Remaja dan Globalisasi: Mampukah
Bersinergi Positif?
(
Menyikapi secara Dewasa menurut Ajaran dan Nilai Agama Katolik)
Oleh:
Carolus Budhi Prasetyo
Remaja
dalam Era Globalisasi
Lebih dari satu dasawarsa,
isu- isu era globalisasi kerap kali terdengar dalam pembicaraan dan dialog
secara global. Kita yang masih hidup di dunia yang telah memasuki abad ke- 21,
telah memiliki identitas baru yaitu manusia dalam era globalisasi. Dengan
mudahnya masyarakat berpendapat bahwa globalisasi menyangkut hal- hal yang
global, luas, dan mendunia. Globalisasi dianggap tidak mengenal batas- batas
seperti agama, ras, suku dan etnis.
Apakah
kita berpendapat bahwa globalisasi itu selalu memberikan hal yang baik bagi diri
kita? Jawabannya sangatlah
relatif karena menurut pandangan setiap insan manusia. Namun kita
harus dapat merefleksikan kembali pertanyaan tersebut. Apakah globalisasi juga
memiliki kelemahan dan cenderung memberi hal- hal yang buruk?
Ada baiknya kita merefleksikan
pertanyaan tersebut dan melihatnya sesuai dengan kenyataan dan fakta yang ada.
Kita juga harus melihat kenyataan yang ada, bahwa globalisasi tidak mengenal
batasan umur. Kita harus sadar bahwa generasi remajalah yang sangat rentan
terhadap ‘pedang- pedang yang tersembunyi’ di balik globalisasi.
Tidak dapat dipungkiri
walau dapat memberikan nilai- nilai yang positif, globalisasi memberikan
kemunduran di berbagai aspek kehidupan. Mudahnya informasi keluar- masuk dan
diterima masyarakat berkat teknologi. Semakin pesatnya teknologi dan segala
sesuatu dapat dibuktikan dengan ilmu atau science
mengakibatkan manusia perlahan tapi
pasti meninggalkan Tuhan.
Internet yang dapat
merambah seluruh penjuru dunia pun dapat berdampak buruk karena dapat menyebarkan
materi- materi pornografi. Bagi sebagian orang yang tidak bertanggung jawab dan
tidak memahami nilai- nilai moral, materi pornografi yang mereka produksi
maupun terima hanyalah dokumentasi, karya seni, bahkan yang lebih parah lagi
menganggap itu sebagai ekspresi rasa cinta terhadap pasangannya. Padahal
materi- materi pornografi tersebut mendorong remaja, yang cenderung ingin tahu
hal baru dan tertantang untuk melakukan hal baru, untuk jatuh ke jurang
kenikmatan sesaat- sesat, pergaulan bebas, dan dosa berat.
Remaja yang paling
dikhawatirkan karena nasib dan masa depan dunia dipegang oleh remaja sebagai
genereasi penerus. Kenyataannya banyak remaja yang mengalami disorientasi jati- diri.
Dapatkah agama dengan segala ajaran- ajarannya menjadi benteng pertahanan dan
filter bagi globalisai? Dapatkah nilai- nilai moral dan etika manusia berlaku
lagi di era globalisasi ini? Seluruh problematika dan pertentangan dalam
menyikapi remaja yang mengahadapi era globalisasiinilah
yang menunjukkan secara jelas kemana tulisan ini ingin berangkat.
Menelusuri Makna Remaja dan Globalisasi
Remaja bila dilihat dari kata teenager,
yang dalam bahasa Inggris kb. berarti manusia berusia belasan tahun yang
merupakan perkembangan untuk menjadi dewasa. Namun apabila kita merujuk akar
bahasa dari remaja yaitu adolescensatau
adulescens, yang dalam bahasa Latin
kb. (- entis) pemuda- pemudi, -kkt adolesco,
olevi, ultum, berarti tumbuh, menjadi dewasa, menjelang pertengahan. Menurut
psikologi, remaja adalah suatu periode transisi dari masa awal anak anak hingga
masa awal dewasa, yang dimasuki pada usia kira kira 10 hingga 12 tahun dan
berakhir pada usia 18 tahun hingga 22 tahun.Maka dapat dipahami bahwa remaja
adalah manusia ( baik laki- laki dan perempuan) yang dalam tahap tumbuh-
kembang menuju tahap kedewasaan dalam rentang usia 10 tahun s.d. 18 tahun atau
12 tahun s.d.22 tahun.
