Minggu, 18 September 2011 0 komentar

Leaflet AIDS NEW II


0 komentar

Leaflet AIDS NEW


Minggu, 04 September 2011 0 komentar

Aku Ada Karena Kita Ada


Aku Ada Karena Kita Ada
Oleh: Carolus Budhi Prasetyo, I/ 7

            Dalam beberapa surat tokoh Gereja masa lampau, kitab- kitab, maupun dokumen- dokumen tokoh- tokoh agama Kristen dikatakan bahwa orang Kristen berada di negerinya sendiri namun semata- mata sebagai peziarah atau musafir. Bukan seperti orang Italia dan Polandia yang merindukan negerinya yang dulu, kita bukan berada di pengasingan. Kita sebagai orang Kristen percaya bahwa kita akan lebih kerasan berada dalam Kerajaan Allah. Kerajaan Allah bukan suatu tempat yang terpencil di alam semesta yang dimana orang akan berpulang. Tapi, Kerajaan Allah adalah kesatuan umat manusia dalam Kristus. Hal ini didukung dalam Surat kepada Jemaat Kolose yang menyatakan Kristus sebagai kepala tubuh,  dsb ( Kol 1: 17- 20). Seluruh ciptaan dihimpun dalam satu kesatuan dalam Kristus, yang kepulangan kita nanti menuju keseluruhan kemanusiaan.
            Dewasa ini, manusia dikenal dari kewarganegaraannya. Rasa nasionalisme dan patriotisme itu tidak menunjukkan sikap inklusif dan eksklusif melainkan sifat ketakutan akan permusuhan dengan negara lain. Dalam agama Kristen sikap seperti itu menunjukkan jatidiri yang kecil. Dalam kesatuan umat Kristen dalam Kristus dapat membuat pribadi berkembang dan menjadi diri sendiri. Tuhan adalah Dia yang di dalam diri- Nya orang tidak merasa gamang karena Tuhan hadir dimana- mana dan selalu dalam kekinian. Kerinduan orang Kristen adalah rumah dimana tak seorang pun ditolak, kecuali mereka sendiri tidak mau masuk, Konsili Vatikan Kedua mengatakan bahwa Gereja merupakan sakramen. Herbert McCabe OP mengatakan baptis adalah sakramen keanggotaan segenap manusia. Kita diarahkan mengatasi batas- batas identitas kita yang sempit. Gereja harus menjadi tanda kekerabatan manusia. Sebabnya, orang Kristen perdana menyebut sesamanya sebagai “saudara” atau “saudari”.
            Perumpamaan dalam Lukas 12: 16- 20 menceritakan sifat keakuaan dan egoisme. Tuhan mau menyadarkan manusia agar keluar dari kecenderungan sikap egois dan keluar meuju sikap kekitaan. Sama halnya ketika dihadapkan pada kenyataan tentang Orang Samaria yang Baik, yang menjumpai seseorang yang tergeletak di jalan, yang telah dirampok oleh para penyamun dan dibiarkan saja oleh imam dan orang Levi. Ahli Taurat itu mengajukan pertanyaan yang terpusat pada dirinya sendiri,tetapi Yesus menjawab dengan cerita yang berusaha mengguncang ahli Taurat itu keluar dari pusat dunianya. Itulah kerendahan hati yang ingin diajarkan oleh Yesus: keluar dari pemusatan diri sendiri. Inilah yang yang kurang disukai orang Romawi dan Yunani yang menganggap seperti diinjak- injak. Kekristenan membalikkan pandangan dunia akan hal itu, bahwa kerendahan hati merupakan keutamaan yang khas Kristen, sedang kebanggaan diri (kesombongan) sebaliknya merupakan cacat, kelemahan, yang terbesar. Kerendahan hati berarti mempunyai penghargaan yang benar pada diri sendiri, bahkan Jean Louis Bruges OP menyebutkannya sebagai harga diri Kristen.
            Hakikat kebudayaan Afrika dapat mengubah pemikiran diri kita tentang manusia sendiri. Namun dapat diikhtiarkan oleh John Mbiti dalam kata- katanya, “ Aku ada karena kita ada”,- seorang pribadi menjadi pribadi karena masyarakat. Sebuah jati diri bukan milik pribadi yang didapat dengan usaha sendiri dan bukan memikirkan tentang diriku sendiri. Jati diri diberikan dalam keanggotaan dalam komunitas, keluarga, klan, suku, ataupun bangsa. Pribadi tersebut didapat dari integrasi dari kelompok maupun peran yang dijalani. Menurut Antonius Agung, seorang bapa padang gurn yang tinggal di Afrika dan menjadi salah seorang leluhur spiritual Barat, “ Hidup dan mati adalah bersama tetangga kita”, bahwa dalam segala hal akan berakhir pada relasional. Gagasan ini merujuk pada misteri Tritunggal, Satu Allah Tiga Pribadi, hubungan yang murni, yang membantu Barat mencapai pemahaman baru tentang apa artinya menjadi pribadi manusia. Namun gagasan yang diambil adalah relasi, pemberian dan penerimaan keadaan.
            Apabila seseorang berbicara tentang panggilan, baik memilih imamat maupun menikah, atau apa saja, bukan hanya menambah keanggotaan. Jika itu suatu panggilan, di sanalah tempat orang mulai menaruh semua cita- rasa jatidirinya bersama- sam , suatu rumah dimana seseorang mengusahakan penyatuan, perpaduan, integritas. Dalam ordo ada sikap yang dimiliki yaitu bahwa menerima diri sebagai seorang di antara saudara- saudara.  Dengan mengurbankan prioritas demi keputusan yang ditentukan ordo. Jika orang memandang keanggotaan dalam Ordo hanya sebagai bagian dari pengabdian, berarti ia tidak menyerahkan diri kepada persaudaraan ordo. Ordo adalah suatu komunitas dimaana aku dapat berkembang dan bahagia , karena telah menemukan diriku sebagai salah salah satu dari saudara- saudaraku.
            Gereja sepatutnya menjadi tempat terlaksananya pembicaran- dalam paroki, keluarga, maupun lingkungan, dalam komunitas- yang membantu orang memahami “ aku” karena telah memahami “ kita” terlebih dahulu. Komunitas Kristen haruslah menjadi tempat dimana kita belajar mengatakan “ aku” dengan penuh keyakinan. Hal ini menegaskan pemimpin Kristen agar berhati- hati dnegan pembicaraan mereka tentang manusia daripada bicara langsung  pada tentang kamu muda, dll.  Karena yang terpenting mereka ingin suara mereka didengar sebagai mitra bicara. Gereja haruslah menjadi komunitas dimana orang senang menjadi orang biasa, menjadi saudara satu sama lain. Gereja pun harus menjadi komunitas dimana keindahan orang biasa disingkapkan, karen adi dalam Tuhan kita, dengan berpusat dimana- mana dan yang selalu hadir kini, tak seorangpun merasa gamang.

