Aku
Ada Karena Kita Ada
Oleh:
Carolus Budhi Prasetyo, I/ 7
Dalam beberapa surat tokoh Gereja masa lampau, kitab-
kitab, maupun dokumen- dokumen tokoh- tokoh agama Kristen dikatakan bahwa orang
Kristen berada di negerinya sendiri namun semata- mata sebagai peziarah atau
musafir. Bukan seperti orang Italia dan Polandia yang merindukan negerinya yang
dulu, kita bukan berada di pengasingan. Kita sebagai orang Kristen percaya
bahwa kita akan lebih kerasan berada dalam Kerajaan Allah. Kerajaan Allah bukan
suatu tempat yang terpencil di alam semesta yang dimana orang akan berpulang.
Tapi, Kerajaan Allah adalah kesatuan umat manusia dalam Kristus. Hal ini
didukung dalam Surat kepada Jemaat Kolose yang menyatakan Kristus sebagai
kepala tubuh, dsb ( Kol 1: 17- 20).
Seluruh ciptaan dihimpun dalam satu kesatuan dalam Kristus, yang kepulangan
kita nanti menuju keseluruhan kemanusiaan.
Dewasa ini, manusia dikenal dari kewarganegaraannya. Rasa
nasionalisme dan patriotisme itu tidak menunjukkan sikap inklusif dan eksklusif
melainkan sifat ketakutan akan permusuhan dengan negara lain. Dalam agama
Kristen sikap seperti itu menunjukkan jatidiri yang kecil. Dalam kesatuan umat
Kristen dalam Kristus dapat membuat pribadi berkembang dan menjadi diri
sendiri. Tuhan adalah Dia yang di dalam diri- Nya orang tidak merasa gamang
karena Tuhan hadir dimana- mana dan selalu dalam kekinian. Kerinduan orang
Kristen adalah rumah dimana tak seorang pun ditolak, kecuali mereka sendiri
tidak mau masuk, Konsili Vatikan Kedua mengatakan bahwa Gereja merupakan
sakramen. Herbert McCabe OP mengatakan baptis adalah sakramen keanggotaan
segenap manusia. Kita diarahkan mengatasi batas- batas identitas kita yang
sempit. Gereja harus menjadi tanda kekerabatan manusia. Sebabnya, orang Kristen
perdana menyebut sesamanya sebagai “saudara” atau “saudari”.
Perumpamaan dalam Lukas 12: 16- 20 menceritakan sifat
keakuaan dan egoisme. Tuhan mau menyadarkan manusia agar keluar dari
kecenderungan sikap egois dan keluar meuju sikap kekitaan. Sama halnya ketika
dihadapkan pada kenyataan tentang Orang Samaria yang Baik, yang menjumpai
seseorang yang tergeletak di jalan, yang telah dirampok oleh para penyamun dan
dibiarkan saja oleh imam dan orang Levi. Ahli Taurat itu mengajukan pertanyaan
yang terpusat pada dirinya sendiri,tetapi Yesus menjawab dengan cerita yang
berusaha mengguncang ahli Taurat itu keluar dari pusat dunianya. Itulah
kerendahan hati yang ingin diajarkan oleh Yesus: keluar dari pemusatan diri
sendiri. Inilah yang yang kurang disukai orang Romawi dan Yunani yang
menganggap seperti diinjak- injak. Kekristenan membalikkan pandangan dunia akan
hal itu, bahwa kerendahan hati merupakan keutamaan yang khas Kristen, sedang
kebanggaan diri (kesombongan) sebaliknya merupakan cacat, kelemahan, yang
terbesar. Kerendahan hati berarti mempunyai penghargaan yang benar pada diri
sendiri, bahkan Jean Louis Bruges OP menyebutkannya sebagai harga diri Kristen.
Hakikat kebudayaan Afrika dapat mengubah pemikiran diri
kita tentang manusia sendiri. Namun dapat diikhtiarkan oleh John Mbiti dalam
kata- katanya, “ Aku ada karena kita ada”,- seorang pribadi menjadi pribadi
karena masyarakat. Sebuah jati diri bukan milik pribadi yang didapat dengan
usaha sendiri dan bukan memikirkan tentang diriku sendiri. Jati diri diberikan
dalam keanggotaan dalam komunitas, keluarga, klan, suku, ataupun bangsa.