Apabila kita berbicara mengenai
globalisasi, maka kita akan sadar bahwa globalisasi berasal dari kata global.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, global berarti secara umum dan keseluruhan;
secara bulat; secara garis besar: memberikan penjelasan secara -- saja; 2
bersangkut paut, mengenai, meliputi seluruh dunia. Globalisasi pun berarti proses
masuknya informasi secara menyeluruh atau mendunia.
Dengan memahami akar bahasa dan
makna dari remaja dan globalisasi maka kita dapat menganalisis dan berpendapat
secara baik- benar dan tepat.Tanpa memahami terlebih dahulu maka akan terjadi
pergeseran makna dalam menganalisis remaja dan globalisasi.
Kemajuan Teknologi Sekaligus
Kemunduran Moral Remaja
Globalisasi identik dengan kemajuan teknologi infomasi dan
komunikasi. Jaringan internet dengan berbagai macam basis data telah masuk ke
pelosok nusantara dan dunia. Segala macam informasi dari luar dapat tersaji
dihadapan kita dalam hitungan detik. Tidak ada filter atau firewall bagi informasi itu sendiri. Walau ada penyaringan dari
pemerintah tetap saja ada informasi yang tidak seharusnya diterima namun kita
dapatkan.
Dewasa ini, remaja pun keranjingan
dengan segala informasi yang didapatkan dari internet. Fenomena media jejaring
sosial seperti Facebook, Twitter, Windows
Live Messenger, Black Berry Messenger, dan masih banyak lagi. Remaja pun
semakin mudah berkomunikasi dengan teman, bahkan orang asing dari penjuru
dunia. Remaja semakin sering mengekspresikan diri dengan bersiul atau dalam
bahasa pergaulan remaja, nge-tweet,
atau mengganti status. Dengan adanya Black
Berry Messenger dan semakin mudahnyaBlack
Berry dimiliki maka para remaja
tetap dapat berhubungan dan berkomunikasi.
Tapi apakah ini semua tidak memiliki
pengaruh buruk? Jawabannya adalah iya. Segala bentuk media jejaring sosial
memang baik bagi komunikasi dengan orang- orang yang tidak berada di sekitar
kita. Tapi, itu semua menjauhkan diri remaja dengan keluarga dan lingkungan
sekitarnya. Kalau seperti ini apakah masih ada makna komunikasi yang baik,
apabila keluarga dan lingkungan sendiri diabaikan. Bagaimana mungkin keluarga
dapat menjadi tempat yang nyaman bagi remaja, apabila remaja sendiri sibuk
dengan gadget- gadget- nya. Inilah
yang dapat meruntuhkan kehidupan keluarga karena kurangnya komunikasi dua arah
antara remaja dan keluarga.
Secara moral, remaja seperti ini
dinilai tidak baik karena mengesampingkan fungsi keluarga dan lingkungan hidup.
Remaja pun cenderung kehilangan arah dalam mencari jati dirinya. Remaja lupa
dengan jati dirinya karena terpengaruh dengan dunia luar dan kurang bijak dalam
memilih yang baik dan benar. Tidak dapat dipungkiri bahwa remaja memiliki sifat
yang labil dan mudah bergejolak.