Jawaban Reflektif:
1.         3 hal penting yang saya dapatkan adalah bahwa sebagai orang Kristen, Kerajaan Allah adalah tempat             berpulangnya   umat yang merupakan keseluruhan umat manusia. Kedua, kerendah hatian sangat diperlukan             untuk   mengeluarkan diri dari pemusatan diri sendiri dan lebih mengutamakan aspek kita. Ketiga, dengan             adanya relasional maka terbentuklah komunitas. Komunitas ini yang membentuk jati diri kita             sendirimelalui pengakuan sebagai seorangdiantara saudara- saudari.
2.         Relevansinya  bahwa keyakinan diri sebagai peziarah di dunia dan kesatuaan seluruh umat sebagai tujuan             dengan Kristus sebagai kepala adalah di seminari walau saya sudah memahami seluk- beluk smeinari saya             hidup sebagai orang asing yang selalu mengikuti peraturan yang ada.  Segala keteraturan dalam seminari ini             mengarahkan pada kesatuan anggota komunitas.  Saya berusaha menepati jadwal smeinari bukan semata-             mata sebagai rutinitas melainkan keyakinan bahwa saya adalah anggota dari komunitas dan saya seharusnya             bergabung dalam acara bersama yang dikepalai Yesus sendiri.

            Kerendahanhati walau susah dilaksanakan namun saya terus belajar untuk melaksanakannya dalam kehidupan       sehari- hari. Berusaha untuk melakukan kegiatan bersama demi kepentingan komunitas. Kerendahan hati      untuk tidak menonjolkan diri dapat memberikan ruang bagi anggota lain untuk memahami diri saya lebih             dalam.  Saat melakukan kegiatan pun bukan hanya menjalani prioritas diri untuk eksis tapi bersama- sama             menjalankan tujuan dan komitmen bersama demi komunitas yang lebih baik.

            Hidup berkomunitas merupakan pilar hidup Seminari Wacana Bhakti yaitu societas. Saya hidup menjadi diri             sendiri sesuai dengan peran yang saya jalani. Dengan adanya perbedaa, penolakan saya menempatkan diri             sebagai seseorang di antara komunitas. Saya berusaha tidak pandag bulu antar anggota. Saya menjadikan             komunitas seminari sebagai tempat yang bahagia diamana saya dapat mengembangkan diri saya.


            
Sabtu, 03 September 2011 0 komentar

Be Creative ! ! !



0 komentar

Handel - Messiah - Hallelujah Chorus

0 komentar

Handel - Messiah - Hallelujah Chorus

Jumat, 02 September 2011 0 komentar

Leaflet of HIV/ AIDS II


0 komentar

Leaflet of HIV/ AIDS I


 
;