikamti di handphone, smartphone, dan notebook. Remaja pun akan penasaran untuk memuaskan nafsu birahinya melalui masturbasi, bersenggama, maupun free sex. Tampaknya kehidupan murni yang pada zaman dahulu sangatlah didambakan dan dijaga seperti Santa Maria Goretti yang rela menjadi martir demi mempertahankan kemurniannya, tidak lagi menjadi dambaan remaja dewasa ini. Secara gamblang, fenomena yang terjadi di lingkup pergaulan SMA di dunia barat bahkan Indonesia bahwa di dalam kelompok bermain perempuan akan menyindir anggotanya yang masih perawan dan begitu juga sebaliknya bagi laki- laki yang belum berhasil mengambil keperawanan teman perempuannya.
            Sangatlah miris fenomena seperti ini, padahal dalam Katekismus Gereja Katolik (selanjutnya disingkat KGK), No. 2531- 2352 dengan jelas membahas pelanggaran ketidakmurnian ini. Menurut KGK No. 2531, ketidakmurnian adalah satu kenikmatan yang tidak teratur dari keinginan seksual atau satu kerinduan yang tidak teratur kepadanya. Sedangkan kesimpulan dari KGK No. 2532, segala bentuk kenikamatan seksual yang dicari karena dirinya sendiri bertentangan dengan hakikat dan tujuannya. Sedangkan mengenai free sex apabila dicari padanannya yaitu percabulan dibahas pada KGK No. 2353 yaitu pelanggaran terhadap martabat manusia dan kodrat yang diarahkan kepada kebahagiaan suami istri, dsb.
Pada dasarnya remaja melakukan itu tindakan- tindakan seksualitas di atas karena tidak memahami arti cinta. Dokumen Gereja lainnya yaitu Familiaris Consortio 11, menyatakan “ Cinta kasih merupakan panggilan yang sangat mendasar bagi setiap manusia dan sudah tertera dalam kodratnya”.
Kita Hidup di Era Globalisasi dan Tetap Mencintai Allah
Sebagai remaja kita tetap dapat mencintai Allah walau kita hidup di era globalisasi. Kita tetap dapat mendapatkan wawasan, informasi, dan hal- hal baik hasil globalisasi dan menyingkirkan yang kurang baik asal kita memiliki iman yang baik. Kita dapat hidup dengan baik sebagai 100% ( seratus persen) manusia apabila kita dapat hidup sebagai manusia bebas dan hati dan tindakan kita terarah kepada Allah. Kita bertanggung jawab terhadap Allah karena Allah- lah sumber kehidupan kita.
Kita harus mendengarkan suara hari kita karena suara hati- lah yang mengarahkan kita kepada kehidupan yang baik. Kita harus dapat mengetahui “ tindakan baik” dan “ tindakan buruk”. Santo Thomas Aquinas, Pujangga Gereja, mengajarkan tentang hukum kodrat, karena pada dasarnya manusia memiliki kodrat. Hukum kodrat melihat dari realitas yang ada dan keteraturannya.
            Kita juga dapat melihatnya dari etika dan moral yang ada dalam lingkungan kita. Kita harus kembali berefleksi kepada kisah penciptaan manusia yaitu pada Kejadian 1: 26- 28. Kita harus menyadari bahwa kita diciptakan segambar dengan- Nya dan juga secitra dengan Allah. Kita adalah ciptaan sempurna karena kita memiliki akal budi, dan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan yang lain.
            Sebagai remaja, kita harus bijak dalam bertindak dan dapat menahan emosi dan gejolak. Kita dapat mengembangkan bakat dan talenta kita dengan bantuan kemajuan teknologi dan cepatnya arus komunikasi, bukan merusak diri kita dan membuat kita semakin berdosa. Sebagai remaja, kita harus mengingat bahwa sumber kehidupan berawal dan berakhir pada Allah. Kita tidak dapat melepaskan begitu saja Allah dalam hidup kita dan kita terus menerus dipanggil untuk dekat dan kembali kepada- Nya. Kehidupan kita seperti tanaman dalam pot, tanaman tersebut harus terus- menerus disiram sehingga dapat berbunga. Kehidupan remaja juga harus diimbangi dengan kehidupan rohani. Apabila kita menghidupi kehidupan rohani pun tidak dapat menyamai kesucian santo- santa, namun ada baiknya apabila kita memiliki niat dan kesadaran yang suci untuk mengarahkan hidup kepada Allah. Semoga dengan hal- hal yang dapat kita refleksikan bersama ini dapat menguatkan iman kita sebagai remaja dan tetap dapat hidup sebagai manusia yang baik dalam era globalisasi ini.