Perkembangan gadget- gadget mewah maupun fashionyang
up to date secara tidak langsung
membawa remaja kepada sifat hedonisme dan mengkotak- kotakan diri dengan orang
lain berdasarkan gaya hidup, kemewahan, dan pergaulan. Dengan adanya kemewahan
dan kekayaan maka remaja akan semakin menjauhkan diri dari Allah. Mungkin
remaja akan membentuk sikap malas, tidak peduli, bahkan menyangkal imannya dan
menganggap tidak perlu lagi pergi ke Gereja (bukan bangunan gereja melainkan
persekutuan umat beriman) untuk merayakan perayaan ekaristi, sebagai puncak
kehidupan umat kristiani, karena
menganggap lebih enak hidup di dalam daging. Dalam Surat Rasul Paulus kepada
Jemaat di Roma secara jelas memperingatkan kita sebagai manusia untuk
senantiasa hidup dalam roh karena hidup dalam daging tidak berguna (Roma 8: 5-
6). Tidak dapat disangkal banyak remaja yang mengarah kepada sekularisme dan
menganggap kehidupannya sehari- hari hanyalah diatur oleh hukum yang berlaku.
Remaja mulai menjauhkan Allah dan Kerahiman- Nya dari kehidupannya.
Tidak
hanya itu dengan adanya gengsi dalam remaja, remaja membentuk kelompok bermain
tersendiri yang mengeksklusifkan dirinya. Hal ini yang tidak baik karena kerap
kali kelompok bermain ini yang mengintimidasi remaja lainnya bahkan membangkang
terhadap nilai- nilai moral dan norma yang ada. Remaja laki- laki cenderung
akan melakukan bullying secara fisik
sedangkan remaja perempuan melakukan bullying
secara non- fisik.
Saya
berpendapat kelompok bermain ini tidak ada bedanya dengan kaum Farisi dan ahli
taurat pada zaman Yesus.Saya berpendapat seperti itu karena kehidupan mereka
dipenuhi topeng- topeng kemunafikan dan tidak memiliki jati diri sejati.
Globalisasi Pendorong Pelanggaran
Melawan Kemurnian
Kemurnian yang saya maksudkan adalah
keadaan murni sebagai ciptaan Allah yang tidak pernah menodai keperawanan dan
keperjakaannya sehingga tetap layak di hadapan Allah. Kemurnian, suatu hal yang
rasanya tidak diperjuangkan lagi oleh remaja dewasa ini. Globalisasi- lah yang
menjadi fakrot pendorong terjadinya pelanggaran dan dosa ini. Melalui jendela
informasi dunia dalam era globalisasi, materi- materi yang kurang baik (melanggar
moral) dari penjuru dunia dapat masuk dan diterima remaja, seperti materi
pornografi.
Remaja dimudahkan untuk mendapatkan
materi tersebut karena jaringan internet yang dapat dinikamti di handphone, smartphone, dan notebook.
Remaja pun akan penasaran untuk memuaskan nafsu birahinya melalui masturbasi,
bersenggama, maupun free sex.
Tampaknya kehidupan murni yang pada zaman dahulu sangatlah didambakan dan
dijaga seperti Santa Maria Goretti yang rela menjadi martir demi mempertahankan
kemurniannya, tidak lagi menjadi dambaan remaja dewasa ini. Secara gamblang,
fenomena yang terjadi di lingkup pergaulan SMA di dunia barat bahkan Indonesia bahwa di dalam kelompok bermain perempuan akan menyindir
anggotanya yang masih perawan dan begitu juga sebaliknya bagi laki- laki yang
belum berhasil mengambil keperawanan teman perempuannya.
Sangatlah miris fenomena seperti
ini, padahal dalam Katekismus Gereja Katolik (selanjutnya disingkat KGK), No.
2531- 2352 dengan jelas membahas pelanggaran ketidakmurnian ini. Menurut KGK
No. 2531, ketidakmurnian adalah satu kenikmatan yang tidak teratur dari
keinginan seksual atau satu kerinduan yang tidak teratur kepadanya. Sedangkan
kesimpulan dari KGK No. 2532, segala bentuk kenikamatan seksual yang dicari
karena dirinya sendiri bertentangan dengan hakikat dan tujuannya. Sedangkan
mengenai free sex apabila dicari
padanannya yaitu percabulan dibahas pada KGK No. 2353 yaitu pelanggaran
terhadap martabat manusia dan kodrat yang diarahkan kepada kebahagiaan suami
istri, dsb.
