Rabu, 06 April 2011

Relevansi Kebebasan Umat Beragama di Indonesia

Pendahuluan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab . Seluruh warga Negara memiliki hak untuk memeluk agama dan kepercayaan masing – masing ,seperti yang tertulis pada berbagai dasar hukum konstitusi Negara.
Bukti sejarah menunjukan perkembangan cara orang untuk menghormati Sang Pencipta  . Berawal dari menghormati benda- benda keramat ,agama di Nusantara berkembang . Indonesia yang merupakan jalur perdagangan menjadi factor utama masuknya agama ke Indonesia . Pertama agama Hindu , agama Budha , agama Islam , dan terakhir agama Katolik Roma dan Kristen Protestan semua berawal dari transaksi sumber daya alam yang hanya ada di Indonesia .
Namun setelah 65 tahun lebih Indonesia merasakan kemerdekaan .Ternyata Negara demokrasi ini mengalami beberapa gejala yang dapat mengancam falsafah dan pedoman hidup bangsa yaitu Pancasila dan UUD 1945 . Salah satu gejala adalah kebebasan beragama yang dirasakan tidak terjamin .Akhir – akhir ini terjadi lagi kasus kekerasan  agama dan pengrusakan tempat ibadah . Sebenarnya apa yang terjadi dengan peristiwa ini dan apa yang menjadi kendala pemerintah untuk tegas . Maka melalui tulisan akan  membahas hal tersebut melalui berbagai data dan opini menurut sudut pandang saya .

Dasar Konstitusi Yang Rapuh

Dasar hukum yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia ada pada konstitusi kita, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):

“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”

Pasal 28E ayat (2)  UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.

Akan tetapi, hak asasi tersebut bukannya tanpa pembatasan. Dalam Pasal 28J ayat (1) UUD 1945diatur bahwa setiap orang wajib menghormati hak asasi orang lain. Pasal 28J ayat (2) UUD 1945 selanjutnya mengatur bahwa pelaksanaan hak tersebut wajib tunduk pada pembatasan-pembatasan dalam undang-undang. Jadi, hak asasi manusia tersebut dalam pelaksanaannya tetap patuh pada pembatasan-pembatasan yang diatur dalam undang-undang.

Namun jaminan konstitusi terhadap-hak-hak tersebut belum terimplementasi dengan baik. Jika dicermati lebih jauh, rapuhnya jaminan konstitusi kebebasan beragama tidak saja diakibatkan oleh kurang terimplementasinya undang-undang dimaksud, lebih dari itu kerapuhan tersebut disebabkan pula oleh penafsiran yang kerap kali dipersempit pada undang-undang turunannya. Pada gilirannya kondisi ini melahirkan hukum yang saling tumpang tindih, bahkan kontradiktif antara hukum yang satu dengan hukum yang lainnya.Hukum yang ada menjadi “ macan kertas “ maksudnya hanya menjadi suatu alat hukum yang tidak mempunyai power tersendiri.

Pembatasan agama di Indonesia yaitu 6 agama yang diakui dapat memberikan dampak yang kurang baik ke depannya .Agama luar yang pada nantinya diakui akan sulit diterima oleh masyarakat , bahkan beberapa agama yang sudah ada sejak awal menjadi sulit diakuiLebih dari itu, pembatasan ini sangat jelas bertentangan dengan jaminan konstitusi terhadap kebebasan beragama yang telah diatur dalam sistem perundangan di Indonesia, khususnya yang termaktub pada pasal 28 (e) dan pasal 29 undang-undang 1945.

Kebebasan Beragama dan HAM

Jaminan hukum yang ada di Indonesia berasal dari ratifikasi dari jaminan hokum internasional ,yaitu Universal Declaration of Human Right (UDHR) yang biasa disebut sebagai DUHAM (Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia), khususnya pasal 18 yang menyatakan: Everyone has the right to freedom of tought, conscience and religion; this right includes freedom to change his religion or belief and freedom either alone or in community with others and in public or private, to manifest his religion or belief teaching, practice, worship and observance (Setiap orang berhak atas kemerdekaan berfikir, berkeyakinan dan beragama; hak ini mencakup kebebasan untuk berganti agama dan kepercayaan, dan kebebasan untuk menjalankan agama atau kepercayaan dalam kegiatan pengajaran, peribadatan, pemajuan dan ketaatan, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dimuka umum maupun secara pribadi).               