Daftar Pustaka

Lembaga Alkitab Indonesia. 2007. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta: Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia.

Walker, D. F. 1994. Konkordansi Alkitab. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Prent, K, dkk. 1969. Kamus Latin- Indonesia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Tjahjadi, Simon Petrus  L. 2008. Petualangan Intelektual. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Konferensi Waligereja Regio Nusa Tenggara. 2007. Katekismus Gereja Katolik terj. P. Herman Embuiru, SVD. Ende: Penerbit Nusa Indah.


0 komentar

Perjuangan Berat Menuju Sekolah


Perjuangan Berat Menuju Sekolah

Pergi ke sekolah? Mungkin itu adalah ide yang tidak terlalu menarik untuk dibaca. Namun, saat kita membahas para seminaris ( Seminari Wacana Bhakti) agar sampa ke sekolah pasti sebuah ide cemerlang.
Bagi siswa- siswi SMA pada umumnya  dapat sampai ke sekolah masing- masing dengan menggunakan kendaran pribadi, mobil antar- jemput, bahkan transportasi umum. Tetapi para seminaris yang belajar kesederhanaan ridak membutuhkan itu semua. Sebenarnya bukan karena nilai kesederhaan yang dipakai sebagai alasan. Tapi, seminari itu berjarak sekitar 50 meter dari SMA Kolese Gonzaga ( tempat para seminaris Seminari Wacana Bhakti bersekolah) sehingga hanya bermodalkan sepasang kaki lengkap bersma alas kakinya dan menyisihkan waktu 2 menit s.d. 3 menit waktu perjalanan.
Para seminaris akan mengawali perjalanan mereka dengan merapihkan buku, penampilan, bahkan mandi terlebih dahulu karena telat bangun pagi. Di depan unit masing- masing para seminaris akan berdoa bersama. Mungkin, para seminaris yang telah diresapi oleh dasar kekeluargaan yang tinggi maka para seminaris akan menunggu sampai para seminaris lengkap semua.
Seperti biasa pada pukul 06. 55 atau 5 menit sebelum bel masuk dan pelajaran pertama dimulai berbunyi, barulah kami berdoa, Karena jarak yang sangat dekat maka kami sering terlena dan terakdang pintu gerbang di samping telah dikunci. Kami pun harus melewati ruang moderator dan beradu argumentasi di saat ketahuan moderator. Tidak jarang kami berbohong, bahwa kami baru saja dari kamar mandi, sakit perut, atau merawat teman yang sakit.
Inilah kenyataanyang ada kala para seminari akan berangkat ke sekolah. Itu kebanggan saat peraturan menyiksa saya namun tetap dapat memahaminya. Semoga semakin berani untuk berjalan kaki!

