Kamis, 29 Agustus 2013

Refleksi Misa Tahbisan Imam 2013

“ Melayani Dengan Gembira dan Tulus Hati ( Kis 2: 46)”
 (Sebuah Refleksi Mengikuti Tahbisan Imam)
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo, III/07
Misa pentahbisan selalu ditunggu oleh umat karena membuka harapan baru bagi umat mengenai para gembalanya. Bersama para umat yang terus menerus berdoa bagi panggilan calon imam, Allah menghadirkan rahmat- Nya sebagai wujud cinta kepada umat- Nya yaitu melalui upacara pentahbisan. Pada hari Kamis, 22/8, diadakan upaca pentahbisan 9 imam yang terdiri dari 8 imam diosesan dan satu imam tarekat CICM di Gereja St. Arnoldus Janssen, Bekasi. Kami, komunitas Seminari Menengah Wacana Bhakti, ikut ambil bagian dalam misa pentahbisan menjadi umat yang mendoakan.
Adapun para tertahbis mengambil tema “ Melayani Dengan Gembira dan Tulus Hati ( Kis 2: 46)”. Terdapat empat orang lulusan Wacana Bhakti diantara para tertahbis yaitu RD. Alberus Yogo Prasetianto, RD. Rafael Yohanes Kristianto, RD. Reynaldo Antoni Haryanto, dan RD. Yohanes Angga Sri Prasetyo. Terdapat tiga orang tahbisan yang pernah berkarya di Wacana Bhati yaitu RD. Antonius Yakin Ciptamulya, RD. Paulus Dwi Hardianto, dan RD. Antonius Prmanono Wahyu Nugroho. Misa tahbisan dipimpin oleh Uskup Agung Jakarta Mgr. Ignatius Suharyo, RD. Tunjung Kesuma- Rektor SeminariTinggi Yohanes Paulus II KAJ, RP. Kaitanus Saleky, CICM- Superior Distrik CICM Indonesia- Singapura, RD. Yohanes Subagyo- Vikaris Jendral  KAJ, RD. Hadi Sulistyo- Ketua UNIO KAJ, RP. Yakobus Rudiyanto, SJ- Pastor Dekenat Bekasi, dan RP. Anselmus Selvus, SVD- Pastor Kepala Paroki St. Arnoldus Janssen.
Selama perjalanan perasaan yang muncul adalah perasaan bingung karena saya baru saja pulang dari sekolah dengan penuh beban tugas dan ulangan dan besok akan menghadapi ulangan yang sulit. Perjalanan ke gereja menghabiskan waktu satu jam sehingga saat sampai di sana saya merasa agak capek dan letih. Di depan gereja saya bertemu dengan Br. Ignatius Ulrig, SJ.
Selama perayaan ekaristi saya agak terganggu dengan sound system dan lampu yang kurang bagus. Namun secara keseluruhan yang saya rasakan adalah haru, bangga, ada perasaan tertantang, dan bahagia. Mengapa haru? Karena dengan ditahbiskannya 9 imam saya merasakan Kasih Allah di tengah manusia dengan memanggil para pekerja- Nya. Bangga pastinya karena 4 imam tertahbis merupakan lulusan Seminari Menengah Wacana Bhakti. Ada perasaan tertantang untuk melanjutkan masa formatio di Seminari Tinggi Yohanes Paulus II KAJ dan apabila Allah berkenan ikut ditahbiskan. Saya merasa bahagia karena mendapatkan banyak dukungan untuk melanjutkan masa formatio di Diosesan KAJ dari RD. Vincentius Adi Prasojo, RD. Yustinus Kesaryanto,  RD. Yohanes Angga Sri Prasetyo, RD. Antonius Yakin Ciptamulya, dan RD. Antonius Prmanono Wahyu Nugroho.
Saya pun merasa senang dapat bertemu dengan teman orang tua saya yaitu RP. Ignatius Sudaryanto, CICM- mantan Rektor Skolastikat Tunas Verbist. Perjumpaan dengan beliau sungguh menyenangkan dan menguatkan karena beliaulah yang menjadi salah satu imam teladan saya. Beliau pun mendukung saya untuk menjadi imam diosesan walalu dulu dia berharap saya menjadi imam misionaris sepertinya.
Nilai yang saya dapatkan dari pengalaman ini adalah kesetiaan, kerendahan hati, kepasrahan, dan pengorbanan. Tanpa ada kesetiaan para tertahbis dan yang menahbiskan tidak akan menjadi pekerja- Nya karena panggilan imamat menuntut adanya kesetiaan yang mendalam karena harus mengarahkan hati secara utuh kepada Allah. Kerendahan hati harus dimiliki oleh para terpanggil karena selama masa formatio para terpanggil akan dipimpin dibawah para formator agar sampai kepada pembentukan panggilan yang murni. Mereka yang menjalankan masa formatio pun harus rendah hati karena di dalam kerendahan hati dapat mendengarkan kehendak Allah apakah ini memang jalan panggilannya atau bukan.
Kepasrahan, para terpanggil yang berpasrah kepada kehendak Allah pasti akan menjalankan masa formatio maupun masa pelayanannya dengan penuh suka cita. Pengorbanan, karena menjadi imam begitu banyak yang harus dikorbankan. Bayangan akan tahbisan ada di dalam pikiran saya dan saya merasa agak tidak pantas juga karena sebagai manusia saya begitu berdosa. Namun biarlah itu menjadi rahasia Ilahi. Kalau di kemudian hari saya ditahbiskan saya berkeinginan untuk ditahbsikan di Gereja Hati Santa Perawan Maria Tak Bernoda, Tangerang- yang merupakan paroki asal saya.
Saya merasakan kehadiran Allah melalui pengalaman pertemuan dengan para imam yang mendukung saya dalam panggilan. Saya merasakan pertemuan dengan Allah Yang Memanggil, dan Menguatkan. Makna keseluruhan pengalaman saya sebagai calon imam adalah semakin mendorong saya untuk melanjtukan masa formatio di seminari tinggi dan apabila Allah berkenan maka saya akan ditahbiskan. Sebagai calon imam saya ingin mengembangkan kemampuan saya dalam mempelajari dokumen Gereja, pelayanan kepada orang yang tersingkir dan menderita serta secara utuh memberikan diri saya kepada keuskupan.






0 komentar:

 
;