Jaminan itu mengarah kepada  Undang-undang RI No 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia, khususnya pada pasal 22 yang menyangkut jaminan hak atas kebebasan beragama. Pada pasal 22 ini disebutkan: pertama, “setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”; kedua, “Negara menjamin kemerdekaan setiap orang untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu. Selain itu, jaminan kebebasan beragama dalam skala internasional yang turut diratafikasi Indonesia melalui HAM juga dapat dilihat melalui Undang-undang No 12 tahun 2005 tentang pengesahan International Convenant on Civil and Political Right (ICCPR) (Konvenan Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik).Dengan meratifikasi konvenan ini maka Indonesia untuk menjamin: hak setiap orang atas kebebasan berfikir, berkeyakinan dan beragama, serta perlindungan atas hak-hak tersebut (pasal 18); hak untuk memiliki pendapat tanpa campur tangan pihak lain dan hak atas kebebasan untuk menyatakan pendapat (pasal 19); persamaan kedudukan semua orang di depan hukum dan hak semua orang atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi (pasal 26); dan tindakan untuk melindungi golongan etnis, agama atau bahasa minoritas yang mungkin ada di Negara pihak [Negara yang terlibat menandatangani konvenan internasional dimaksud] (pasal 27).

Akan tetapi yang terjadi di Indonesia bahwa kehidupan kebebasn beragama di Indonesia tidak mencerminkan hukum – hukum yang telah disetujui oleh Indonesia . Realitasnya akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