*) Tulisan ini dibuat pada Minggu, 9 September 2012 untuk memenuhi tugas jurnalistik dari Mbak Ninu dan Kak Astri.
Sabtu, 01 September 2012 0 komentar

Fun Play From Dormitory


Lagu yang dibuat oleh Henrikus Prasojo, Seminaris XXIV SWB. Terinspirasi dari pengalaman kekeluargaan angkatan kami. Pertama kali dimainkan di Farewell Party XXII 2012. Selamat menikmati . . . CBP
0 komentar

Lilin Kecil #LADOSCO XXIV


LAgu yang diciptakan Alm. Chrisye ini diaransemen oleh Henrikus Prasojo, conductor WBSO 2012/2013 dan seminaris XXIV SWB dan dimainkan oleh seminaris XXIV saat Farewell Party XXII. Selamat Menikmati . . . CBP
0 komentar

Kau Sahabat #LADOSCO



Angkatan XXIV Seminari Wacana Bhakti berkolaborasi dengan angkatan angelusnya XXII dalam lagu ciptaan Robertus Adi Nugroho (XXII) dan Petrus Hepi Witono (XII) dan dimainkan saat Farewell Party XXII. Selamat menonton . . .
Minggu, 26 Agustus 2012 0 komentar

Aku, Dulu, dan Kini


Aku, Dulu, dan Kini

Aku dulu,
dan aku kini.
Demikianlah aku akan hidup hingga akhir waktu,
Karena ada- ku tanpa akhir.

Telah aku arungi samudera luas tak berujung, terbang ke dunia fantasi, dan mengikatkan diriku dengan bintang pada ketinggian

Namun lihatlah diriku sang tawanan kehidupan
Telah aku refleksikan hidupku dulu dan kini, menidurkan kebahagiaanku bersama kelamnya bayang- bayangku

Namun inilah aku tawanan kebahagiaan
Relung jiwa ini sadar bahwa aku terkekang, merangsang daya karsa -ku yang riskan
           Menggores tinta- tinta dalam syair- syair impian
Telah terkekang oleh tembok- tembok p-enjara, ada- ku terbelenggu jeruji besi, kemerdekaanku terbang bersama debu jalanan

Lihatlah aku, lelaki buta dalam penjara

Mencoba keluar dari kegelapan, membuka mata dari kebutaan

Jangan pernah salahkan diriku
Aku kesepian dan kedinginan
Takut dan kertak gigi menghampiriku
Di pojok ini aku termenung
Melihat diriku hampa- kosong . . .

Jeruji- jeruji besi itu membatasiku
Memenjarakan kemerdekaanku
Janji- janji dan perintah dari para petinggi kudengarkan
Tak putus aku lakukan
Tapi mereka mengekangku
Bak kuda liar dalam kandang

Aku adalah aku,
Aku bukan dirimu
Aku ciptaan bebas- merdeka

Tapi apa ! Itu semua omong kosong
Sampah tak berguna . . .

Hidup di tengah dunia fana
Bak hidup di tengah serigala- serigala bengis
Mereka merasa lebih hebat dan tinggi
Dengan segala kata dan perbuatan
Telah merendahkanku, jauh lebih rendah, lebih rendah lagi
Kemerdekaanku pun diinjak
Segala dalam diriku dihancurkan
Padahal aku adalah aku . . .

Aku mundur bukan kar’na takut, aku termenung tuk merangsang batinku

Aku bangkit lagi dan maju ke depan, aku yakin dan sungguh yakin. Mereka setara denganku
           Kubuka batas- batas ini
Bukan dengan otot, melainkan dengan karya
Sastra yang bangkit, sastra yang hidup
Seperti diriku dan bukan dirimu . . .
Rabu, 06 Juni 2012 0 komentar

Agama- Agama Abrahamik yang Bertanggung Jawab : Mampukah Bersinergi Secara Positif Bagi Perdamaian Dunia?


