Selasa, 21 Februari 2012 0 komentar

Ekspo Panggilan Seminari di Sathora


Ekspo Panggilan Seminari di Sathora
Sekitar 50- an seminaris dari Seminari Wacana Bhakti,Jakarta melaksanakan Ekspo Panggilan Seminari bekerja sama dengan Sie. Panggilan Paroki St. Thomas Rasul di Gereja Santo Thomas Rasul, Bojong Indah, Jakarta Barat,  Sabtu- Minggu, 18/2- 19/2.

Perayaan Ekaristi menjadi semakin meriah dan khidmat karena diiringi harmoni melodi dari WBSO (Wacana Bhakti Symphony Orchestra), orkestra seminari sebagai salah satu pendidikan humaniora bersama Trio Musisi Indonesia, yang merupakan tutor WBSO yaitu, R. Tony Suwandi, Ireng Maulana, dan Didiek SSS.
Seminaris tidak hanya memainkan alat musik namun secara dekat berbagi pengalaman dengan para kaum muda di paroki. Setelah misa, 18/2, para seminaris melakukan gathering dengan OMK Sathora. Acara dipandu Barry Ekaputra, seminaris kelas I, bersama Anastasia Erika Winarto, OMK Sathora. Setelah ice breaking dilakukan pentas seni dan acara hiburan bagi peserta. Acara malam itu ditutup dengan doa yang dipimpin Pastor Silvesrter Hari Pamungkas, Pastor Rekan Paroki St. Thomas Rasul.

Tidak hanya itu, Minggu, 19/2, diadakan Temu Putra- Putri Altar Sathora dan Seminaris Seminari WB di Aula Lantai IV. Anthonino Marandrika Purna dan Oktavianus Wijaya, seminaris kelas II, memandu acara yang dimulai pukul 11.00 dan diakhiri pukul 14.00. Acara ini dihadiri sekitar 70- an anggota misdinar.

Setelah ice breaking, para peserta dibagi menjadi 12 kelompok untuk sharing panggilan, mengenalkan seminari dan bermain dalam permainan dinamika kelompok. Ofisi Seminari mempresentasikan Seminari WB kepada para misdinar dan dilanjutkan drama dari seminaris KPP (Kelas Persiapan Pertama).

Misa Konselebrasi dipimpin oleh pastor staff seminari bersama pastor Paroki St. Thomas Rasul, Bojong Indah. Tujuan Ekspo Panggilan ini untuk menumbuhkan benih- benih panggilan di paroki St. Thomas Rasul dan menjaring kaum muda yang merasa terpanggil menjadi imam untuk menanggapi panggilan di seminari menengah.

