Tembaklah Ibumu
(Karya:
Carolus Budhi Prasetyo, III)
Aku
dulu, dan aku kini
Inilah
aku wanita malang
Merasakan
sakit dan cobaan bertubi-tubi
Coba
‘tuk kuat, tabah hati
Begitu tampan parasmu anakku
Bagai ksatria nan wigati
Begitu indah alunan nada yang kau cipta
Wanita pun mabuk kasmaran kar’namu
Sakit,
pilu, pedih nan dalam
Lebih
sakit daripada melahirkanmu ke dunia
Saat
‘ku kenang dirimu dulu
Kau
hunuskan pedang ke jantung ibumu ini
Akulah hamba kehidupan
Terlahir ‘tuk melayani tuannya
Makan pahit dunia ini
Minum darah sendiri
Aku
cinta ayahku
Aku
cinta suamiku
Namun
aku lebih cinta engkau, anakku
Lebih
dari apa pun di dunia ini
Namun kau telah mencampakanku
Melukai hatiku sebagai ibu
Telah kuberi jantungku bagimu
Tapi kau bercinta dengan candu jahanam
itu
Kau
hanyut dalam bayang kelammu
Merasa
bebas dari penjara diri
Kau
lari dari cintaku
Terbang,
melayang dalam bayangan semu
Aku ingin terus melindungimu
Aku ingin membahagiakanmu
Tak ingin kau jadi aku nan malang
Aku ingin kau selamat
Tuhan,
dimakah diri-Mu?
Mengapa
Kau tetap bisu seribu bahasa?
Dimana
keselamatan-Mu?
Apakah
Kau tertidur dan menutup mata?
Mau jadi apa aku tanpa-Mu
Berdiriku pun tak sanggup
Kau bungkam, diam dalam derita
Tolong! Selamatkanlah puteraku, kurnia
kasih-Mu
Maafkanlah
aku puteraku
Aku
tak mampu bahagiakanmu
Aku
bukan ibu yang baik
Aku
tak dapat melindungimu di bawah sayapku
Dan hanya pistol dan tiga selongsong
peluru
Padaku dalam kelamku
Jadi saksi moksamu dalam sakaumu
Kau telah terbang ke dunia sana
Tembaklah diriku ini, ibumu!
Catatan:
Penyair
dalam puisi ini terinspirasi dari “Tragedi Anne Maria-Siano” yang terjadi di
Perancis. Dalam puisi ini, penyair mencoba untuk menampilkan konflik keibuan
dan feminisme. Artikel tersebut penyair dapatkan dari harian Kompas sebagai salah satu tugas yang
diberikan Ibu Anie P., guru Sastra SMA Gonzaga kelas 12. Penyair
membaca-belajar dari karya Ayu Utami, yang banyak menampilkan sisi feminisme