Agama- Agama Abrahamik yang Bertanggung Jawab :
Mampukah Bersinergi Secara Positif Bagi Perdamaian Dunia?
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo
Pengantar
            Dapatkah agama- agama dunia memberi nilai positif bagi perdamaian dunia dan mengakhiri konflik yang terjadi di seluruh belahan dunia? Mungkin dengan tanpa berpikir panjang, spontanitas, enteng, dan normative seperti  berikut: “Kenapa tidak? Bukankah semua agama mengajarkan perdamaian dan cinta kasih?”  Namun pandangan tersebut tidak akan  spontan, enteng, dan normative apabila konflik yang dimaksud adalah konflik yangterjadi di Maluku, Poso, Palestina atau di berbagai belahan bumi lainnya. Siapakah yang dapat mendamaikan dunia ini? Kemanakah Allah akan berpihak di saat seluruh agama menyatakan perang untuk dan atas nama Allah.
            Pada esei yang memiliki tema: Agama dan Perdamaian Dunia ini saya akan membahas agama Abhramik yang merupakan tiga agama monoteisme terbesar di dunia. Agama Abrahamik adalah agama- agama yangberasal dari keturunan Abraham dan merupakan agama wahyu Allah. Agama Abrahamik yang dimaksud adalah Yahudi, Kristianitas, dan Islam. Realita yang ada Kristianitas dan Islam yang memiliki penganut terbanyak di dunia yang tersebar di semua benua walau pada nyatanya iman mereka (penganut pasif dan cenderung mengarah pada sekuler) wajib dipertanyakan. Namun diam- diam Yahudi pun kembali membangun agamanya dengan sekitar 600 juta penganut Yahudi.
            Apabila melihat keadaan di Indonesia banyak sekali terror- terror yang mengancam agama dan menyatakan perang kepada agama tersebut dan menyatakan berperang atas nama Allah. Banyak sekali ancaman yang ditebarkan oleh kelompok- kelompok yang ekstrimis dan radikalisme. Terkadang di dalam internal agama tersebut mereka saling menyerang dan menyatakan agama di luar agamanya murtad, kafir, dan tidak akan diselamatkan Allah. Padahal di antara ketiga agama monoteisme tersebut sama- sama mempunyai klaim yang kuat mengenai Penyelamatan Allah.
            Tak jarang para kelompok garis keras dan ekstrem dalam melakukan tindakannya menyatakan berdasarkan Kitab Suci. Kitab Suci tidak diyakini sebagai sumber kebenaran lagi melainkan sumber pembenaran.