Pada dasarnya
remaja melakukan itu tindakan- tindakan seksualitas di atas karena tidak memahami
arti cinta. Dokumen Gereja lainnya yaitu Familiaris
Consortio 11, menyatakan
“ Cinta kasih merupakan panggilan yang sangat mendasar bagi setiap manusia dan
sudah tertera dalam kodratnya”.
Kita Hidup di Era Globalisasi dan Tetap Mencintai
Allah
Sebagai remaja kita
tetap dapat mencintai Allah walau kita hidup di era globalisasi. Kita tetap
dapat mendapatkan wawasan, informasi, dan hal- hal baik hasil globalisasi dan
menyingkirkan yang kurang baik asal kita memiliki iman yang baik. Kita dapat
hidup dengan baik sebagai 100% ( seratus persen) manusia apabila kita dapat
hidup sebagai manusia bebas dan hati dan tindakan kita terarah kepada Allah.
Kita bertanggung jawab terhadap Allah karena Allah- lah sumber kehidupan kita.
Kita harus mendengarkan
suara hari kita karena suara hati- lah yang mengarahkan kita kepada kehidupan
yang baik. Kita harus dapat mengetahui “ tindakan baik” dan “ tindakan buruk”.
Santo Thomas Aquinas, Pujangga Gereja, mengajarkan tentang hukum kodrat, karena
pada dasarnya manusia memiliki kodrat. Hukum kodrat melihat dari realitas yang
ada dan keteraturannya.
Kita
juga dapat melihatnya dari etika dan moral yang ada dalam lingkungan kita. Kita
harus kembali berefleksi kepada kisah penciptaan manusia yaitu pada Kejadian 1:
26- 28. Kita harus menyadari bahwa kita diciptakan segambar dengan- Nya dan
juga secitra dengan Allah. Kita adalah ciptaan sempurna karena kita memiliki
akal budi, dan itulah yang membedakan manusia dengan makhluk ciptaan yang lain.
Sebagai
remaja, kita harus bijak dalam bertindak dan dapat menahan emosi dan gejolak.
Kita dapat mengembangkan bakat dan talenta kita dengan bantuan kemajuan
teknologi dan cepatnya arus komunikasi, bukan merusak diri kita dan membuat
kita semakin berdosa. Sebagai remaja, kita harus mengingat bahwa sumber
kehidupan berawal dan berakhir pada Allah. Kita tidak dapat melepaskan begitu
saja Allah dalam hidup kita dan kita terus menerus dipanggil untuk dekat dan
kembali kepada- Nya. Kehidupan kita seperti tanaman dalam pot, tanaman tersebut
harus terus- menerus disiram sehingga dapat berbunga. Kehidupan remaja juga
harus diimbangi dengan kehidupan rohani. Apabila kita menghidupi kehidupan
rohani pun tidak dapat menyamai kesucian santo- santa, namun ada baiknya
apabila kita memiliki niat dan kesadaran yang suci untuk mengarahkan hidup
kepada Allah. Semoga dengan hal- hal yang dapat kita refleksikan bersama ini
dapat menguatkan iman kita sebagai remaja dan tetap dapat hidup sebagai manusia
yang baik dalam era globalisasi ini.
Daftar Pustaka
Lembaga Alkitab Indonesia. 2007. Alkitab Deuterokanonika. Jakarta:
Percetakan Lembaga Alkitab Indonesia.
Walker, D. F. 1994. Konkordansi Alkitab. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Prent, K, dkk. 1969. Kamus Latin- Indonesia. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
Tjahjadi, Simon Petrus L. 2008. Petualangan
Intelektual. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Konferensi Waligereja Regio Nusa
Tenggara. 2007. Katekismus Gereja Katolik
terj. P. Herman Embuiru, SVD. Ende: Penerbit Nusa Indah.