Relevansi Kebebasan Beragama di Indonesia

Dalam prakteknya bagan hukum dan HAM kebebasan beragama mengalami “kemandulan “ karena tidak ditasfirkan secara baik .Pelanggaran terhadap HAM lambat laun akan mengancam kesatuan Indonesia .
Pada pasal 5 bagian kedua Konvenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik misalnya, dengan tegas disebutkan:pertama, tidak satupun ketentuan dalam konvenan ini yang dapat ditafsirkan sebagai memberi hak kepada Negara, kelompok atau individu untuk terlibat dalam kegiatan atau melaksanakan suatu tindakan yang ditujukan untuk menghancurkan hak dan kebebasan-kebebasan yang diakui di sini, atau untuk membatasinya lebih dari pada yang telah ditetapkan dalam konvenan ini; dan kedua, tidak boleh ada pembatasan atau pengurangan terhadap hak azasi manusia yang mendasar yang diakui atau yang berlaku di Negara peserta konvenan ini, menurut hukum, konvensi, peraturan atau kebiasaan, dengan alasan bahwa konvenan ini tidak mengakui hak tersebut atau mengakuinya tetapi dalam tingkatan yang lebih rendah.
Jika dicermati bunyi pasal di atas, maka ditemukan demikian banyak pelanggaran-pelanggaran terhadap pasal-pasal dimaksud.
Keburukan tersebut tidak dapat dtutupi lagi karena pemerintah sendiri yang melanggar dengan ikut campur dalam mengurusi agama masyarakatnya.Salah satu yang mencolok adalah kenyamanan Jemaah Ahmadiyah dalam menjalankan kehidupan beragama yang mengalami pertentangan dengan umat Islam tertentu yang tidak sependapat dengan Ahmadiyah.
Realitas Kebebasan Beragama di Indonesia
Masih hangat diperbincangkan kasus kekerasan terhadap Jemaah Ahmadiyah di Cikeusik pada 6 Februari 2011 yang menewaskan tiga orang .Menurut penelitian pemerintah yang menjadi salah satu pemeran dalam kasus kekerasan tersebut.Pelanggaran tersbut meliputi ; Pertama ,pembiaran dari pemerintah untuk massa yang akan melakukan tindakan anarki ,Kedua,keterlibatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk melarang aktivitas ibadah Jemaat Ahmadiyah .
Para pelaku kekerasan agama menjadi semakin kuat dan berkembang karena dalam persidangan korban kekerasan agama yang dirugikan dengan berbagai tuntutan dari pemerintah.Terjadi gejala keegoisan golongan agama tertentu . Dengan semakin besarnya golongan agama tertentu maka dapat menggeser agama – agama yang lain .Yang menggelitik adalah terjadinya hukum rimba  yang agak disesuaikan “Yang mayoritas yang semakin berkuasa , yang minoritas semakin dikucilkan “. Penanaman moral dan etika masyarakat yang kurang karena menurut jajak pendapat pendidikan agama di sekolah yang mempengaruhi itu semua .Kefanatikan dan kurang menerima pluralisme adalah buah pengajaran para guru .
Kebebasan Beragama di Indonesia dalam Dokumen Konsili Vatikan II
Gereja Katolik Roma memiliki dokumen – dokumen yang berhubungan dengan kebebasan beragama di Indonesia.Terutama ,Gereja sebagai salah satu struktur agama yang penting dalam memberikan pandangannya dalam pluralism ,terutama kehidupan beragama di Indonesia.
Mengakui dan menerima pluralisme agama seperti yang menjadi salah satu sasaran Dignitatis Humanae art. 1, tidak hanya berarti mengakui adanya fakta kemajemukan agama, tetapi sekaligus mengakui kenyataan bahwa simbol-simbol agama manapun mengungkapkan hubungan dengan Allah yang juga terbatas sifatnya. Menerima realitas pluralisme agama seperti yang ada di Indonesia berarti menerima keterbatasan simbol-simbol tersebut dan oleh karena itu diperkaya oleh dan dan memperkaya simbol-simbol agama lain. Inilah sikap pluralis yang berintegritas terbuka seperti yang diharapakan oleh Gereja Katolik.
Oleh karena itu, Dignitatis Humanae art. 1 mengajak semua insan Indonesia agar mempunyai tangung jawab bersama untuk membuka diri, diperkaya, dan memperkaya yang lain. Untuk dapat mejalankan tanggung jawab itu, manusia memerlukan kebebasan dalam menggunakan dan memperkembangkan simbol-simbol yang ada dalam agamanya masing-masing. Keyakinan mengenai agama pilihan saya yang paling dapat dipertanggungjawabkan, tidak dapat menjadi alasan untuk memaksakan agama saya kepada orang lain.. Semua mempunyai sumbangan satu terhadap yang lain justru karena semua agama tidak sama. Tanpa kemampuan untuk menerima sumbangan dari agama lain, orang atau kelompok akan dirugikan dan begitupun secara keseluruhan. Kebebasan beragama merupakan hak asasi manusia. Dialog dan kerja sama antar umat beragama merupakan kewajiban dan tanggung jawab asasi juga.
.ikap yang tepat adalah “mengakui dan menerima kehasan agama masing-masing sekaligus terbuka untuk saling belajar dari yang lain.” Sikap ini berarti memasuki dialog dengan integritas jelas dan keterbukaan yang tulus. Seorang dengan sikap tersebut dapat berkata “saya meyakini agama dan iman saya sekarang ini adalah yang paling benar bagi saya dan karena itu saya anut dengan senang hati. Namun, kekhasan masing-masing agama dan kebebasan beriman dan beragama orang lain saya terima dan akui.” Melalui dialog  dapat menerima kekayaan dari agama dan keyakinan orang lain.
Kesimpulan
Apa yang terjadi di Indonesia menunjukan hukum yang telah dibuat tidak dapat menjamin , mengayomi,melindungi hak – hak yang dimiliki setiap orang untuk bebas dalam beragama . Hukum menjadi sebuah alat hukum yang lemah dengan tidak mempunyai kekuatan .Pemerintah Indonesia melakukan suatu pelanggaran dengan ikut campur dalam urusan agama masyarakat .Membatasi aktivitas , membiarkan terjadinya kekerasan agama dan tidak menjamin HAM manusia adalah masalah utama . Pendidikan agama di sekolah juga menjadi faktor awal karena pada waktu di sekolah segala yang diajarkan akan disimpan dengan baik , entah itu menimbulkan kefanatikan atau radikalisme.
Gereja Katolik juga menilai berbagai hal yang seharusnya dilakukan oleh bangsa Indonesia dalam menyikapi kebebasan beragama.Tanpa adanya keseriusan pemerintah , pendidikan masyarakat , ketegasan hukum , komunikasi antar agama , semangat bersatu dan pluralism maka masalah kebebasan beragamatidak akan pernah selesai.




DAFTAR PUSTAKA


·         Dikutip  pada tanggal 30 Maret 2011 , pukul 21.30
·         Dikutip pada tanggal 30 Maret 2011 , pukul 21.45

0 komentar:

 
;