Sejarah yang Buruk
            Agama- agama Yahudi, Kristianitas dan Islam – sebagai tiga agama yang merujuk kepada iman monetistik agama Abraham dari dahulu telah memiliki sejarah kebersamaan yang buruk. Apabila kita mau menerima kenyataan yang pahit yaitu sejarah awal yang buruk tersebut maka kita dapat saling menghargai dan menghormati semua agama Abrahamik. Kristen dan Islam yang dari awal telah memiliki sikap missioner yang tinggi sedangkan Yahudi sudah tidak missioner lagi setelah zaman  raja Romawi Titus.
Agama Yahudi
            Agama yahudi sejak tercerai- berai mampu bertahan dan menunjukan identitasnya. Mereka yang tersebar di beberapa negara sekuler Eropa tetap menunjukan Yahudi. Walau dewasa ini mereka tidak banyak menimbulkan konflik dan mustahil mereka nekat melakukan apalagi sebagai agama  minoritas. Namun sejarah buruk dengan Islam terutama Palestina 3.000 tahun yang lalu banyak sekali teks- teks dan kitab- kitab menceriterakan peristiwa berdarah akan perebutan Palestina.
            Sekarang ini, bangsa Israel (Yahudi) yang memiliki permasalahan dengan Palestina didasari oleh trauma shoa- yaitu persepsi yang datang mengenai adanya ancaman dari dunia Arab atas eksistensi Israel. Karen ahal tersebut Israel tidak hanya bertindak keras namun tidak dapat menerima realitas politik.
Kristianitas
            Antara Kristen dan Yahudi  pada 1000 tahun  pertama tidak mengalami permasalahan yang berarti hanya saja sempat beberapa kali terjadi permusuhan orang Yahudi terhadap jemaat Kristen Perdana. Setelah terjadi perang salib Yahudi hanya terusir dan terdiskriminasi. Yahudi pun menyingkir ke Polandia dan Uni Sovyet ( Rusia). Pada abad ke- 18 memang praktek diskriminasi menghilang namun langsung digantikan oleh diskriminasi yang lebih jahat yaitu rasisme. Praktek rasisme yang paling terlihat adalah sikap anti- semitisme: suatu sikap yang menganggap ras Yahudi adalah sebuah ras yang paling rendah dan jahat sehingga menyebabkan berbagai permasalahan di masyarakat.  Puncak anti- semitisme adalah shoa: usaha sistematis rezim Nazi, Jerman untuk meniadakan ( memusnahkan) semua orang Yahudi. Dari 13 juta orang Yahudi di dunia, Nazi berhasil memusnahkan 6 juta orang- yang berlangsung selama 3 tahun (1942- 1945).
            Namun Kristianitas merasa melakukan kesalahan yang besar yaitu tidak melakukan protes yang berarti bagi tindakan tersebut karena Nazi juga menganggap bahwa Yahudi adalah ras pembunuh Tuhan, Yesus Kristus. Usaha rekonsiliasi terjadi pada Konsili Vatikan II (1965) menegaskan bahwa bangsa Yahudi bukanlah ras pembunuh Tuhan namun menyebutkan sebagai “saudara- saudara tua”. Maka dari itu di teologi Kristen menyebutkan bahwa semua manusia- sebagai makhluk yang berdosa adalah pembunuh Allah.
            Sedangkan antara Kristianitas dengan Islam mengalami sejarah yang buruk dan sampai sekarang masih diusahakan penyelesaian  dari kedua belah pihak. Reconqista yang dilakukan untuk mengusir dan meniadakan Islam dari Portugal dan Spanyol telah meluputkan peran Islam yang telah membangun kebudayaan yang tinggi dan toleran. Perang salib telah menciptakan persepsi yang buruk bagi kedua belah pihak . Situasi diperburuk  dengan  persepsi mengenai bahaya Turki dan serangan Sarazen ( Sarazen adalah kaum yang disebut terbuang oleh Sarah, isteri Abraham, atau keturunan Hagar). Konsili Vatikan II ( Nostra Aetate, 1965) kepicikan teologis yaitu menjelek- jelekan Islam  karena dianggap masih muncul agama Abrahamik yang besar diatasi sebagai dasar dialog teologi yang positif dan konstruktif.
Islam
Antara Islam dan Yahudi hanya mengalami gesekan pada zaman Piagam Madina yaitu tiga suku Yahudi di Madina dilenyapkan. Lalu dewasa ini sejak 1948 yaitu pengakuan eksistensi Israel sebagai negara  di wilayah Palestina dan sejuta penduduk Arab diusir dari tanah airnya. Hal itu berimbas pada Perang Tujuh Hari pada 1967.  Yang menjadi dasar permasalahan antara Islam dan Kristianitas adalah trauma atas Perang Salib yang terjadi pada abad ke- 11 sampai dengan abad ke- 13. Invansi dan kolonialisme yang dilakukan Napoleon ke Mesir pada abad ke- 17 juga menjadi sumber permasalahan konflik.
Perang Salib telah menimbulkan  luka yang tidak mudah dilupakan oleh tiga agama tersebut baik Yahudi, Kristianitas, dan Islam. Sampai hari ini permasalahan Palestina yang belum terselesaikan masih menjadi polemic di antara ketiga agama tersebut. Namun apabila orang dengan lapang dada mampu menerima dan mengakui sejarah hitam tersebut maka terpenuhilah syarat perdamaian. Memang penyelesaian masalah tersbut tidak cukup hanya menyangkut teologis dan historis namun dari sisi politis maka permasalahan akan diselesaikan dengan efektif.