Pribadi tersebut didapat dari integrasi dari kelompok maupun peran yang
dijalani. Menurut Antonius Agung, seorang bapa padang gurn yang tinggal di
Afrika dan menjadi salah seorang leluhur spiritual Barat, “ Hidup dan mati
adalah bersama tetangga kita”, bahwa dalam segala hal akan berakhir pada
relasional. Gagasan ini merujuk pada misteri Tritunggal, Satu Allah Tiga
Pribadi, hubungan yang murni, yang membantu Barat mencapai pemahaman baru
tentang apa artinya menjadi pribadi manusia. Namun gagasan yang diambil adalah
relasi, pemberian dan penerimaan keadaan.
Apabila seseorang berbicara tentang panggilan, baik
memilih imamat maupun menikah, atau apa saja, bukan hanya menambah keanggotaan.
Jika itu suatu panggilan, di sanalah
tempat orang mulai menaruh semua cita- rasa jatidirinya bersama- sam , suatu
rumah dimana seseorang mengusahakan penyatuan, perpaduan, integritas. Dalam
ordo ada sikap yang dimiliki yaitu bahwa menerima diri sebagai seorang di
antara saudara- saudara. Dengan mengurbankan
prioritas demi keputusan yang ditentukan ordo. Jika orang memandang keanggotaan
dalam Ordo hanya sebagai bagian dari pengabdian, berarti ia tidak menyerahkan
diri kepada persaudaraan ordo. Ordo adalah suatu komunitas dimaana aku dapat
berkembang dan bahagia , karena telah menemukan diriku sebagai salah salah satu
dari saudara- saudaraku.
Gereja sepatutnya menjadi tempat terlaksananya
pembicaran- dalam paroki, keluarga, maupun lingkungan, dalam komunitas- yang
membantu orang memahami “ aku” karena telah memahami “ kita” terlebih dahulu.
Komunitas Kristen haruslah menjadi tempat dimana kita belajar mengatakan “ aku”
dengan penuh keyakinan. Hal ini menegaskan pemimpin Kristen agar berhati- hati
dnegan pembicaraan mereka tentang manusia
daripada bicara langsung pada tentang kamu muda, dll. Karena yang terpenting mereka ingin suara
mereka didengar sebagai mitra bicara. Gereja haruslah menjadi komunitas dimana
orang senang menjadi orang biasa, menjadi saudara satu sama lain. Gereja pun
harus menjadi komunitas dimana keindahan orang biasa disingkapkan, karen adi
dalam Tuhan kita, dengan berpusat dimana- mana dan yang selalu hadir kini, tak
seorangpun merasa gamang.
Jawaban
Reflektif:
1. 3 hal penting yang saya dapatkan adalah
bahwa sebagai orang Kristen, Kerajaan Allah adalah tempat berpulangnya umat yang merupakan keseluruhan umat manusia. Kedua, kerendah
hatian sangat diperlukan untuk
mengeluarkan diri dari pemusatan diri
sendiri dan lebih mengutamakan aspek kita. Ketiga, dengan adanya relasional maka terbentuklah
komunitas. Komunitas ini yang membentuk jati diri kita sendirimelalui pengakuan
sebagai seorangdiantara saudara- saudari.
2. Relevansinya bahwa keyakinan diri sebagai peziarah di dunia
dan kesatuaan seluruh umat sebagai tujuan dengan
Kristus sebagai kepala adalah di seminari walau saya sudah memahami seluk-
beluk smeinari saya hidup
sebagai orang asing yang selalu mengikuti peraturan yang ada. Segala keteraturan dalam seminari ini mengarahkan pada kesatuan anggota
komunitas. Saya berusaha menepati jadwal
smeinari bukan semata- mata
sebagai rutinitas melainkan keyakinan bahwa saya adalah anggota dari komunitas
dan saya seharusnya bergabung
dalam acara bersama yang dikepalai Yesus sendiri.
Kerendahanhati walau susah dilaksanakan namun saya terus
belajar untuk melaksanakannya dalam kehidupan sehari-
hari. Berusaha untuk melakukan kegiatan bersama demi kepentingan komunitas.
Kerendahan hati untuk tidak
menonjolkan diri dapat memberikan ruang bagi anggota lain untuk memahami diri
saya lebih dalam. Saat melakukan kegiatan pun bukan hanya
menjalani prioritas diri untuk eksis tapi bersama- sama menjalankan tujuan dan komitmen bersama demi komunitas
yang lebih baik.
Hidup berkomunitas merupakan pilar hidup Seminari Wacana
Bhakti yaitu societas. Saya hidup menjadi diri sendiri
sesuai dengan peran yang saya jalani. Dengan adanya perbedaa, penolakan saya
menempatkan diri sebagai
seseorang di antara komunitas. Saya berusaha tidak pandag bulu antar anggota.
Saya menjadikan komunitas
seminari sebagai tempat yang bahagia diamana saya dapat mengembangkan diri
saya.
0 komentar:
Posting Komentar