Carolus Budhi Prasetyo
Senin, 06 Februari 2012 0 komentar

Dialog: Jalan Pemersatu Agama- Agama Menuju Perdamaian Dunia yang Sejati


Dialog: Jalan Pemersatu Agama- Agama
Menuju Perdamaian Dunia yang Sejati

            Di abad ke- 21 ini permasalahan perdamaian sangatlah kompleks. Terjadinya aksi terorisme, larangan beribadah, bahkan pembantaian umat di dunia dan Indonesia sangatlah riil. Agama sebagai sesuatu yang melekat pada setiap insan manusia sangatlah bersinergi dalam membuat perdamaian dunia. Setiap agama yang mengajarkan kebenaran dan kebaikan pastilah dapat memberikan pedoman bagi para pemeluknya.
            Peristiwa 11 September 2001 menunjukkan penyimpangan nilai- nilai rohani yang dimiliki pelaku terorisme untuk memusnahkan bangsa- bangsa yang bagi mereka kafir dan murtad. Peristiwa ini sungguh menggores luka peradaban yang mendalam sehingga orang mulai meragukan dan mempertanyakan kapabilitas agama sebagai  peace agency yang pada tempat pertama bertugas membawa pesan perdamaian sebagia inti dari pesan Rencana Keselamatan Allah kepada umat manusia dan membawa kepada Allah.
            Hubungan antar- agama, khususnya antara Islam dan Kristianitas, sudah mencapai kemajuan- kemajuan yang berarti dalam 20 tahun terakhir. Namun kemajuan yang telah dicapai itu menghadapai ancaman dari dua sisi sekaligus. Pertama, dari kelompok- kelompok garis keras dan ekstrem; kedua, kecenderungan sebagian pemimpin dan pembina umat di lingkungan internal agama masing- masing untuk tetap bersikap negative terhadap mereka yang berbeda keyakinan. Itulah pernyataan Prof. Dr. Franz Magnis- Suseno SJ, dosen STF Driyarkara, Jakarta dalam dialog dengan para pemuka agama di Indonesia.
            Menurut Prof. Dr. M. Amin Abdullah, Rektor UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, terjerumusnya agama- agama ke dalam berbagai tindak kekerasan untuk dan atas nama agama lebih disebabkan oleh cara pandang dan klaim kebenaran mutlak dan keterkungkungan dalam tempurung pemahaman teologis yang eksklusif. Maka dari itu di abad ini para pemuka agama saling bertemu untuk berdialog membahas tindakan- tindakan yang dapat diambil untuk mencapai suatu perdamaina abadi.
            Dialog sendiri dipandang Gereja Katolik sebagai ungkapan positif terhadap misi dialogis Gereja. Para tokoh dialog antar- agama harus sabar dalam menjalani proses dialog karena dialog mempertemukan pandangan yang eksklusif menjadi universal. Menurut trilogi perdamian Hans Kűng mencakup tuntutan semua agama di dunia untuk memulai babak baru membagun perdamaian dunia berdasarkan sebuah etos bersama.
            Menurut saya dialog yang terjadi di dunia tak dapat disangkal bahwa memiliki baying- baying kelam yaitu Perang Salib, dan konflik- konflik SARA( Suku, Agama, dan Ras) yang terjadi di dunia. Demikian pula kalau kita lihat di Indonesia, upaya- upaya dialog antar-agama masih dibayang- bayangi oleh iklim prasangka dan kebencian antarkelompok yang amat tinggi, terutama tentang isu  kristenisasi atau islamisasi yang berasal dari masa- masa pra-kemerdekaan Indonesia; juga fakta konflik berdarah yang terjadi di Maluku dan Poso, serta kekerasan yang terkait dengan sejumlah kasus ‘aliran sesat’.
            Agar dialog dapat berjalan dengan baik harus dilakukan dialog internal. Dialog internal dilakukan dalam setiap agama agar ditemukan satu platform tentang perdamaian khususnya dengan agama lain. Dialog membutuhkan keberanian, kematangan, dan kesepian. Maksudnya keberanian dalam dialog dibutuhkan keberanian untuk menghancurkan tembok- tembok pemisah yang ada dalam setiap agama; kematangan maksudnya memiliki niat yang satu dalam mewujudkan perdamaian dunia; dan kesiapan maksudnya para pelaku dialog siap untuk saling mendengarkan argument masing- masing agama untuk tercapainya perdamian dunia. 
            Banyak tokoh- tokoh agama seperti Paus Yohanes Paulus II, Raja Abdullah bin Abdul Aziz, Chatami, yang menyuarakan perdamaian bagi umat dunia. Keteladanan para tokoh agama sangatlah dibutuhkan karena dengan adanya kerendahan hati para tokoh agama untuk berdialog dan memberikan teladan dalam menyikapi perbedaan maka para pengikutnya akan mengikutinya.
            Tantangan yang dihadapi oleh agama- agama besar lainnya di dunia ini, dalam membangun dialog untuk mencapai masyarakat madani yang pluralis dan egalitarian adalah gejala fundamentalisme yang mengarah kepada radikalisme dan tindak kekerasan dengan mengatasnamakan agama. Sesungguhnya perdamaian antarumat manusia akan langgeng apabilasemua umat manusia, terlepas dari apa agama, suku dan kebudayaannya, berlomba- lomba untuk melakukan kebaikan, menumbuhkan perilaku yang baik dan positif, mengembangkan kebenaran sebagai wujud memperkukuh akidah ketuhanan.
Memang proses berdiskursus dalam demokrasi deliberative itu memang sangat melelahkan. Namun orang harus bersabar, bahkan memiliki kesabaran ekstra untuk mengajak smeua orang utnuk duduk bersama dan saling mendengarkan, bersama- sama mencari apa yang menjadi kesamaan dan perbedaan, bersama- sama menguji apakah perbedaan itu bersifat prinsip dan sebagainya.
            Dialog tidak akan berjalan mudah dan singkat, melainkan berjalan lama dan relatif  sulit. Karena orang tidak mudah mendengarkan pendapat orang lain, saran bahkan kritik. Orang hanya mampu mempertahankan argumennya dan menyanggah setiap masukan. Sejarah dialog tidak dimulai akhir- akhir ini namun mulai ada semenjak Santo Fransiskus dari Asisi berdialog demi perdamaian dengan umat Muslim di Arab. Dialog yang diadakan para teolog pada tahun 1960-an pun belum mencapai hasil yang signifikan karena saat dipertemukan secara langsung maka segala konsep perdamaian yang ada akan pudar.
             
Sumber Bacaan:
Menggugat Tanggung Jawab: Agama- Agama Abrahamik bagi Perdamaian Dunia, Kanisisus, Robert B. Baowollo.
           
            
 
;