Sikap Rendah Hati
Sebagai umat beriman seharusnya kita sadar bahwa kita berada di bawah Allah, maka sebagai konsekuensinya kita harus dapat bersikap rendah hati. Memang ketiga agama tersebut memiliki perbedaan mendasar mengenai bagaimana Allah menuntun, namun harus disadari bahwa ketiga agama tersebut memiliki persamaan fondasi keyakinan iman, yaitu iman akan Allah, yaitu bahwa (a) kita percaya akan Allah Yang Maha Esa yang menciptakan langit dan bumi serta segala isinya; (b) secara personal memperhatikan, mencintai ciptaanya; (c) menuntut tanggung jawab pribadi kita kepada kehendak- Nya; (d) dan akhirnya akan mengadili kita pada akhir zaman dan telah menyediakan tempat abadi bagi kita masing- masing sesudah kehidupan ini.
            Dengan sikap rendah hati maka kita dapat menghargai keyakinan dan agama orang lain. Rendah hati dan respek terhadap agama orang lain bukan berarti kita meyakini atau mengikuti agama tersebut. Sikap rendah hati dan toleran tersebut telah menjadi ciri agama Abrahamik. Namun sampai hari ini memang kita sulit untuk melaksanakannya dan cenderung melanggarnya karena kepicikan kita sebagai manusia. Sebagai konsekuensinya sikap tersebut tidak hanya dilakukan bagi ketiga agama Abrahamik tapi kita harus rendahhati dan toleran terhadap agama dan keyakinan lain seperti Shinto, Buddhisme, Kong Hu Chu, Sikh, dan lain- lain. Kita juga tidak boleh membeda- bedakan agama dengan sebutan “agama- agama langit” dan “agama- agama bumi”.
Kitab Suci dan Klaim Kebenaran
            Manusia hidup di dunia menuju suatu keselamatan. Manusia pun mencari tuntunan untuk mencapai keselamatan tersebut yang juga kita kenal sebagai hidayah. Sumber hidayah tersebut adalah Kitab Suci yang ada dalam ketiga agama Abrahamik maupun agama lainnya. Namun dewasa ini kekerasan yang dilakukan kelompok radikal dan ekstrimis menjadikan Kitab Suci sebagai sumber pembenaran  dan bukan sebagai proses mencari kebenaran.
Kelemahan manusia dalam mencari kebenaran adalah mencampurkan pandangan pribadinya, subyektifitas, tentang Allah dan tentang keselamatan Allah yang dirujuk pada teks- teks tertentu yang diasumsikan dengan pengetahuan mereka yang terbatas. Seperti dalam Al- Quran yang berisi ayat- ayat yang merujuk pada keselamatan Allah namun Allah juga menunjukkan keselamatan kepada bangsa- bangsa lain yang tercatat dalam kitab- kitab yang tertulis dalam berbagai bahasa ( Ibrani, Aram, Arab dan Yunani).
            Dimana ada monopoli klaim kebenaran maka menyebabkan terjadinya konflik. Konflik muncul karena menganggap pandangannya yang paling benar dan pandangan yang lain itu salah dan sesat. Seperti halnya saat Yesus hadir di dunia dan mengajarkan hukum cinta kasih dan melakukan mukjizat- mukjizat, Ia harus berhadapan dengan lembaga keagamaan yang sudah ada dan mapan seperti agama Yahudi. Islam pun yang merupakan agama wahyu yang terakhir pun harus menghadapi klaim- klaim kebenaran yang ada pada kelompok- kelompok agama Kristen dan Yahudi. Namun yang lebih baik dilakukan adalah para pemimpin agama Abrahamik duduk bersama dalam dialog membicarakan monopoli klaim kebenaran tersebut agar tidak menimbulkan konfik di antara kehidupan umat beragama.Klaim- klaim seperti khatamul anbiya wal mursalin pada dasarnya boleh- bolehsaja, tetapi klaim ini tidak berarti meniadakan yang lain.
            Argumentasi dasar untuk menerima dan merawat kemajemukan serta membangun perdamaian antarsesama manusia adalah perintah Al- Quran sendiri: “wa lau la daf’ull ahin-nasa ba’dahum bi ba’dil lahiddimat sawami’u wa biya’uw wa salawatuw wa masajidu yuzkara fihasmullahi kasira.” (Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid-masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah) (QS Al- Hajj 22:40) dan “Wa lau syallahu laj’alakum umataw wahidataw wa lakil li yabluwakum fi ma atakum fastabiqulkhariat”= sekiranya Allah mengehndaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan (QS Al- Ma’idah [5]:48). Sesungguhnya perdamaian antarumat manusia akan langgeng apabila semua umat manusia, terlepas dari apa agama, suku dan kebudayaan, berlomba- lomba untuk melakukan kebaikan, menumbuhkan perilaku yang baik dan positif, mengembangkan kebenaran sebagai wujud memperkokoh akidah ketuhanan, menurut Prof. Dr. K. H. Said Aqiel Siradj, MA, Ketua Tanfidziyah PBNU.
            Dalam pandangan Gereja Katolik, teologi dan semangat perdamaian, secara pastoral dikupas panjang lebar dalam Gaudium et Spes (GS) pada bab 5, no. 77-82 dengan sub judul “Usaha demi Perdamaian dan Pembentukan Persekutuan Bangsa-Bangsa”. Latar belakang perumusan pastoral adalah tanda-tanda zaman bahwa dunia dilanda kesengsaraan dan kesukaran akibat perang yang sedang berkecamuk maupun karena ancaman perang yang selalu gampang terjadi di mana pun dan kapan pun (GS 77).Karenanya, teologi Katolik secara fundamental sangat menjunjung tinggi semangat perdamaian.
Dialog, Jalan Perdamaian Agama Abrahamik
            Untuk menyikapi berbagai perbedaan yang ada maka tindakan yang harus kita lakukan adalahmembuka dialog satu sama lain. Namun dialog yang dimaksudkan di sini tidak tentang aqidah masing- masing. Kita berdialog sambil tetap mengakui bahwa dalam hal aqidah setiap agama memiliki perbedaan- perbedaan yang bersifat hakiki.
            Sebuah dialog yang bermakna, tulus dan memperkaya semua pihak yang terlibat di dalam dialog, mengandaikan adanya suatu bentuk kedekatan, keterbukaan, saling percaya dan saling menghargai satu sama lain- terutama menghargai perbedaan yang ada- serta adanya kesiapan untuk mau berbagi. Sehingga terciptalah suasana pluralisme yang ideal.
            Namun dialog yang lebih luas harus didahului dengan dialog internal dalam agama, sehingga para hardliners dan the confronted dapat diajak bersama- sama untuk menentukan sikap yang terbuka. Adanya keteladanan dari tokoh pun tidak dapat dihilangkan karena keberanian merekalah maka para penganut akan meneladani. Seperti Almarhum Paus Yohanes Paulus II yang sangat dsegani dan dihormati oleh pemimpin umat antar agama. Raja Abdullah bin Abdul Aziz, Raja Awab Saudi, juga memberikan contoh yang baikyang mengadakan dialog antar agama bahkan dapat mengundang Islam Syiah dan Sunni.Dialog yang bijaksana dan dewasa adalah dialog yang yang sepakat utnuk menolak segala bentuk kekerasan dalam agama baik mengatasnamakan suatu agama maupun menyerang agama lainnya.
Tanggapan dan Refleksi Pribadi atas Perdamaian Dunia
Memang tidak mudah untuk hidup berdampingan dengan agama lain. Konflik internal dalam agama tersebut bahkan isu- isu penyerangan terhadap suatu agama yang dianggap sesat sering menjadi kendala dalam perdamaian di dunia bahkan di Indonesia.  Dibutuhkan kerendahan hati dalam hidup beranekaragam dalam keyakinan dan iman. Untuk menghentikan konflik antar agama yang berhubungan dengan perdamaian, setiap pemimpin agama harus duduk bersama dalam dialog dan saling memiliki iklim saling percaya. Konsekuensinya adalah (a) setiap umat harus memiliki tekad untuk arif dalam mendengarkan pandangan setiap agama; (b) harus memiliki tekad untuk beradab dan membicarakan secara kekeluargaan;dan (c) setiap umat dan pemimpinnya harus memiliki tekad uuntuk bersikap toleran karena toleransi adalah nilai luhur budaya bangsa Indonesia. Semua agama harus berjaga- jaga atas ancaman dari dalam yaitu adanya kelompok ekstrim- radikal dan ancaman tidak saling percaya. Dengan adanya perdamaian maka semua agama dapat menjadi rahmatan il alamin- berkat untuk semua orang.
Kepustakaan:
B. Bawolo, Robert. 2010. Menggugat Tanggung Jawab Agama- Agama Abrahamik bagi Perdamaian Dunia. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


Minggu, 06 Mei 2012 2 komentar

Farewell Party Wacana Bhakti


Farewell Party Wacana Bhakti
Sekitar 150 anggota keluarga seminaris Seminari Wacana Bhakti hadir dalam acara Farewell Party 2012, seminaris kelas 3 angkatan XXII dan KPA (Kelas Persiapan Atas) angkatan XXV. Acara Farewell Party diawali Perayaan Ekaristi di Kapel Seminari pada pukul 10.00, Minggu, 6/5. Misa dipimpin oleh selebran P. Thomas Salimun Sarjumunarsa, SJ, rektor seminari, didampingi P. Charles Agustino C. J, Pr, pamong umum seminari, dan P. Leonardus E. B.  Winandoko, SJ, direktur SMA Kolese Gonzaga.

Setelah perayaan ekaristi acara dilanjutkan di Aula Seminari. Acara dipandu oleh Kosmas Asri, seminaris kelas 2 dan Barry Ekaputra, seminaris kelas 2. Farewell Party tahun ini mengambil tema “ Rencana- Nya Jauh Lebih Baik”. Acara diisi dengan pentas seni dari setiap angkatan yang disambut snagat meriah dari para tamu. Seminaris KPP (Kelas Persiapan Pertama) menampilkan orkestra. Seminaris kelas 1 menampilkan orkestra dengan lagu- lagu yang diaransemen oleh Henrikus Prasojo, seminaris kelas 1, dan puisi berdendang. Seminaris kelas 2 menampilkan permainan angklung yang bernama Turkana Klung. Seminaris kelas 3 menampilkan band dengan lagu yang diciptakan bersama angkatannya dan diiringi orchestra seminaris kelas 1. Lalu seminaris kelas 3 memutarkan film dokumenter mengenai angkatannya.

Acara pun dilanjutkan dengan pengembalian seminaris yang telah lulus kepada keluarga. Rektor seminari bersama pamong umum seminari memberikan sertifikat seminari kepada delapan seminaris . Lalu para seminaris memperkenalkan diri kepada para tamu undangan yang hadir. Di antara kedelapan seminaris, 4 seminaris memilih melanjutkan ke Diosesan Keuskupan Agung Jakarta, 2 Seminaris memilih konggregasi imam C. I. C. M, Congregatio Immaculata Cordis Mariae, seorang seminaris memilih Ordo Pengkhotbah ( OP ) dan seorang seminaris memilih bergabung ke Serikat Jesus.

Farewell Party 2012 pun diakhiri dengan ucapan selamat dari para tamu undangan dan anggota komunitas dilanjutkan santap siang yang telah diawali dengan doa yang dipimpin oleh Fr. Bambang Adi Putranto.
Carolus Budhi Prasetyo

 
;